in

Desak Penerapan UU Simbur Cahaya

Palembang, BP

BP/DUDY OSKANDAR
KUNJUNGAN-Suasana studi lapangan di situs komplek makam Gede Ing Suro, Selasa (28/3).

Pengurus Wilayah (PW) Sumatera Selatan (Sumsel) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (Kammi) dalam rangka kegiatan latihan kepemimpinan nasional (Dauroh Marhalah III) yang akan dilaksanakan tanggal 25-30 Maret 2017, dalam rangka membangun pemahaman tentang konsep kepemimpinan dan strategi pengembangan Islam, menggelar studi lapangan di Kampung Al Munawar dan situs komplek makam Gede Ing Suro, Selasa (28/3).

Sekretaris Masyarakat Sejarawan Indonesia (MPI) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang menjadi pemateri Kemas AR Panji, SPd, MSi, memastikan Undang-Undang (UU) simbur cahaya yang dikarang oleh Ratu Sinuhun bisa dihidupkan kembali untuk era saat ini.

“Secara prinsip bisa di hidupkan dan perlu pembenahan terutama dari isi. Dulu dendanya 1 ringgit, 2 ringgit untuk diterapkan sekarang tidak mungkin. Mungkin diubah 1 ringgit dikompersikan Rp1 Juta misalnya,” katanya.

Untuk menghidupkan Undang-Undang Simbur Cahaya menurutnya, bisa untuk saat ini namun semangatnya juga diambil karena sebagian sudah tidak terpakai di daerah-daerah.

“Dan lembaga-lembaga adat itu harus dihidupkan serentak di seluruh Sumsel, karena kita tidak punya lagi marga karena sudah dihapuskan. Untuk menghidupkan itu bisa dihidupkan lagi atau hidupkan lembaga adat,” tambahnya.

Dan tidak semua masalah hukum semuanya ditangani polisi, cukup hal-hal berkaitan sosial masyarakat diselesaikan lembaga adat seperti ada perselisihan antara si A dan si B di kampung cukup ketua kampung atau lembaga adat menyelesaikannya.

“Permasalahan sosial tidak harus diselesaikan ke polisi, kalau polisi ranahnya ke hukum yang ujungnya pidana,“ katanya sembari mengatakan yang hadir puluhan mahasiswa yang berasal dari Sumsel, Jambi, Lampung, Surabaya.

Sedangkan Kitab Simbur Cahaya merupakan kitab Undang-Undang Hukum Adat, yang merupakan perpaduan antara hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumsel dengan ajaran Islam. Kitab ini diyakini sebagai bentuk Undang-Undang tertulis berlandaskan syariat Islam, yang pertama kali diterapkan bagi masyarakat Nusantara.

Kitab Simbur Cahaya, ditulis oleh Ratu Sinuhun yang merupakan isteri penguasa Palembang, Pangeran Sido Ing Kenayan (1636 – 1642 M). Kitab ini terdiri atas 5 bab, yang membentuk pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatra Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki.

Pada perkembangan selanjutnya, ketika Palembang berhasil dikuasai Kolonial Belanda. Sistem kelembagaan adat masih dilaksanakan seperti sediakala, yaitu dengan mengacu kepada Undang Undang Simbur Cahaya, dengan beberapa penghapusan dan penambahan aturan yang dibuat resident.

#osk

What do you think?

Written by virgo

Angin puting beliung rusak belasan rumah

Asperindo Minta Perizinan Dipermudah