in

Abaikan Pertanian dan Industri, Kualitas Pertumbuhan Merosot

Daya pertumbuhan ekonomi untuk menyerap tenaga kerja cenderung menurun.

Ketimpangan saat ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak demokratis.

JAKARTA – Kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini dinilai kian merosot, antara lain ditandai oleh semakin menurunnya daya penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan dari setiap satu persen pertumbuhan.

Saat ini, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penciptaan lapangan kerja adalah satu persen pertumbuhan menyerap sekitar 110 ribu tenaga kerja. Padahal, pada 2014, elastisitasnya bisa mencapai 260 ribu tenaga kerja untuk setiap satu persen pertumbuhan ekonomi.

Bahkan pada 2004, setiap satu persen pertumbuhan menyerap 400 ribu tenaga kerja. Sejumlah kalangan mengatakan kualitas pertumbuhan ekonomi itu menurun karena pemerintah mengabaikan pembangunan sektor pertanian dan industri yang merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar.

Ekonom Indef, Eko Listiyanto, mengatakan dengan pertumbuhan dalam kisaran 5 persen saat ini, maka tenaga kerja yang terserap tidak sampai 600 orang. Ini relatif kecil dan jumlahnya cenderung terus menurun setiap tahun.

“Dulu, sebelum era reformasi, penyerapan tenaga kerja bisa sekitar 450 ribu orang setiap satu persen pertumbuhan ekonomi ,” ungkap dia, di Jakarta, Minggu (8/10).

Menurut Eko, penurunan kualitas pertumbuhan ekonomi itu disebabkan minimnya dukungan laju pertumbuhan sektor industri dan pertanian. Padahal, dua sektor itu termasuk empat sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar. (Lihat infografis) “Sekarang yang laju pertumbuhannya tinggi di antaranya sektor komunikasi dan perbankan.

Kalau yang tumbuh sektor jasa seperti itu, penyerapan kerjanya selalu kecil,” jelas dia. Eko menilai penyerapan tenaga kerja yang rendah itu sangat sulit dibenahi selama pertumbuhan sektor industri dan pertanian berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi. “Solusinya ya cuma dua, mendorong sektor pertanian dan industri,” kata dia.

Pada kuartal II-2017, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,01 persen, sedangkan pertumbuhan sektor pertanian dan industri manufaktur masing-masing 3,33 persen dan 3,54 persen.

Eko menegaskan pengembangan pertanian dan industri nasional membutuhkan komitmen kuat pemerintah untuk tidak mengandalkan impor pangan dan barang konsumsi yang sebenarnya bisa diproduksi petani dan industri dalam negeri.

Sayangnya, lanjut dia, untuk sektor pertanian menghadapi sejumlah persoalan kompleks. Banyak kebijakan pemerintah yang justru mematikan petani. Misalnya, melanggengkan kebergantungan pada impor pangan, dan menyuburkan praktik kartel dan monopoli pada kebijakan pangan.

“Bagaimana sektor pertanian bisa tumbuh pesat jika kebijakan pemerintah tidak menyejahterakan petani. Akhirnya, jumlah petani turun drastis. Padahal, sektor pertanian sangat strategis bagi Indonesia,” tukas Eko.

Tidak Demokratis

Sementara itu, pakar ekonomi kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM), Awan Santoso, mengemukakan ekonomi kerakyatan salah satu strategi ekonomi politik yang orientasinya adalah redistribusi pendapatan melalui jalur upah.

Dengan demikian, jika betul-betul diterapkan maka bisa memperbaiki ketimpangan pendapatan secara signifikan. “Iya betul, ini akan mendorong pertumbuhan berkualitas, inklusif. Artinya, pertumbuhan yang secara otomatis bicara pemerataan. Jadi, bagaimana membangun bersama-sama dengan asas kekeluargaan, itu kan pilar ekonomi kerakyatan,” papar dia.

Menurut Awan, ketidakmerataan saat ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tidak demokratis. Kegiatan produksi tidak terdistribusi secara merata sehingga mengakibatkan kesenjangan ekonomi.

“Karena itu, untuk mengatasi kesenjangan ya kembali ke konsep awal, mengembangkan politik ekonomi yang berorientasi pada kerakyatan, yaitu ekonomi kerakyatan,” kata dia. Sayangnya, lanjut dia, meskipun sudah ada arah pembangunan menuju kepada ekonomi kerakyatan, tetapi belum signifikan. ahm/WP

What do you think?

Written by Julliana Elora

KLHK amankan tiga kontainer kayu ilegal di Riau

Ini Trik Diet dengan Cara Makan 7 Kali Sehari, Turunkan Berat Badan Lebih Dari 30 Kg