in

Dari Peluncuran Buku Sari Lenggogeni

Jadi Panduan bagi Pemerintah Kembangkan Pariwisata 

Berbicara objek wisata dan kuliner, Sumbar jelas tidak kalah dibandingkan daerah-daerah lainnya. Namun dari segi fasilitas pendukung seperti infrastruktur dan pengemasan makanan tradisional, masih jauh tertinggal. Nah, buku karya Sari Lenggogeni ini layak dijadikan roadmap bagi pemerintah kabupaten/kota dalam mengembangkan pariwisata. Seperti apa?

Begitu banyak tempat-tempat menarik di Sumbar yang layak/ berpotensi dikembangkan menjadi lebih maju dari saat ini. Sebut saja, Bukittinggi, kawasan Mandeh dan Lembah Harau, serta beberapa destinasi wisata lainnya. Namun keelokan alam dan berbagai potensi yang dimiliki itu, tidak cukup untuk membuat pariwisata Sumbar berkembang pesat setara daerah lain, seperti Bali.

Direktur Tourism Development Centre Andalas University, Sari Lenggogeni mengatakan, perkembangan pariwisata Indonesia sebagai sektor unggulan pada program Nawacita di RPJMN 2016-2020, sejauh ini sudah berdampak pada euforia dan meningkatnya kesadaran peranan pariwisata di berbagai daerah.

Diikuti dengan peningkatan daya saing pariwisata Indonesia secara global yang mengalami peningkatan dari posisi ke 70 dari 141 negara, ke posisi 42 dari 136 negara dari tahun 2015-2017 melalui Travel and Tourism Competitiveness Index yang dikeluarkan World Economic Forum.

“Tentu perkembangan pariwisata ini tidak hanya mengejar target (parameter) secara kuantitatif (dari perspektif demand seperti jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara, length of stay, expenditure wisatawan) dan dari persepktif supply (investasi industri pariwisata dan anggaran pemerintah di sektor pariwisata di lintas K/L) yang tertuang melalui dalam Neraca Satelit Pariwisata Indonesia,” ujar Sari Lenggogeni dalam peluncuran bukunya di Pangeran Beach Hotel, tadi malam (13/11)
Tetapi, lanjutnya, juga harus mampu mengimbangi fenomena global yang tidak bisa dihindari tersebut. Terutama, guna mendukung Suistainable Tourism Development sebagai hasil World Summit on Sustainable Development di Johannesburg tahun 2002.

Pada tatanan pariwisata di level provinsi, masih banyak muncul permasalahan mendasar. Di balik meningkatnya peranan partisipasi komunitas di berbagai daerah dari seluruh stakeholders pariwisata, penyusunan perencanaan destinasi dan pengelolaan sepatutnya berbasis “ultimate experience”. Di mana, desain pasar dan strategi pemasaran yang masih mesti menyesuaikan pada destinasi utama, serta tren berlaku, pola pemberdayaan masyarakat pariwisata. Hal ini diukur melalui target parameter pariwisata masing-masing daerah, ditinjau dari perspektif demand dan supply tadi.

Untuk merespons tantangan dinamika perkembangan pariwisata tersebut, diperlukan penyebarluasan pemikiran dan kajian terkait kepariwisataan dari lintas ilmu, serta sektor pendukung kebudayaan dan ekonomi kreatif. Hal ini sebagai bagian dari pentahelix (akademis, bisnis, government, community dan media).

“Kami Pusat Studi Pariwisata Universitas Andalas (Tourism Development Centre Andalas University) mencoba menggagas lahirnya buku ini. Melalui himpunan permasalahan dan masukan ditinjau dari beberapa persepktif ilmu,” jelasnya dalam acara yang turut dihadiri Asisten Deputi Segmen Pasar Personal Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, Raseno Arya, Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit, Rektor Unand, Tafdil Husni dan sejumlah praktisi wisata.

Dalam kesempatan sama, Asisten Deputi Segmen Pasar Personal Kementerian Pariwisata Republik Indonesia, Raseno Arya, mengakui bahwa sejumlah daerah di Sumbar ini sangat berpotensi untuk menjadi destinasi favorit wisatawan domestik maupun mancanegara. Namun, kesiapan sejumlah kabupaten/kota dalam mengembangkan pariwisata masih jauh dari yang diharapkan. Padahal, persaingan di dunia pariwisata saat ini tidak hanya antar negara lagi melainkan sudah masuk pada tataran antar daerah.

“Tahun ini target wisatawan mancanegara mencapai Rp 15 juta. Ditargetkan tahun 2019 sudah Rp 20 juta. Di Bali saja, setiap tahunnya perputaran uang mencapai Rp 60 triliun setiap tahun. Dan jika dihitung per hari, sebanyak Rp 120 miliar uang beredar di sana. Nah, di Sumbar sendiri bagaimana? Jawabannya ternyata masih jauh sekali dari capaian tersebut,” katanya.

Tidak hanya dari infrastruktur dan fasilitas pendukung lainnya, pengemasan makanan tradisional asli Minangkabau ini, juga masih kalah jauh dengan daerah-daerah lain. Bahkan, hampir seluruh makanan tradisional Minangkabau kecuali rendang, belum dikemas, serta diolah secara optimal. Lain halnya dengan makanan tradisional daerah lain, seperti serabi bandung. Makanan tersebut mampu diolah dan dikemas secara modern, sehingga wisatawan lokal maupun mancanegara menjadi penasaran dan ingin membelinya.

“Cobalah lihat makanan tradisional lain seperti lompong sagu dan bika, dari dulu sampai sekarang masih seperti itu. Dan tempat menjualnya kurang representatif bagi wisatawan luar. Hal demikian harus menjadi perhatian dan fokus kita, agar makanan tradisional ini kembali terangkat. Sehingga, berdampak positif terhadap perekonomian Sumbar,” pungkasnya. 

Dalam buku berjudul “CREATourism Mendukung Kepariwisataan, Kebudayaan dan Ekonomi Kreatif yang Berkelanjutan” itu, sejumlah akademisi turut terlibat. Antara lain, Prof Elfindri selaku editor. Dan tim penulis antara lain, Prof Reni Mayerni, Dr Hafiz Rahman, Dr Ratni Prima Lita, Dr Donard Gomes, Ferdinal, Bahren, Dr Akhmad Suraji, Yervi dan Sari Lenggogeni sendiri.

Lalu, sejumlah pihak terkait turut memberikan dukungannya. Seperti, Menteri Pariwisata RI Arief Yahya yang telah memberikan dukungan kepada Tourism Development Centre Andalas University untuk melakukan program pengembangan gagasan pariwista melalui buku CreaTOURISM. Lalu, ada sejumlah perusahaan BUMN yang telah berdedikasi pada pengembangan pariwisata Sumbar di antaranya, Rahmad Hidayat selaku pimpinan wilayah Bank Negara Indonesia wilayah Sumbagut.

Lalu, Bambang GM Perusahaan Listrik Nasional wilayah Sumbar, PT Semen Padang dan Benny Wendri, Yosdian selaku GM Mitra Kerinci / LIKI, BNI Syariah. Kemudian, sejumlah pimpinan dan akedemisi dari Unand turut memberikan sumbangsihnya terhadap hadirnya buku tersebut. Antara lain, Rektor Universitas Andalas, Prof Tafdil Husni, Prof Helmi, Prof Werry Dharta Taifur, Prof Reni Mayerni, serta sejumlah akademisi lainnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

BERITAPAGI – Selasa, 14 November 2017

Merampok di Rokanhulu, Tiga Perampok Ditangkap di Padang