in

Memanfaatkan Gabus Bekas Untuk Dijadikan Hiasan Dinding

Klaten Kota-Bagi kebanyakan orang, barang-barang bekas adalah barang yang sudah tidak layak lagi untuk dipergunakan. Dan kebanyakan orang, barang-barang tersebut ada yang sudah dibuang dan ditempatkan di tempat sampah. Namun tidak bagi Sri Hastuti yang merupakan warga RT 03 RW IV Tegalanom, Klaten Jawa Tengah ini. Dia memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai tersebut, menjadi barang yang berguna.

Ya, Sri Hastuti atau yang akrab di sapa dengaan sapaan Tuti ini memanfaatkan gabus bekas untuk kerajinan tangan. Melalui media gabus tersebut, Tuti membuat hiasan dinding dengan beraneka ragam bentuk dan karakter. Gabus-gabus tersebut diambil dari gabus bekas alas pembelian kulkas, mesin cuci, alat-alat elektronik dan lain sebagainya. Dia memanfaatkan gabus-gabus yang tidak terpakai dan disulap menjadi benda yang bermanfaat, meskipun tidak semuanya berasal dari gabus bekas.

Awal mula dia merintis usaha tersebut, adalah pada saat hari Minggu Pagi dia bersama dengan suami dan anaknya mengisi waktu luang untuk berjalan jalan di moment Car Free Day (CFD) di sepanjang Jalan Pemuda Klaten. CFD tersebut dilaksanakan pada setiap hari Minggu Pagi yang di mulai sejak pukul 05.00 WIB sampai dengan pukul 09.00 WIB. Dan di tengah berjalan jalan itulah muncul ide untuk merintis usaha kerajinan tangan dari gabus.

“Ya awalnya setiap hari minggu pagi kita sekeluarga cuma jalan-jalan saja mengisi waktu luang. Tapi tidak terasa justru malah kita mengeluarkan banyak uang. Kemudian saya punya inisiatif untuk memanfaatkan CFD ini dengan bagaimana caranya bisa mendapatkan uang, bukan malah sebaliknya.” kata Tuti menceritakan bagaimana awalnya dia merintis usahanya ketika di temui pada saat dia tengah melayani pembeli (Minggu, 8/10/17).

Di tengah kesibukkannya melayani pembeli, Tuti masih bisa menyempatkan diri untuk menjawab pertanyaan dan menceritakan mengenai usahanya tersebut.

Menurut keterangan yang berhasil dihimpun, sambil berjalan jalan tersebut dia mulai mencari apa yang sekiranya menurut dia unik dan belum pernah ada di kota Klaten. Akhirnya munculah ide dan inisiatif untuk merintis usaha membuat kerajinan tangan berbentuk hiasan dinding dari bahan gabus yang tidak terpakai. Setelah mendapatkan bahan yang dia inginkan, dia segera memulai merintis usahanya. Berbagai macam karakter dan bentuk pun segera dia buat seperti hiasan dinding gantung yang bertuliskan nama, dan bingkai foto yang peminatnya rata-rata adalah anak-anak usia SD sampai dengan remaja.

Dengan modal awal yang tidak begitu besar yaitu Rp.200.000,- ini, dia bersama suaminya mulai merintis usaha kerajinan tangan yang diberi nama Gabus Bagus Craft. Menurutnya barang tersebut (gabus-red) hanya dibuang, dijual tidak laku dan hanya menambah tumpukan sampah dimasyarakat. Dia pun mencoba berkreasi, gabus-gabus tersebut dibuat kerajinan tangan yang bisa dipandang indah. Dan hasil karyanya tersebut, kemudian dia mencoba untuk menjualnya di moment CFD pada setiap hari Minggu pagi.

Dan terbukti berhasil, hasil karyanya laku keras dan laris manis. Dia meyakini hasil kreasinya tersebut, di Klaten belum pernah ada sama sekali. Bahkan dia juga meyakini jika di kota-kota lain pun juga belum pernah ada.

Merasa hasil karyanya laku keras terjual, dia pun semakin bersemangat untuk memproduksi lebih banyak lagi dengan berbagai macam karakter yang lebih komplit lagi.

“Alhamdulillah diawal merintis usaha gabus ini, ternyata berhasil laku terjual. Mungkin karena di Klaten belum pernah ada sama sekali dan mungkin di kota lain juga belum pernah ada. Ini membuat saya jadi lebih bersemangat untuk membuat lebih banyak lagi.” kata Tuti menceritakan dengan penuh semangat.

Seiring dengan berjalannya waktu, setelah berhasil menjual hiasan dinding dari gabus tersebut ternyata ada yang tertarik untuk memesan sebagai bahan untuk dekorasi ruangan. Ada yang memesan untuk dekorasi ruang rapat, dekorasi acara ulang tahun dan bahkan dekorasi untuk acara wisuda anak-anak TK.

“Kalau untuk harga tidak bisa dipatok, karena banyak jenisnya. Yang paling rendah ada yang Rp.2.500,- dan ada juga yang seharga Rp.500.000,-. Tapi kalau untuk dekorasi, tergantung banyaknya huruf dan luasnya yang mau di dekor serta gambar dan temanya itu apa saja saya baru bisa memberi harga.” kata Tuti menjelaskan ketika disinggung mengenai masalah harga penjualannya.

Selain itu dia bersama suaminya pernah mencoba untuk melebarkan sayap usahanya. Dia pernah menitipkan hasil karyanya pada toko-toko yang berada di Klaten, bahkan pernah juga di toko wilayah Yogyakarta. Namun dia bersama suaminya merasa kewalahan dan merasa tidak bisa memenuhi permintaan pesanan dari toko-toko tempat dia menitipkan hasil karyanya.

“Dulu hasil produksi ini pernah saya titipkan juga di 3 toko yang ada di Klaten dan 1 toko yang ada di Jogja. Kebetulan 1 toko yang ada di jogja itu punya 4 cabang.” jelasnya.

Alasan kenapa semua hasil karyanya yang dititipkan itu ditarik semua, itu karena dia mengakui bahwa dia tidak begitu pandai mengatur dan mengelola managementnya. Terlebih lagi karena dia tidak mempunyai ilmu management. Dan lagi untuk semua produksi kerajinan dari gabus tersebut, hanya dikerjakan berdua dengan suaminya dan tidak mempunyai karyawan.

Dia juga menjelaskan setelah menarik semuanya dari toko, dia hanya menjualnya di moment CFD dan menerima pesanan perorangan saja. Dan selain itu dia juga menggelar karyanya di Taman Kota Alun-Alun Klaten sebagai tempat yang merupakan pusat keramaian kota Klaten pada sore hingga malam hari.

Dirinya juga mengakui bahwa sempat memikirkan masalah hak paten hasil karyanya. Akan tetapi pikiran untuk mematenkan hasil karyanya tersebut harus pupus. Karena dia khawatir tidak sanggup membayar akan besarnya biaya yang dia keluarkan nantinya untuk mematenkan hasil karyanya.

Dia juga menceritakan bahwa dirinya sempat akan ditemui oleh wartawan dari sebuah media Jawa Tengah dan juga rekan-rekannya di sosial media. Akan tetapi ditolaknya. Karena dia merasa belum siap jika dia ditemui di rumahnya oleh wartawan dan juga rekan-rekan yang mengenalnya melalui sosial media. Dia merasa bahwa rumahnya berantakan karena banyaknya tumpukan-tumpukan gabus yang akan diproduksi, dan merasa khawatir jika diliput hasilnya nanti kurang baik.

Dari hasil memanfaatkan gabus bekas dan mengolahnya menjadi hiasan dinding dan lain sebagainya tersebut, dia bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya dan mampu membiayai sekolah anaknya yang saat ini tengah duduk dibangku SMP favorit di Klaten.

“Alhamdulillah hasilnya bisa untuk mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga sehari hari, dan bisa untuk membiayai sekolah anak kami di SMP sampai saat ini.” terangnya sambil menutup percakapan.(DS)

kamu juga bisa menulis karyamu di vebma,dibaca jutaan pengunjung,dan bisa menghasilkan juta rupiah setiap bulannya,

What do you think?

Written by Julliana Elora

Hari Ini, Pertanian Negara Termiskin di Dunia Ini Ternyata Lebih Baik dari Indonesia

Tujuh warga Kudus alami gejala MERS sepulang ibadah haji