in

Bebasnya Mempolitisasi Agama

Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi bintang di acara Subuh Berjamaah di Masjid Al Azhar Jakarta Selatan, Minggu lalu. Di sana, Anies bicara integritas hingga program-programnya jika menang Pilkada Jakarta. Meski Anies mengakui adanya larangan berkampanye di tempat ibadah, toh ia tetap melakukannya.

Kampanye adalah kegiatan menawarkan visi misi dan program demi menggaet pemilih. Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Peraturan KPU melarang kampanye di tempat ibadah. Jika terjadi pelanggaran, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa memberikan teguran tertulis atau menghentikan kegiatan kampanye di sana. Namun, belum ada kabar Bawaslu Jakarta memberi peringatan terhadap tim kampanye pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno.

Itu baru satu. Lembaga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebut Bawaslu Jakarta selama ini lambat bekerja, kurang proaktif dan tidak tanggap menghadapi kasus-kasus pelanggaran pemilu yang banyak terjadi di Jakarta. Suara Bawaslu nyaris tak terdengar sebagai polisinya Pilkada – sekadar menunggu laporan dari warga. Padahal, Pilkada di DKI Jakarta merupakan barometer kualitas Pilkada secara nasional. Mungkin saja anggota Bawaslu ketakutan jika harus berhadapan dengan ormas yang kerap menggunakan dalih agama dan strategi mobilisasi massa untuk menekan pihak lain. Atau boleh jadi, karena masa tugas lima tahunan Bawaslu Jakarta berakhir tahun ini, sehingga semangat kerja berada di titik nadir. 

Politisasi agama atau penggunaan kemasan dan label agama untuk kegiatan politik praktis, terutama di Jakarta, saat ini sudah sangat terang benderang. Lembaga penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, mestinya lebih bergigi dan menegakkan aturan kampanye. 

What do you think?

Written by virgo

Hermann Tilke Tinjau Sirkuit MotoGP Palembang

Gajah di Aceh Diburu Sindikat