in

BTP, FOBA dan Maaf

Oleh: Muntasir Ramli*

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (BTP) hadir memenuhi undangan Panitia Maulid dan Pelantikan Pengurus Harian Wisma Mahasiswa Aceh – Found Oentok Bantuan Aceh (FOBA). Periode 2017-2018. Kehadiran BTP menuai kritikan masyarakat Aceh. Panitia dianggap kurang sensitif terhadap dinamika berkembang. Oleh sebab itu, Panitia Maulid telah meminta maaf secara terbuka.

Pelaksanaan Hari Besar Isalam (PHBI) sudah dilaksanakan puluhan tahun, dan menjadi agenda rutin tahunan di Wisma FOBA dari hasil “meu ripee” mahasiswa dan masyarakat Aceh. Selain kegiatan ramadhan, buka puasa dan sahur bersama selama sebulan penuh. Apabila, FOBA mengadakan kegiatan skala besar, hampir setiap tahun mengundang Gubernur Aceh dan Gubernur DKI Jakarta, serta para tamu istimewa Anak-anak yatim dari Panti Asuhan dan berbagai komunitas Masyarakat Aceh di Jakarta bahkan sampai ke Aceh.

Wisma FOBA didirikan tahun 1967, di atas lahan seluas 3000 meter memiliki bangunan setinggi dua lantai. Bangunan Wisma FOBA hampir “tutup usia”. Diapit oleh geudung – gedung pencakar langit, dan berada dikawasan strategis “segi tiga emas”, bisnis dan perkantoran di Jakarta Selatan. Melihat bangunan tidak layak huni, hanya tinggal menunggu waktu, sedikit hentakan keras, bangunan beserta penghuni diperkirakan akan rata dengan tanah.

Kehadiran pengambil kebijakan dari Pemerintah ke Wisma FOBA Aceh sangat penting, agar bisa meninjau langsung kondisi FOBA. Begitu pula kegiatan – kegiatan aktif penghuni membutuhkan support berbagai pihak. Mengingat, sudah beberapa kali proposal pembangunan FOBA diajukan kepada Pemerintah Aceh. Akan tetapi, tidak pernah direspon. Padahal Sekda Aceh saat ini, Drs. Dermawan, MM dan Menteri Agraria dan Tata Ruang / BPN, Dr. Sofyan Djalil, merupakan alumni Wisma FOBA memiliki power dalam mempengaruhi kebijakan.

Wisma FOBA, selain menjadi hunian Mahasiswa Aceh di Jakarta, juga menjadi tempat kajian ilmiah, sosial dan keagamaan. Seperti, pengajian rutin, tempat belajar bahasa asing, mendirikan TKA, TPA dan TQA. Kemudian menjadikan penghuni Wisma FOBA melekat dan ketal dengan nilai-nilai keislaman, dan mempertahankan shalat secara berjamaah 5 waktu. FOBA, bukan hanya dihuni oleh intektual dari kampus dari berbagai disiplin keilmuan. Akan tetapi, melahirkan sejumlah hafiz Al Qur’an, yang sedang menempuh studi Sarjana dan Pasca Sarjana dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta.

Wisma FOBA ikut berkontribusi dalam melahirkan ribuan alumni, dan telah menepati berbagai jabatan strategis, baik dalam pemerintahan maupun swasta dengan berbagai profesi keilmuan, mulai jabatan Anggota DPD/DPR RI, Gubernur sampai Menteri. Begitu pula jabatan strategis di BUMN dan lembaga – lembaga lainnya, baik di dalam maupun di luar negeri. Kemudian para alumni setelah selesai pendidikan. Menjadi “lupa” terhadap jasa Wisma FOBA.

Suara sebahagian alumni malah terdengar nyaring, ketika ikut melobi penghuni agar membenarkan, keinginan beberapa tokoh masyarakat Aceh di Jakarta, yang berkeinginan mengkomersilkan “tanah sumbangan” menjadi bungunan hotel berbintang. Akan tetapi, ditolak tegas oleh penghuni, karena dianggap tidak memiliki semangat dan cita-cita luhur seperti tujuan pendiri FOBA, yang ingin menjadikan Wisma FOBA sebagai Pusat Pendidikan Anak-anak Aceh di Jakarta. Kemudian suara alumni terdengar lagi, dan semakin “ganas” saat BTP hadir dan menginjak kaki pertama di Wisma FOBA.

Barangkali BTP dalam kapasitas sebagai Gubernur DKI Jakarta merasa “prihatin”, ketika melihat bangunan tua dihuni oleh mahasiswa. Akan tetapi, masih luput dari perhatian Pemerintah Aceh dan para alumni. Kemudian berwacana membangun menjadi tempat layak huni. Kehadiran BTP dipandang oleh sebahagian pihak berada dalam waktu dan taiming tidak tepat, karena sedang berlangsung Peringatan Hari Besar Islam.

Beredar foto BTP diruang makan dengan beberapa undangan dari masyarakat Aceh di Jakarta, dengan pesan simbolik “victoria” membuat serangan kepada panitia bagaikan bola liar. Seolah-olah, sudah terbentuk persepsi publik, bahwa Mahasiswa ikut mendukung BTP. Padahal, tidak benar. Kenyataan, BTP saat berada di ruang FOBA, tidak pernah berbicara persoalan politik. Apalagi, terkait urusan dukung mendukung dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua.

Kehadiran BTP, kemudian menjadi tamparan keras bagi kita semua termasuk Pemerintah Aceh. Setelah puluhan tahun FOBA didirikan dan Wisma FOBA mengadakan kegiatan Maulid. Gubernur Aceh sebagai pengambil kebijakan, tidak pernah hadir untuk memenuhi undangan. Bahkan Panitia terlihat sangat kaget, ketika Gubernur BTP hadir ketempat acara. Kebiasaan, undangan kepada Gubernur DKI Jakarta, diwakili oleh Bagian keagamaan dari Pemrov DKI Jakarta. Last minute, BTP hadir membuat tokoh Aceh dan Panitia kalangkabut.

Kepanikan Panitia, bukan tanpa alasan, karena saat rapat persiapan, dan menjelang finalisasi kegiatan Maulid. Sempat berkembang Isu, Anis Baswedan akan menghadiri acara Maulid, karena panitia juga ikut mengundang Anis. Saat acara Maulid sedang berlangsung, dan setelah pelantikan pengurus harian, mulai tampak sejumlah wartawan dan simpatisan Anis memasuki tempat acara. Tanpa diduga, malah BTP tersangka penista agama muncul dengan garang.

Beberapa orang meninggalkan tempat maulid, memilih menghadiri makan bersama Anis Baswedan ditempat berbeda. Kemudian ada pula tokoh masyarakat yang mengirim foto-foto jamuan makan kepada Panitia Maulid sebagai pesan simbolik mereka berada di pihak Anis. Sebahagian lagi menghujat sambil makan. “Setiap hujatan, satu persatu kepala ikan kerapu impor dari medan baru dan “kuah beulangong” dilahap habis. Dan tersisa, disediakan untuk dibawa pulang para undangan.

Ditengah suasana kegaduhan, Ketua Yayasan Wisma FOBA. Bapak. Mayjen TNI (Purn) Sulaiman AB, tadinya ingin meninggalkan tempat acara. Setelah mendapat confirmasi Panitia, bahwa BTP diundang resmi dalam kapasitas sebagai Gubernur DKI Jakarta. Mantan Dandenpomad tersebut terlihat berjiwa besar. Barangkali setelah berfikir dan merenung dengan pertimbangan, bahwa setiap tamu telah diundang, terlepas dari apapun masalah, harus diterima sesuai tradisi “peumulia jamee”.

Kehadiran BTP tidak berpengaruh terhadap komitmen Masyarakat Aceh, yang menghendaki tersangka penista agama tetap dihukum, serta mendukung penuh pemimpin muslim di DKI Jakarta sesuai perintah agama. Dan BTP sendiri, tidak berbicara terkait persoalan politik. Walaupun demikian, badai hujatan dan serangan kepada panitia, hampir melampaui kekuasaan Allah Swt, sebagai penentu Syurga atau Neraka bagi hambaNya yang bersalah dan khilaf.

Panitia Maulid harus tetap kuat dan sabar serta berdo’a, agar diberikan kesabaran dalam menghadapi hujatan dari orang yang belum mengetahui duduk persoalan. Kejadian tersebut menjadi pembelajaran dan hikmah bagi kita semua, khususnya Panitia Maulid dan Pengurus baru Harian Wisma FOBA, agar dalam melaksanakan kegiatan, mampu membaca dinamika politik sedang berkembang, supaya setiap proses pengambilan keputusan, sudah mempertimbangkan aspek-aspek lain yang akan terjadi.

Melihat keikhlasan dan ketulusan Panitia Maulid Akbar FOBA dalam mempersiapkan kegiatan Maulid selama 3 (tiga) bulan dari hasil “meuripee” sungguh, tidaklah tepat. Apabila semua kesalahan ditimpakan kepada panitia. Kritikan semua pihak harus dijadikan multi vitamin. Selama vitamin tidak diubah menjadi racun yang mematikan semangat Mahasiswa dalam menghadirkan kegiatan-kegiatan positif dan bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara. Karena racun dan vitamin memiliki bentuk yang sama. Tetapi, memiliki fungsi berbeda.

*) Muntasir Ramli

Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia

Komentar

What do you think?

Written by virgo

Musrenbang Kecamatan Menteng Bahas 193 Usulan

41 Usulan Warga Kepulauan Seribu Selatan Dibahas di Musrenbang