in

Peluang dan Tantangan Media Arus Utama

Presiden Jokowi mengajak masyarakat, pemilik dan pengelola media massa  untuk cerdas menyikapi perkembangan informasi yang sedemikian dahsyat dan menghentikan beredarnya berita bohong, hoax, berita yang memecah belah persatuan, atau berita fitnah.

Dalam pidatonya pada peringatan Hari Pers Nasional 2017 di Kota Ambon, Maluku, Kamis (9/2), Jokowi menilai, media arus utama menghadapi tantangan serius. Kehadiran media sosial membuka peluang bagi setiap orang menjadi produsen berita. 

Karena itu, media arus utama hendaknya tampil sebagai rujukan yang meluruskan berita simpang siur dengan menjunjung tinggi etika jurnalistik. “Berita bohong mengganggu akal sehat dan berpotensi memicu kegaduhan. Dalam kondisi di mana banyak berita bohong beredar, seharusnya media arus utama mampu meluruskan dan menjernihkan kekeliruan informasi di media sosial. Sebaliknya, media arus utama diharapkan tidak larut dalam situasi dengan menggunakan isu-isu yang belum tentu benar sebagai bahan berita,” tegas Presiden Jokowi (Kompas, 10 Februari 2017, halaman 1).

Kenapa Presiden Jokowi berharap banyak dari media arus utama? Karena di banyak daerah penetrasi internet masih sangat kecil. Media arus utama, media mainstream dinilai masih sangat unggul dan dibutuhkan sebagai medium utama akses informasi masyarakat sehari-hari.

Hasil “Jajak Pendapat Kompas”, tanggal 6 Februari 2017, membuktikan bahwa harapan utama terhadap pers/media massa nasional di masa depan adalah menjadi rujukan berita yang benar bagi masyarakat (45,65 persen), memperhatikan dan mengangkat masalah/nasib rakyat kecil (20,07 persen), menjaga kedamaian dan tolerasi di tengah keberagaman bangsa (15,15 persen), memberikan solusi atas masalah-masalah bangsa (12,96 persen), mengkritik kinerja pemerintahan (pemerintah, DPR, DPD, dan lain-lain) 5, 11 persen.

Hasil jajak pendapat ini bisa menjadi masukan yang sangat berharga dan modal dalam mengelola media massa ke depan, khususnya media cetak.

Masa Depan Itu Sekarang

Banyak yang memprediksikan bahwa umur media cetak, media mainstream atau media arus utama di Indonesia tidak bakal lama. Bertahan dalam kurun 10-20 tahun ke depan dan setelah itu terancam tutup. Terancam tutup karena perkembangan teknologi informasi yang begitu dahsyat. Kasus yang terjadi di sejumlah negara lain, tutupnya sejumlah media cetak, mungkin tidak bisa jadi ukuran bagi kehidupan pers di Indonesia.

Walaupun menghadapi berbagai tantangan ekonomi, politik, dan teknologi yang memerlukan antisipasi secara strategis dan sistemik, tren media cetak di masa datang masih cukup menjanjikan. Bahkan, kalau dikaitkan dengan pesan dan harapan Presiden Jokowi sebagaimana diungkapkan dalam pidato pada Peringatan Hari Pers Nasional 2017 di Ambon, ternyata media arus utama sangat dibutuhkan untuk  meluruskan berita yang simpang-siur di media online dan media sosial. Apalagi, survei terkini yang dilakukan Kompas—seperti yang saya kutipkan, ternyata media arus utama menjadi rujukan bagi masyarakat.

Jika media arus utama tetap hanyut mengabarkan berita yang tak bernilai, berita bohong atau hoax, maka kebangkrutan mungkin tidak bisa dihindarkan. Kemauan publik bisa saja menghukum sebuah media dengan mudah, yakni tidak membaca media yang dinilainya tidak mencerdaskan, tidak mencerahkan, dan tidak bermakna. Pengiklan pun juga bisa gampang memvonis sebuah media dengan tidak memasang iklan sebagai bentuk ketidakpercayaan atas media bersangkutan.

Mencermati hasil survei yang dilakukan Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) dan LP3ES tahun 2009, ternyata 91,4 persen responden membaca koran daerah. Sedangkan yang membaca koran nasional hanya 8,6 persen.

Lantas, apa yang mesti dilakukan pengelola media mainstream, media arus utama, agar kepercayaan masyarakat  ke depan semakin meningkat? Ika Jatmikasari, Associate Director Nielsen Indonesia seperti dikutip Asmono Wikan, menyarankan delapan langkah strategis. Pertama, membangun kanal internet dan melakukan reportase dalam berbagai platform, bukan cuma dari satu platform saja.

Mengapa harus demikian? Pasalnya, teknologi telah mengubah cara orang mengkonsumsi berita. Banyak di antara konsumen memang masih memperoleh informasi melalui media cetak. Namun, banyak pula di antara konsumen yang berpindah untuk mendapatkan informasi melalui berbagai media sekaligus, seperti televisi, telepon seluler, dan internet.

Kedua, menjadi niche media. Model media massa tidak lagi bisa bekerja sebaik model internet, dan kini semakin banyak orang menemukan subyek dan bidang spesifik yang lebih menarik melalui internet. Oleh karena itu, koran harus mulai memperhatikan subyek-subyek yang lebih ceruk (niche).

Ketiga, integrasi laporan yang real-time. Jejaring sosial media (Facebook, Twitter, dan lain-lain) telah menuntun audiens untuk menyampaikan berita yang mereka buat sendiri. Koran dalam menggunakan media sosial ini untuk menyampaikan berita hangat tiap saat.

Keempat, mendorong inovasi. Kelima, berinvestasi di bidang mobile device. Lebih banyak orang kini menggunakan telepon pintar dan memanfaatkannya untuk saling berkoneksi. Dari hal inilah, terdapat potensial pendapatan yang bisa diperoleh. Media bisa megutip kepada setiap pelanggan yang mengunduh aplikasi dari media tersebut, seperti halnya ketika memungut kepada pelanggan koran.

Keenam, berkomunikasilah dengan pembaca muda. Media sosial telah mendorong orang untuk berkomentar terhadap apapun. Anda ingin pembaca koran berkomentar atau mengirim respon terhadap apa yang telah mereka baca? Satu hal yang perlu diperhatikan untuk membuat publik menilai sebuah koran adalah ketika koran itu memberikan nilai kepada publik. Media harus berinteraksi dengan publik. 

Ketujuh, membangun komunitas. Surat kabar (dan versi web mereka) terlalu sederhana untuk diharapkan sekadar menyediakan informasi. Media juga harus menciptakan komunitas. Manfaatkanlah media sosial untuk membangun komunitas (koran) Anda. Dengan menciptakan komunitas, Anda telah menciptakan hubungan yang loyal dengan para pembaca. 

Delapan, berlangganan atau gratis? Haruskah versi online surat kabar mengutip dari pembaca yang hendak mengaksesnya? Apa model terbaik untuk hal ini? Rupert Murdoch, CEO News Corp,  memunggut bayaran dari pembaca untuk semua informasi dari website. Mengapa? Surat kabar perlu menciptakan nilai bagi pembacanya dan menyediakan layanan yang orang mau untuk membayarnya. 

Ada hal lain yang menurut saya lebih penting dari delapan hal di atas, yakni bagaimana wartawan bisa melihat potensi konten yang hendak dia informasikan dengan “kacamata lain”. Tidak semua wartawan memiliki ketajaman naluri jurnalistik, apalagi kecenderungan wartawan yang lebih banyak menunggu siaran pers dan atau copy paste berita dari wartawan lain. Kecuali wartawan rajin ke lapangan melihat situasi, membaca gejala dan mendapatkan data yang akurasinya tinggi, sehingga berita yang ditampilkan terkesan eksklusif. Tidak ada laporan tersebut di media lain. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Program Semarak Polytron Diluncurkan

Wakai Store Hadir di Padang