in

Kenalkan ITX, Dispar DKI Kumpulkan Industri Pariwisata

JAKARTA – Go Digital yang terus diviralkan Kemenpar RI ke semua level industri, kian menemukan bentuknya. Kamis, 17 November 2016, sedikitnya 150 industri yang bergerak di sektor pariwisata di Jakarta dikumpulkan di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan. Asisten Deputi Gubernur Bidang Pariwisata, Eldi Andi saat membuka workshop digitalisasi industri pariwisata DKI itu mengakui 63% orang searching destinasi wisata melalui online service.

“Dalam 10 tahun terakhir, era digital semakin terasa merasuk di semua sendi kehidupan masyarakat. Kalau tidak ikut berteknologi digital, kita akan semakin jauh tertinggal dengan negara lain,” sebut Eldi yang mengenakan baju putih dengan lipatan sarung di leher ala Betawi itu.

Dia juga meyakini, sektor pariwisata berdampak signifikan ekonomi masyarakat. Karena itu Pemprov DKI terus memperkuat infrastruktur transportasi, melalui MRT, LRT, Trans Jakarta, normalisasi sungai, menyempurnakan pompa air, memperindah waduk, agar membuat wisatawan lebih mudah, lebih nyaman, dan lebih aman.

Stafsus Menpar Bidang IT, Samsriyono Nugroho dalam forum itu memaparkan konsep besar Go Digital yang digagas Menpar Arief Yahya. Dia menjelaskan soal dashboad M-17, digital intelijen Kemenpar yang sudah mampu membaca trend perbincangan netizen, sentimen para travellers, dan melihat pergerakan mereka secara digital. M-17 juga bisa mendeteksi minat mereka sejak searching melalui jejaring media sosial.

Meminjam istilah Menpar Arief Yahya, bahwa digital sudah menjadi lifestyle. Digital sudah menjadi basic need, kebutuhan pokok, yang tidak mungkin orang bisa hidup tanpanya. Ini bukan judul lagu, ini suasana yang terjadi saat ini. “More digital, more personal, more digital, more global, more digital more professional,” kata Sam Nugroho.

Soal devisa, Menpar Arief Yahya memang sudah menyampaikan di berbagai forum,  hanya sektor pariwisata yang mampu menyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah, murah dan cepat. “Soal PDB, pariwisata menyumbang 10% PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN. Selama ini kita itu angkanya selalu buruk, di pariwisata ini kita menemukan angka terbaik di regional!” katanya.

Kedua, PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8% dengan trend naik sampai 6,9%, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan. Ketiga, devisa pariwisata USD 1 Juta, menghasilkan PDB USD 1,7 Juta atau 170%. Itu terbilang tertinggi dibanding industri lainnya. “Jadi kalau selama ini orang mengkategorikan industry itu menjadi migas dan non migas, maka kelak industry itu akan menjadi pariwisata dan non pariwisata,” kata Arief.

Lagi-lagi soal devisa? Pariwisata masih berada di posisi ke-4 penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3% dibandingkan industri lainnya. Tapi, pertumbuhan devisa pariwisata itu tertinggi, 13%. Industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang pertumbuhannya negatif. “Ini penting: Biaya marketing yang diperlukan hanya 2% dari proyeksi devisa yang dihasilkan,” katanya.

Dalam hal tenaga kerja, Pariwisata penyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, 8,4% nasional dan urutan ke-4 dari seluruh sektor industri. Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30% dalam waktu 5 tahun. “Karena itu menggenjot pariwisata itu menyelesaikan banyak persoalan negara,” kata Sam Nugroho menggaris bawahi statemen Menpar Arief Yahya.

Di forum itu, juga tampil Don Kardono, Stafsus Menpar Bidang Media. Dia mengupas sosmed marketing, menggunakan media sosial untuk mempromosikan potensi pariwisata kita, dari nature, culture dan manmade. “Jakarta itu paling banyak punya event internasional, dari MICE, sport events, festival, showbiz, dan lainnya. Ke depan, Website dispar DKI harus sudah punya calender of event selama setahun penuh, yang diupload dan tidak bergeser tanggal, sehingga bisa dimasukkan dalam strategi promosi DOT. Destinasi Originasi dan Timeline,” kata Don Kardono.

Safu sesi lagi yang merupakan gong digitalisasi industri itu adalah Digital Market Place (DMP), yang dinamai ITX, Indonesia Travel X-change. Samsriyono menjelaskan di era digital, industri juga harus bisa bersaing mengikuti kemauan zaman. Online Travel atau biasa disebut OTA semakin gencar ke semua sektor, baik di  transportasi, telekomunikasi termasuk di tourism. “Karena itulah Kemenpar membangun digital market place ini untuk mensupport industri agar bisa bersaing di level global,” kata Sam.

ITX Indonesia Travel Xchange, adalah platform yang mempertemukan suplay dan demand, dan langsung bisa bertransaksi dari searching, booking sampai payment. Lebih gamblang, Claudia Ingkiriwang, Ketua Probis ITX, Sigma mendetailkan bahwa ITX itu bukanlah OTA, seperti Traveloka atau Agoda. ITX bukan pelaku bisnis pariwisata, bukan penjual tiket ataupun pembuat paket wisata. “Kami ini murni IT, bergerak di teknologi, jadi jangan khawatir, kami netral,” kata Claudi.

“ITX ini hanya mesin untuk mempertautkan customers atau traveller yang hendak berwisata ke Indonesia dengan induatrinya. Ada accomodation, airlines, dan attraction. Dari searching sampai payment di digital, tidak lagi transfer, bayar via ATM, apalagi teller di bank? Juga tidak perlu komunikasi telepon, karena bisa booking dan security pembayarannya aman,” kata Claudia.

Para pelaku industri itu mendapatkan template website, booking syatem sampai payment sistem secara gratis. Kalau harus membuat sendiri, bisa sampai 300-400 juta sendiri. “Di ITX free, bahkan di asistensi sampai bisa menampilkan paket-paket menarik melalui website itu, yang bisa diakses dari seluruh penjuru dunia,” katanya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Efisiensi dalam Membuat Sarapan

Porprov Ditabuh, Opening Telan Rp 2 M