in

Ada Apa dengan Porprov Sumbar?

Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) XIV/2016  Sumbar, telah bergulir sepekan lalu dengan Kota Padang selaku tuan rumah. Ini kedua kalinya Kota Bengkuang sebagai penyelenggara. Pertama kali Ibu Kota Provinsi Sumbar ini dipercaya sebagai tuan rumah ketika alek olahraga multievent terakbar Ranah Minang itu bernama Pekan Olahraga Daerah (Porda) pada tahun 1986 silam. 

Banyak yang berharap pelaksanaan Poprov kali ini jauh lebih baik dari event- event yang sama sebelumnya. Harapan tersebut agaknya tidak berlebihan. Di antara alasannya adalah; Padang sudah pernah menjadi tuan rumah sebelumnya.

Lalu, sebagai Ibu Kota Provinsi, Padang lebih memiliki sarana dan prasana pendukung yang komplit dibanding kabupaten/ kota lainnya di Sumbar. Namun kenyataan, banyak pihak yang menilai harapan itu jauh dari harapan. Setidaknya ada beberapa indikator yang menguatkan penilaian soal itu. 

Dimulai dari persiapan venue pertandingan, misalnya. Panitia Besar (PB) yang dibidani Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Padang terkesan overconvident. Banyaknya pilihan venue untuk pertandingan, membuat mereka terlena dan terkesan berleha-leha melakukan persiapan. Seakan-seakan semua venue sudah bisa langsung dipakai kalau pelaksanaan Porprov digelar besok hari. Ini tergambar dari panitia baru melakukan persiapan beberapa bulan mendekati hari pelaksanaan.

Namun kenyataannya, ternyata tidak segampang yang mereka bayangkan. Faktanya, mendekati hari H pelaksanaan, sejumlah venue ternyata belum siap. Venue atletik, misalnya. Hingga H-3 pelaksanaan, venue di Stadion H Agus Salim itu belum juga tuntas pengerjaannya. Akibatnya, cabang atletik yang merupakan induk cabang olahraga, nyaris batal dihelat. Beruntung, para pelaku olahraga atletik tidak rela cabang yang mereka bina batal dipertandingkan. Mereka terpaksa turun tangan ikut membereskan penyelesaian venue hingga H-1.

Hal serupa juga terjadi pada sejumlah venue cabor lainnya. Pelaksanaan panjat tebing terpaksa tertunda sampai dua hari, karena venue belum siap. Lalu, venue basket terpaksa dipindahkan ke lapangan HBT dan HTT. Sebab, lapangan basket yang dibangun panitia di GOR Haji Agus Salim, ternyata tidak bisa digunakan, karena tidak memenuhi standar. Konon, dalam pengerjaannya panitia tidak berkoordinasi samasekali dengan pihak Persatuan Basket Seluruh Indonesia (Perbasi), yang notabene memiliki kompeten terhadap itu. 

Jika pihak panitia tidak overconvident dan menganggap remeh, tentu mereka sudah menyiapkan venue sejak jauh-hari hari. Toh, penunjukan Kota Padang sebagai tuan rumah bukan sebulan dua bulan, tapi dua tahun sebelum pelaksanaan Porprov.  Wali Kota Padang terlalu percaya dengan laporan para stafnya yang selalu memberi laporan ‘Siap pak. Semua beres, aman dan terkendali Pak’.

“Kami, Pessel yang saat dipercaya sebagai tuan rumah Porda VIII/2002, sudah melakukan persiapan kurang lebih setahun lebih. Bahkan sejak setahun sebelumnya, sejumlah panitia harus rela tidur di meja kerja,” ujar Kepala Sekretariat Porda VIII/2002 Pessel, Darpius Indra.

Itu dari segi persiapan venue. Pro dan kontra berlanjut pada pemondokan anggota kontingen. Benar, sejak event ini pertama digelar, semua anggota kontingen diinapkan di sekolah-sekolah dan rumah penduduk setempat. Hanya saja, dengan kondisi Padang seperti sekarang ini, memakai sekolah-sekolah sudah tidak relevan lagi. Padang memiliki sejumlah hotel, wisma dan penginapan lainnya yang sanggup menampung peserta kontingen.

Lalu, sudahlah diinapkan di sekolah-sekolah, sosialisasi kepihak sekolah juga kurang. Pihak sekolah  baru diberitahu sekolah mereka digunakan beberapa saat jelang pelaksanaan Porprov. Akibatnya, pihak sekolah-sekolah yang dipakai untuk penginapan kontingen jadi kelabakan mempersiapkan bahan pelajaran kepada siswanya. Apalagi ujian semester sudah diambang pintu. Belum lagi, sudahlah mereka diliburkan, para siswa juga dibebankan menyumbang bantal dan kasur. Katanya sih, sukarela, tidak ada pamaksaan. Hmmm…

Kondisi sejumlah sekolah yang dijadikan tempat penginapan itu pun jauh dari kata layak. Bagi kontingen yang kurang mampu, para atletnya  harus  rela tidur beralasan tikar, bahkan berkasur kertas koran dan karton. Tidak hanya itu, kondisi mandi, cuci dan kakus (MCK) tidak memadai. Sehingga banyak atlet yang terpaksa tidak mandi, dan kesulitan untuk buang air besar.  

“Saat kami menjadi tuan rumah Porda VIII/2002 lalu, para atlet memang diinapkan di sekolah-sekolah, tapi kami menyediakan kasur lengkap dengan alasnya. Sehingga para atlet dari daerah tidak memikirkan kasur lagi,” aku Darpius Indra, yang saat Porda di Pessel tercatat sebagai Pengurus KONI Pessel.

Ketidakberesan juga terlihat saat upacara opening ceremony, 19 November pekan lalu. Terdapat beberapa hal yang tidak lazim pada upacara pembukaan yang penyelenggaraanya diserahkan kepada pihak event organizer (EO). Di antara kejanggalan itu, parade kontingen peserta, hanya diikuti 17 kabupaten/ kota.

Selain Padangpanjang yang memang memilih absen pada Porprov kali ini, Dharmasraya tidak mengirimkan satu wakil pun saat parade kontingen peserta. Lalu parade juga tidak para wasit/hakim/ juri. Setahu saya yang menjadi wartawan olahraga sejak 1993, sepanjang alek multiivent, baru kali inilah tanpa kehadiran kontingen peserta dan wasit/ hakim/ juri pada parade kontingen di opening ceremony. 

Ketidaklaziman ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Panitia Porprov harus meminta pertangungjawaban pihak EO, yang katanya dibayar sekitar Rp 2 miliar demi suksesnya acara seremoni tersebut. Kapan perlu, untuk konsekwensinya, potong sisa biaya kontrak mereka. Kalau tidak berani, patut dipertanyakan, jangan-jangan EO-nya milik orang-orang berpengaruh, baik itu dipemerintahan, atau dikepanitian. Tidak tahulah kita.

Lalu, Media Center Utama (MCU) yang memakai seretariat KNPI Sumbar di Kompleks GOR Haji Agus Salim Padang, tidak berfungsi sebagai mana diharapkan. Update data hasil pertandingan selalu terlambat diinformasikan petugas di pusat data Porprov tersebut. Padahal, update data hasil pertandingan tersebut paling dinanti-nanti para insan olahraga, terutama dari pemberitaan media masa keesokan harinya.

Ironisnya, para penanggung jawab dan petugas di MCU seakan menganggap itu hal biasa-biasa saja. Akibatnya, para wartawan yang bakal menyiarkan hasil pertandingan ke pembaca untuk besok harinya terpaksa harus menghimpun data secara manual dengan cara menghubungi penanggunggjawab kontingen satu persatu. Hal hasil, jelas data yang terdapat di MCU jauh berbeda dengan yang diperoleh masing-masing kontingen.

Padang Ekspres, termasuk saya pribadi yang menjadi penanggung jawab halaman olahraga di Koran ini setiap hari menerima telepon komplain dari para kontingen yang menyatakan perolehan medali mereka tidak sesuai. Bahkan, banyak diantaranya melampirkan foto-foto pengalungan medali yang mereka peroleh. “Kok begitu cara kerja petugas media center ya. Kasihan juga para wartawan kalau begini,” sesal sejumlah kontingen.

Kita berharap, kejadian-kejadian yang tidak diinginkan ini tidak terjadi pula pada pelaksanaan Porprov- Porprov berikutnya. Ini harus menjadi pelajaran berharga, terutama Kabupaten Padangpariaman, yang didaulat menjadi tuan rumah Porprov XV/2018. Piaman, julukan Padangpariaman, yang tidak memiliki venue sebanyak dan selengkap Padang , sudah harus memulai persiapan sejak sekarang.

Yakinlah, jika dilakukan sejak jauh-jauh hari, dan panitia mau menerima masukan positif dari pihak lain, bukan tidak mungkin Padangpariaman bisa lebih baik dari Kota Padang. Bukankah orang bijak kita berkata, ‘alam takambang jadikan guru’. Semoga. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

APBD Sumbar 2017 Rp 6,25 T

Bukittinggi Expo Resmi Dibuka