in

Investor Hindari Risiko, Rupiah Kembali Melemah

Devaluasi yuan dipandang investor sebagai sinyal peningkatan risiko investasi sehingga pemodal akan mencari aset-aset yang paling aman.

JAKARTA – Bank sentral Tiongkok atau People’s Bank of China (PBOC), Selasa (6/8), mengatakan keputusan Washington memberi label Beijing sebagai manipulator mata uang akan sangat merusak tatanan keuangan inter­nasional dan menyebabkan kekacauan di pa­sar keuangan. Ini merupakan tanggapan resmi pertama Tiongkok terkait tuduhan Amerika Serikat (AS) tersebut.

Sementara itu, bursa Asia pada Selasa um­umnya dilanda aksi jual sehingga melemah mengikuti penutupan bursa AS, Senin (5/8) malam. Pelemahan di bursa AS dan Asia itu terjadi setelah Tiongkok membiarkan mata uangnya melemah di atas level 7 yuan per dol­lar AS dan menghentikan pembelian produk pertanian AS. Di tengah-tengah memanasnya tensi perang dagang, investor dinilai menghin­dari aset berisiko di pasar negara berkembang termasuk Indonesia.

Di pasar uang, mata uang Asia kemarin di­tutup bervariasi. Sejumlah mata uang yang me­nguat antara lain, yuan Tiongkok, dollar Singa­pura, dan dollar Hong Kong. Sebaliknya, ringgit Malaysia, rupee India, dan yen Jepang, serta ru­piah termasuk yang melemah.

Mata uang RI itu pada Selasa kembali terdepr­esiasi, meskipun Bank Indonesia melakukan in­tervensi melalui pasar Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF). Rupiah ditutup di level 14.276 rupiah per dollar AS, atau melemah 22 poin (0,15 persen) dari penutupan hari sebelumnya. Pada awal perdagangan rupiah sempat menyentuh titik terendah di 14.358 rupiah per dollar AS. Menanggapi pergerakan rupiah, ekonom Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan de­valuasi yuan dipandang investor sebagai sinyal peningkatan risiko investasi sehingga pemodal akan mencari aset-aset yang paling aman. Aki­batnya, sentimen pasar yang menguat adalah risk-averse atau penghindaran risiko.

“Berdasarkan data historis, pelemahan nilai tukar yuan Tiongkok akan ikut menyeret pele­mahan nilai mata uang lainnya, terutama mata uang negara berkembang. Hal ini disebabkan bahwa usaha Tiongkok melemahkan mata uangnya sendiri dipandang sebagai retaliasi perang dagang,” ujar Josua.

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, menam­bahkan depresiasi yuan membuat harga ba­rang ekspor dari Tiongkok semakin murah di pasar global dan itu akan memukul ekspor In­donesia. Padahal, Indonesia sedang berupaya keras meningkatkan kinerja ekspor untuk membenahi defisit transaksi berjalan.

Di sisi lain, lanjut Bhima, harga barang eks­por Tiongkok yang semakin murah, akan mem­buat impor Indonesia dari Negara Panda itu semakin meningkat. Indonesia bisa kebanjiran barang impor murah dari Tiongkok. Ini yang harus diantisipasi.

“Masa depan perang dagang semakin tidak pasti. Indonesia terdampak dari sisi ekspor dan impor sekaligus. Ekspor (Indonesia) ke AS dan Tiongkok melambat, sementara produk Tiong­kok yang murah karena devaluasi yuan akan menyerbu Indonesia dan membuat defisit per­dagangan melebar,” tukas dia.

Tanggapan Resmi

Bank sentral Tiongkok dalam tanggapan resmi terkait tudingan AS sebagai manipulator mata uang, juga menilai keputusan Washing­ton untuk meningkatkan ketegangan mata uang pada Senin itu akan mencegah pemulih­an ekonomi dan perdagangan global.

Hal itu dikatakan PBOC merespons tembak­an terbaru AS dalam perang dagang. “Tiongkok belum menggunakan dan tidak akan meng­gunakan nilai tukar sebagai alat untuk mena­ngani sengketa perdagangan,” kata bank sentral Tiongkok dalam sebuah pernyataan di situsnya.

“Tiongkok menyarankan AS untuk mengen­dalikan kudanya sebelum masuk jurang, dan waspada akan kesalahannya, serta berbalik dari jalan yang salah,” lanjut pernyataan PBOC.

Sebelumnya dikabarkan, tensi perang da­gang antara AS-Tiongkok yang telah ber­langsung selama setahun semakin mendidih setelah Washington menyebut Beijing me­manipulasi mata uangnya, tak lama setelah Tiongkok membiarkan yuan jatuh ke titik te­rendah dalam lebih dari satu dekade.

Pelabelan manipulator mata uang oleh Men­teri Keuangan AS, Steven Mnuchin, itu memulai proses formal negosiasi bilateral antara dua eko­nomi terbesar di dunia itu, sekaligus memenuhi janji Presiden AS, Donald Trump, dalam masa kampanyenya. “Sebagai hasil dari tekad ini, Men­teri Mnuchin akan terlibat dengan IMF (Dana Moneter Internasional) untuk menghilangkan keunggulan kompetitif tidak adil yang diciptakan oleh tindakan terbaru Tiongkok,” kata Departe­men Keuangan AS. SB/AFP/Ant/ers/WP

What do you think?

Written by Julliana Elora

PLN Alokasikan Dana Kompensasi “Blackout” 839 Miliar Rupiah

Kecintaan Mbah Moen kepada Mekah yang Jadi Persemayaman Terakhir