in

Mengawal THR Buruh

“Ketika Aparatur Sipil Negara (ASN) bersiap untuk menerima Gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR), sebagian Buruh justru masih harus berjuang agar mendapatkan THR”. 

THR bagi buruh sudah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016. Dalam aturan tersebut, THR diartikan sebagai pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan berupa uang atau bentuk lain. Pembayaran THR dibayarkan pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan.

Kewajiban pembayaran THR diberikan minimal bagi buruh yang telah mempunyai masa kerja selama 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih. Jika sebelumnya Permenaker Nomor Per.04/Men/1994 mewajibkan pengusaha membayar THR kepada buruh dengan masa kerja 3 (tiga)  bulan lebih, kini berdasarkan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan sudah berhak mendapat THR secara proporsional, sementara bagi yang bekerja lebih dari 12 (dua belas) bulan wajib dibayarkan sebesar 1 (satu) bulan gaji/upah.

Namun dalam pelaksanaannya, masih banyak buruh yang belum mendapatkan THR sesuai ketentuan. Data Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Sumbar mencatat, pada tahun 2016 terdapat 9 pengaduan pelanggaran THR dengan jumlah korban mencapai 267 orang Buruh di Sumatera Barat. 

Pelanggaran pembayaran THR tersebut didominasi oleh perusahaan outsourching dibidang pengadaan security (satpam), beberapa hotel dan diler kendaraan bermotor, terutama di Kota Padang dan Bukitinggi serta Kabupaten Solok.

Modus atau jenis pelanggaran THR tahun 2016 lalu antara lain adalah: 1) Tidak ada anggaran untuk THR;2) THR akan dibayarkan setelah lebaran;3)THR dibayar hanya 50 % (tidak sesuai ketentuan); dan 4) Sama sekali tidak membayar THR kepada Buruh.

Posko Pemantauan THR

Untuk melindungi Buruh agar mendapatkan salah satu hak yang paling mendasar, kehadiran Posko Pemantauan THR sangat penting dibentuk dan disosialisasikan terutama kepada buruh dan perusahaan. Posko Pematauan THR diharapkan dapat menjadi wadah menampung pengaduan atas dugaan pelanggaran pembayaran THR sekaligus bersinergi dengan instansi terkait (Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Kabupaten/Kota) untuk mengadvokasi apabila ditemukan pelanggaran pembayaran THR.

Posko Pemantauan THR juga sebaiknya menggunakan metode penerimaan pengaduan secara online seperti fitur media sosial. Mengingat pengaduan secara online dinilai lebih cepat dan efektif serta mampu menghindari resiko terhadap Buruh yang berani melaporkan pelanggaran dari indimidasi dan ancaman PHK yang selama ini sering dialami Para Buruh ketika mengadukan ketidak-adilan yang dialami.

Selain itu, pengawasan yang efektif dan terbuka dari Dinas Tenaga Kerja berperan penting untuk menjamin terpenuhinya hak mendapat THR bagi Buruh. Sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dibidang Ketenagakerjaan, sudah semestinya Dinas Tenaga Kerja baik di tingkat Provinsi maupun pada Kabupaten/Kota berani melakukan terobosan dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa Perusahaan terutama di daerah-daerah yang masih minim pemantauan. 

Selain itu, sidak sebaiknya tidak hanya menyasar pada sektor Perusahan besar yang selama ini cukup kooperatif membayar THR, melainkan berani menyigi Perusahaan-perusahaan yang sering “membandel” dan melanggar aturan pembayaran THR, semisal perusahaan outsourching pengadaan security (Satpam), hotel dan diler kendaraan bermotor.

Upaya terakhir yang harus dilakukan adalah memastikan penegakan hukum dan sanksi tegas terhadap Perusahaan yang terbukti melanggar kewajiban membayar THR. Hal ini penting sebagai efek penjeraan agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Dalam ketentuan Pasal 10 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, jelas diatur sanksi denda dan saksi administratif bagi Perusahaan “nakal” yang melanggar kewajibannya dalam pembayaran THR.

Sanksi denda dikenakan sebesar 5 %(lima persen) dari total THR yang harus dibayarkan sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha membayar THR. Pembayaran denda tidak menghapus kewajiban membayar THR oleh pengusaha kepada buruh. Sedangkansanksi administratif antara lain berupa:1) teguran tertulis;2) pembatasan kegiatan usaha;3) penghentian sementara atau seluruh alat produksi, yang tentu sangat efektif apabila diterapkan secara tegas dan konsisten.

Dengan adanya kesadaran dan upaya bersama mengawal pembayaran THR untuk Buruh, diharapkan tidak ada lagi Buruh yang ter-marginalkan ditengah suka cita dan kedamaian menyambut Hari Raya di hari nan fitri. Semoga. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Lima Kantong BBM Disiapkan

Uang Amien tak Terkait Korupsi Alkes