in

Di Era Pemerintahan Digital, Wawasan Kebangsaan Sangat Penting

JAKARTA – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengatakan selain kebijakan yang sifatnya substansial seperti program reformasi birokrasi, keberhasilan pembangunan nasional juga dipengaruhi oleh sikap dan cara pandang bangsa Indonesia dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

“Konsep inilah yang kita kenal dengan istilah wawasan kebangsaan,” kata Tjahjo di acara Forum Pencanangan Aksi Reformasi Birokrasi PPATK Tahun 2021, di Jakarta, Selasa (19/1).

Menurut Tjahjo, di era pemerintahan yang serba digital serta penuh dengan keterbukaan informasi ini, wawasan kebangsaan menjadi hal wajib yang perlu dimiliki oleh setiap warga negara. Termasuk para birokrat.

“Karena pada hakekatnya, wawasan kebangsaan dipandang sebagai wujud keutuhan nasional, dalam pengertian cara pandang yang utuh menyeluruh demi kepentingan nasional,” katanya.

Maka, kata dia, dengan demikian, setiap warga negara dan aparatur negara wajib berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa. Tentunya dengan tetap berpedoman teguh pada falsafah dan nilai-nilai Pancasila maupun konstitusi atau UUD 1945. 

Menteri Tjahjo juga mengurai jalan panjang reformasi birokrasi di Indonesia dengan sejumlah permasalahan serta tantangannya. Gagasan mengenai konsep reformasi birokrasi di Indonesia dilatarbelakangi adanya krisis multidimensi yang melanda Indonesia pada tahun 1997.

Diawali dengan jatuhnya perekonomian nasional sampai ke titik terendah yang menjadi pemicu sekaligus pendorong bagi bangsa  Indonesia untuk melakukan pembenahan di segala bidang, dimulai pada sektor ekonomi, hukum, dan politik. “Kemudian menyusul perbaikan terhadap penyelenggaraan pemerintahan atau reformasi birokrasi,” ujarnya.

Secara normatif,  lanjut Menteri Tjahjo, kebijakan reformasi  birokrasi pada kementerian atau lembaga maupun pemerintah daerah mulai konsisten diterapkan pasca terbitnya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB) 2010-2025. Namun dalam kurun waktu sepuluh tahun sejak diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tersebut, realitanya menunjukkan pelaksanaan reformasi birokrasi masih jauh dari kata selesai.

“Saat ini pelaksanaan reformasi birokrasi telah memasuki siklus lima tahunan yang ketiga atau fase ketiga sesuai dengan grand design reformasi birokrasi sebagaimana ditetapkan dalam Perpres Nomor 81 Tahun 2010,” katanya.

Namun, kata dia,  tidak dapat dipungkiri bahwa selama dua periode  pelaksanaan road map reformasi birokrasi sebelumnya yaitu Road Map 2010-2014 dan Road Map 2015-2019, stigma masyarakat yang menganggap birokrasi pemerintah sebagai birokrasi yang tambun dan berbelit-belit, tidak profesional, inefisien, boros, serta marak terjadi KKN, masih tetap ada. Ini terkonfirmasi oleh laporan tahunan yang dikeluarkan oleh World Economic Forumdalam Global Competitiveness Index (GCI) Report 2019, di mana indeks daya saing global Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 45 menjadi peringkat 50 dari total 141 negara di dunia dengan skor total yaitu 65. 

“Dalam laporan GCI Report 2019 tersebut, peringkat Indonesia masih jauh di bawah beberapa negara ASEAN seperti Singapura (peringkat pertama), Malaysia (peringkat 27), dan Thailand (peringkat 40),” ungkapnya.

Kata Tjahjo, terdapat 12 indikator penilaian dalam GCI tersebut. Salah satunya yaitu indikator institusi yang di dalamnya terdapat penilaian terhadap aspek-aspek yang memiliki keterkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan yaitu kinerja sektor publik, transparansi, checks and balances, maupun orientasi pemerintah ke depan. Terhadap keempat aspek tersebut, Indonesia masing-masing ada di peringkat 54, 77, 39, dan 68. 

“Hal ini tentu saja masih perlu dilakukan banyak perbaikan apabila kita ingin mengejar ketertinggalan dari Malaysia, Thailand, bahkan Singapura,” ujarnya.

Kondisi ini tentu saja, lanjut Tjahjo, menjadi ‘pekerjaan rumah’ yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Merespon itu, Presiden Joko Widodo bersama dengan  Wakil Presiden Ma’ruf Amin telah menetapkan Visi dan Misi untuk Indonesia Maju tahun 2020-2024 yang salah satu poinnya yaitu pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya. Selanjutnya visi  dan misi tersebut diterjemahkan ke dalam 7 agenda pembangunan nasional. 

“Sesuai dengan dokumen perencanaan (RPJMN) 2020-2024, reformasi birokrasi dan tata kelola menjadi isu penting dalam pencapaian agenda pembangunan yang ketujuh, yaitu penguatan stabilitas politik, hukum, pertahanan, dan keamanan (polhukhankam) serta transformasi pelayanan publik,” katanya.

Maka, dengan demikian,  menurut Tjahjo, pelaksanaan reformasi birokrasi pada dasarnya telah memiliki seperangkat kebijakan yang lengkap.  Oleh karena itu, komitmen dan upaya implementasinya secara konsisten menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi. 

“Reformasi birokrasi dan tata kelola pada hakikatnya merupakan upaya pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek kelembagaan yaitu terkait dengan masih adanya tumpang tindih tugas dan fungsi antar lembaga, aspek ketatalaksanaan mengenai bagaimana proses kerja yang ada dalam organisasi mampu menjadi guidance dalam pencapaian tujuan organisasi,” urainya.

Kemudian, kata dia,  aspek sumber daya manusia aparatur terkait dengan profesionalitas ASN. Lalu, aspek pelayanan publik berkenaan dengan masih rendahnya tingkat kepuasan masyarakat yang ditandai dengan masih tingginya tingkat pengaduan masyarakat. Dan  yang terakhir yaitu aspek akuntabilitas yang  ditandai dengan masih terdapat permasalahan sistem pengendalian internal dan masih tingginya tindak pidana korupsi. ags/N-3

What do you think?

Written by Julliana Elora

Inafis Cek CCTV Bandara untuk Identifikasi Korban

Terlalu Lama di Rumah Saja