in

Lebih Rp 500 M Mengendap

TAMBANG: Aktivitas ekspor bahan mentah biji bauksit, yang sedang dimuat ke kapal tongkang di kawasan Wacopek, Kecamatan Bintan Timur, beberapa tahun lalu. f-dokumen/tanjungpinang pos

Dana Reklamasi Pascatambang di Kepri

Era pertambangan meredup sejak larangan ekspor mineral mentah. Kini, di Hari Menanam Pohon Nasional hari ini, Senin (28/11), yang tersisa hanya ribuan hektare lahan terlantar. Dan, dana reklamasi sekitar Rp 500 miliar yang terperangkap di bank pelat merah milik Pemda.

Tanjungpinang – lokasi tambang yang dulunya terdengar sahut-sahutan suara raungan mesin alat berat kini tidak lagi terdengar. Lokasi itu sudah menjadi kubangan alias kolam raksasa yang terlantar setelah kulitnya dikeruk untuk diambil isi perutnya. Seperti lokasi ekstambang di Pulau Koyang dan Wacopek, yang berada di Pulau Bintan. Pantauan Tanjungpinang Pos, terlihat air yang mengenang di kubangan-kubangan ekstambang bauksit. Tiada lagi pepohonan rimbun, melainkan padang gersang yang luas.

Beberapa warga memanfaatkan kubangan ekstambang bauksit yang ditinggalkan perusahaan pertambangan menjadi keramba ikan. Beberapa lahan lagi dimanfaatkan sebagai objek wisata selfi-selfi. Namun banyak kubangan ekstambang bauksit yang tidak direklamasi. Padahal, dana reklamasi dari perusahaan tambang yang selama ini beroperasi di beberapa daerah di Kepri itu ada, dan di-simpan di bank.

Seorang sumber mengungkapkan, banyaknya angka dana jaminan yang mencapai angka triliun rupiah. Misalnya saja untuk Kota Tanjungpinang yang menembus angka Rp 30 miliar, untuk Bintan sekitar Rp 100 miliar, Lingga sekitar Rp 30 miliaran. Bahkan yang sedikit lebih ekstrim berada di Kabupaten Karimun dengan mengacu data tahun 2013 saja, di karimun sudah ada dana sebesar Rp 300 M.

”Saya yakin untuk di Kepri, tak kurang dari angka setengah triliun dana jaminan yang mengendap. Sebab acuannya dari per hektare lahan tidak ada yang berada di bawah Rp 50 juta, tinggal dikalikan saja berapa hektare lahan kita yang terpakai untuk pertambangan,” ujar sumber itu. Di Tanjungpinang sendiri, pantauan Tanjungpinang Pos, lahan-lahan ekstambang banyak dibuka untuk perumahan.

Kabid ESDM KP2KE Kota Tanjungpinang Zulhidayat menuturkan, dulu sekitar 1.000 hektare lahan di Kota Tanjungpinang digunakan oleh belasan perusahaan untuk kegiatan pengambilan bijih bauksit. Tahun 2003 itu, sekitar 13 perusahaan yang mengantongi izin. Berjalannya waktu, tinggal lima perusahaan yang masih mengantongi izin, selebihnya telah habis izinnya.

”Izin yang diberikan waktu itu beragam, ada yang cuma izinnya setahun, bahkan sampai 3 tahun,” sebutnya.

Sekarang, katanya, hanya satu perusahaan yang mengajukan perpanjangan izin kegiatan pertambangan. ”Lainnya sudah habis (izinnya, red),” katanya. Tapi, tidak dipungkirinya, belasan titik dimanfaatkan perorangan untuk kegiatan pertambangan. Luasnya lahan yang digunakan sekitar 500 meter per segi hingga 1 hektare. Diduga, hasil pertambangan itu, dijual ke perusahaan yang memiliki izin tambang.

Namun demikian, pihaknya tidak tinggal diam, dan tetap melakukan peneguran ke sejumlah pihak dimaksud. Karena, kegiatan yang mereka lakukan sudah melanggar UU Nomor 4 Tahun 2009.

”Kita sudah menegur, baik yang dilakukan perorangan maupun pihak perusahaan yang mengantongi izin tambang,” terang dia.

Sementara itu, ia mengungkapkan, dari 1.000 hektare (ha) lahan tambang yang digunakan waktu itu, baru 45 persen perusahaan yang melakukan reklamasi sesuai laporan di tahun 2013. Sedangkan, 55 persen lagi belum melakukan reklamasi.

”Kalau perusahaan tidak juga melakukan reklamasi, maka Pemko Tanjungpinang melalui pihak ketiga bisa menggunakan dana reklamasi yang tersimpan di BPR Bestari Tanjungpinang. Jumlahnya sekitar Rp 31 miliar,” sebutnya.

Sejauh ini, dikatakannya, sudah ada tiga perusahaan yang mengajukan ingin menggunakan dana reklamasi. Saat ini, pengajuan itu diproses di provinsi. ”Nanti Pemko Tanjungpinang dan Pemprov Kepri bisa melakukan MoU untuk menangani bersama dana jaminan reklamasi,” tuturnya.

Mengenai dana reklamasi yang didapat perusahaan juga, dijelaskannya, tidak sama. Misalnya perusahaan menggarap lahan seluas 10 hektare dan menjaminkan 10 juta. Ternyata perusahaan itu baru melakukan reklamasi di lapangan 50 persen, sehingga perusahaan hanya bisa mendapat Rp 5 juta.

”Sejauh ini belum ada yang memakai dana reklamasi, baru ada tiga saja yang mengajukannya,” tukasnya.

Sementara itu, dana reklamasi di Pulau Bintan yang disimpan di BPR Bintan sekitar Rp 100 miliar lebih. Ini diungkapkan Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Bintan, Umar Ali Rangkuti. Menurutnya, dana reklamasi sangat besar manfaatnya untuk mengembalikan lahan yang ta-dinya digunakan untuk kegiatan ekstambang bauksit.

”Bisa saja diizinkan, tapi kalau tidak sesuai peruntukannya, mubazir. Makanya harus dilihat sisi lingkungan hidupnya,” katanya.

Sementara itu, Komisi III DPRD Karimun belum melihat upaya perusahaan melakukan penanaman hutan kembali atau reboisasi di lahan ekstambang usai larangan ekspor bijih bauksit mentah.

”Sampai hari ini belum pernah kami mengetahui ada lahan ekstambang bauksit, lahan ekstimah, yang direboisasi usai kegiatan tambang,” kata anggota Komisi III DPRD Karimun, Ady Hermawan, Minggu (27/11).

Ia mencontohkan, ekstambang di Pulau Sebaik, Kecamatan Moro. Di sana, pulau itu nyaris hilang akibat penambangan bauksit beberapa tahun silam. Khawatirnya pulau itu hilang jika dibiarkan begitu saja tanpa ditanami pohon bakau.

Demikian pula lahan ekstambang di Pulau Kundur atau lahan eksbekas tambang timah dan beberapa pulau lainnya di Karimun yang dikeruk, baik untuk mengambil tanah uruk atau bijih bauksit.

Ia menegaskan, tidak ada alasan perusahaan untuk tidak melaksanakan reklamasi. Karena itu, merupakan tanggung jawab perusahaan setelah mengantongi izin dari pemerintah.
Pemerintah juga katanya, dapat melaksanakan reklamasi menggunakan dana jaminan pengelolaan lingkungan (DJPL) yang wajib disetorkan perusahaan ke pemerintah sebagai jaminan.

”Kami akan mempertanyakan hal ini kepada pemerintah berapa DJPL yang tersimpan di bank termasuk nama perusahaan yang memberikan DJPL ketika akan melaksanakan penambangan,” katanya.

”Kenapa sampai hari ini belum dilaksanakan. Karena itu kewajiban perusahaan usai melakukan penambangan,” tegasnya.

Memang, saat ini, penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) ditangani Pemprov Kepri. Namun demikian, tetap harus direboisasi kembali dan tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Kata Ady Hermawan, akibat penambangan bauksit, tanah uruk di Karimun beberapa pulau yang dulu kelihatan hijau kini terlihat kuning karena berubah menjadi lahan tambang.

”Hal ini tidak dapat dibiarkan terus menerus. Pemerintah harus bersikap tegas kepada pemilik izin yang membiarkan lahan ekstambang mereka ditinggal begitu saja usai beroperasi,” tegasnya.

Kadistamben Bintan Edy Yusri belum berhasil dihubungi. Demikian juga Kepala DPPKD Adi Prihantara. Kedua nomor pejabat Bintan itu tidak aktif.

Kasi Perizinan Distamben Provinsi Kepri Alfian memastikan belum ada satu pun perusahaan tambang di Kepri yang beroperasi, karena masih ada larangan ekspor hasil tambang mentah. Bahkan, hampir seluruh perusahaan yang izin tambangnya telah berakhir. ”Ada beberapa perusahaan yang mulai melakukan kegiatan pascatambang, namun tidak banyak,” jelasnya
Disinggung mengenai jaminan dana reklamasi dan izin pascatambang tidak lagi disimpan di bank pemerintah? Ia menambakan, dana itu disimpan di rekening perusahaan, namun jika ingin digunakan harus diketahui masing-masing kepala daerah.

”Disimpannya model qq perusahaan dan bupati atau wali kota. Bisa dibilang rekening bersama, jadi pencairannya atas berdasarkan persetujuan kepala daerah,” tambahnya.
Ia menegaskan, bukan dilimpahkan ke provinsi, walaupun menurut UU 23 thun 2014 mengatur bahwa segala aktivitas pertambangan menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi.

”Provinsi hanya mengawasi saja. Kewenangan ada di kita, tapi penempatan awalnya ada di daerah dan melalui persetujuan bupati atau wali kota,” jelasnya demikian. (Tim Redaksi) 

What do you think?

Written by virgo

Timnas Indonesia jamu Vietnam di Stadion Pakansari

Pro dan Kontra Netizen Tanggapi Revisi UU ITE