in

Konsumen Untung, Produsen Buntung

Ramadan dan Idul Fitri telah berlalu. Menoleh ke belakang, merekam jejak menjelang Ramadhan dan Lebaran tahun ini, menyisakan sekelumit cerita yang tidak semua orang tahu. 

Ramadhan dan Lebaran merupakan momen yang dirindukan umat Islam. Bulan ibadah yang sekaligus harapan berkumpul keluarga besar adalah waktu yang ditunggu-tunggu kedatangannya. Hanya saja kekhawatiran musiman juga muncul. Menjelang Ramadhan, tradisi masyarakat Minang memasak rendang. Kemudian, berbuka puasa dengan berbagai macam menu masakan. Lalu, menyambut Lebaran dengan sajian kue Lebaran. Kondisi tersebut menyebabkan kebutuhan beberapa bahan pokok meningkat. Kebutuhan akan beras, cabai, bawang, telur, daging sapi dan lainnya lebih banyak dibanding hari-hari lainnya. Peningkatan kebutuhan bahan pokok biasanya memancing kenaikan harga barang tersebut.

Kekhawatiran terjadinya kenaikan harga beberapa bahan pokok selama Ramadhan dan hari raya Idul Fitri pada tahun ini tidak terjadi. Fakta menarik yang ditemui di lapangan malah sebaliknya. Harga beberapa bahan pokok pada Ramadhan mengalami penurunan, Harga cabai merah menembus Rp 12.000 per kilogram. Sementara harga bawang merah Rp 18.000 kilogram (sumber: Padang Ekspres 12 Juni 2017; Harga Bahan Pangan Bikin Lega; Cabai dan Telur Merangkak Turun). Ada kenaikan harga menjelang hari Raya Idul Fitri tapi kenaikannya tidak mencolok (sumber: Padang Ekspres 19 Juni 2017; Harga Bahan Pangan Bikin Lega; Tak Ada Kenaikan Signifikan).

Keadaan ini tentunya sangat menguntungkan konsumen. Ibu-ibu rumah tangga bisa berlapang dada ketika belanja kebutuhan dapur. Mereka tidak perlu mengeluarkan “kocek” ekstra agar terpenuhi kebutuhannya. Bapak-bapak pun bisa berfikir lega untuk pemenuhan kebutuhan lainnya. Intinya para konsumen tidak terlalu terbebani dengan kebiasaan kenaikan harga kebutuhan bahan pangan yang melonjak naik saat menjelang puasa dan Lebaran.

Di sisi lain program kerja pemerintah terkesan berhasil karena bisa menekan angka inflasi. Inflasi bulan Juni 2017 berada pada angka 0,34 persen untuk kota Padang, dan 0,20 persen untuk Kota Bukittinggi. Angka ini lebih rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya pada periode Ramadhan dan Lebaran. Rendahnya inflasi bulan ini sangat dipengaruhi oleh penurunan harga pada kelompok pengeluaran bahan makanan. Pengalaman tahun-tahun sebelumnya, kenaikan harga beberapa komoditi pangan menjelang Ramadhan dan Lebaran biasanya menjadi pemicu inflasi.

Tidak demikian halnya dengan petani yang menghidupi keluarganya dari hasil panen cabai dan bawang. Di balik euforia konsumen dan pemerintah, ada pihak produsen yang terhenyak. Petani termenung. Hasil panen meningkat, tapi harga jual hasil pertaniannya murah. Jangankan meraih keuntungan, untuk menutupi modal usahanya saja tidak terpenuhi. Angan-angan meraih untung saat panen menjelang Ramadhan dan Lebaran seperti tahun-tahun sebelumnya sirna sudah. Rugi yang mereka alami di saat kebutuhan meningkat, sangatlah miris. Hal tersebut jauh dari harapan.

Keadaan ini tergambar dari Nilai Tukar Usaha Petani (NUTP) Sumatera Barat bulan Juni 2017 pada sektor tanaman pangan 99,87 dan sektor hortikultura 96,43, berada di bawah 100. Kondisi ini menggambarkan petani tidak memperoleh keuntungan, malah mengalami kerugian. Hal ini terjadi karena penurunan harga produsen jagung, kacang tanah dan gabah pada sektor tanaman pangan. Harga produsen cabai merah, rawit, wortel dan bawang mengalami penurunan harga pada sektor hortikultura. Sementara biaya penambahan barang modal meningkat.

Seperti dua sisi mata uang, itulah fenomena yang terjadi selama ini. Jika harga di tingkat konsumen turun, pembelilah yang untung, di sisi lainnya produsen yang rugi. Sebaliknya, jika harga di tingkat konsumen naik, produsenlah yang untung, di sisi lain pembelinya yang teriak.

Belajar dari pengalaman tahun ini, murahnya harga kebutuhan pokok sangat disukai konsumen. Inflasi terkendali pada bulan bersangkutan. Akan tetapi di satu sisi, petani mengalami kerugian. Perlu kejelian, ilmu dan taktik dari petani Sumatera Barat agar tetap memproduksi cabai maupun bawang dengan perencanaan yang matang sebelumnya. Di sisi lain dibutuhkan kajian lebih lanjut yang dituangkan dalam program pemerintah untuk menyikapi supaya petani tidak lagi mengalami kerugian.

Ke depan diharapkan ada sebuah sistem yang bisa mengatur dan menjadwalkan kapan petani tanam dan panen, sehingga tidak terjadi panen pada saat yang bersamaan. Penumpukan stok bisa dihindari, turunnya harga secara ekstrim tidak terjadi. Pemerintah diharapkan dapat mengendalikan harga barang modal seperti harga pupuk, pestisida, dan lain sebagainya dengan menetapkan pagu harganya. Selain itu pemerintah dan jajarannya dapat memfasilitasi pemasaran produk pertanian, sehingga jalur distribusi produk pertanian dari produsen ke konsumen bisa dipangkas. Harapan untuk masa yang akan datang, harga bahan pokok baik di tingkat produsen maupun di tingkat konsumen relatif stabil dan tidak ada yang merasa dirugikan. Konsumen untung dan produsen pun tidak buntung. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Indonesia, Turki, dan Demokrasi

Tunjangan Fungsional Guru Dihapus