in

Peran Ulama Dan Umat Dalam Pilkada

Suatu hari nanti (di Akhirat) akan Kami kumpulkan semua manusia bersama pemimpin mereka (QS Al Isra’: 71).

Rakyat dan pemerintah tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bernegara demikian halnya Ulama dan umat tidak dapat dipisahkan dalam dinamika kehidupan bernegara dan beragama.

Begitu juga relasi antara ulama dan pemerintah, sejatinya seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan sesuai makna yang dikandung oleh kalimat ’ulul amri’, yaitu zua’ma/pemerintah dan ulama.

Seyogyanya zuama dan ulama harus bergandengan tangan dalam mewujudkan cita-cita negeri menuju ’baldatun toyyibatun warobbun ghofur/negeri yang sejahtera penuh keampunan.

Ulama yang saya dalam artian yang sederhana yaitu orang yang memliki rasa takut kepada Allah dan memiliki rasa tanggung jawab sosial dan ada rasa kepedulian terhadap lingkungan.

Banyak sedikitnya mereka akan menjadi panutan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Paling tidak dalam kaitan dalam urusan Pilkada mereka menjadi tempat bertanya siapa yang layak dipilih menjadi pemimpin dalam perspektif agama.

Ulama berperan penting mengarahkan umatnya, jamaahnya, bagaimana kriteria pemimpin yang akan mereka pilih. Karena mereka tidak mau seperti memilih kucing dalam karung. Sewajarnya para ulama mengarahkan umat untuk memilih pemimpin yang memilki kriteria kepemimpinan Rasulullah SAW.

Selanjutnya para ulamapun berjuang tidak karena mendapat titipan, upah atau menjadi anggota tim sukses dari kandidat pemimpin dan bukan pula karena wani piro dan janji mendapat jabatan tertentu.

Semua dilakukan atas dasar tugas dan kewajiban mengarahkan umat kepada jalan yang benar. Karena memilih pemimipin (Imam) salah satu ajaran yang hampir mendekati kewajiban individual (fardhu a’in) yang tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.

Sebab itu adalah menjadi kewajiban bagi para ulama dan para ustadz mengarahkan umatnya untuk memilih pemimpin yang tidak bertentangan dengan keyakinan dan hati nuraninya. Karena pemimpin yang dipilih di Dunia ini akan menjadi pemimpin juga kelak di Akhirat.

Firman Allah SWT yang menjelaskan pemimpin di Dunia juga pemimpin di Akhirat. Allah SWT berfirman: suatu hari nanti (di Akhirat) akan Kami kumpulkan semua manusia bersama pemimpin mereka (QS Al Isra’: 71). Lebih dari itu, bukan sekedar dipimpin orang soleh di Dunia Akhirat, umat Islam dianjurkan untuk berdoa menjadi pemimpin orang yang bertakwa; Ya Tuhan kami berikanlah kepada kami pasangan pasangan hidup kami dan anak keturunan kami menjadi tambatan hati kami dan jadikanlah kami menjadi pemimpin orang orang saleh (QS.al Furqan: 74).

Salah satu kriteria kepemimpinan Rasul SAW adalah; memperlakukan orang asing, kawan dan lawan, orang kaya dan orang miskin, orang kuat dan orang lemah, dengan cara yang adil.

Beliau dicintai oleh rakyat jelata kerena menerima mereka dengan kebaikan hati, dan mendengarkan keluhan keluhan mereka. Ketika Beliau memiliki kekuasaan yang sangat besar, tetap sederhana dalam sikapnya dan penampilan, sama dalam keadaan senang dan sengsara.

Kepemimpinan yang baik ditunjukkan oleh kematangan emosi, ketenangan dan perhitungan dalam bertindak, kebijaksanaan dalam bersikap, dan memahami keadaan orang lain, penjagaan kata-kata dan tingkah laku agar tidak meyakitkan orang lain.

Allah SWT telah menegaskan: adapun hambahamba Tuhan yang Mahapenyayang itu adalah orang yang berjalan di atas Bumi dengan rendah hati dan apabila oarang orang bodoh menyapa mereka (dengan katakata yang menghina) mereka mengucapkan katakata yang mengandung keselamatan (QS.Al Furqan: 63).

Dalam sejarah memilih pemimpin didapat dilakukan dengan metode ber bai’at, bisa dengan berjabat tangan, bisa dengan berikrar di hadapan pemimipin. Rasulllulah SAW bersabda: siapasiapa yang mati mengakhiri kehidupan ini sedangkan di pundaknya tidak ada berbi’at kepada pemimpin maka matinya dikategorikan kepada mati jahiliyah (mati tidak ada pemimpin).

Sebab itu dalam sejarah kepemimpinan menggantikan kepemimpinan Rasululllah SAW sesaat setelah wafat Beliau, langsung diambil tindakan pemilihan khalifah dengan melakukan musyawarah di Tsaqifah Bani Sai’dah. Sampai-sampai pemakaman jasad Rasulullah SAW ditangguhkan sampai tiga hari dari hari wafatnya.

Semua itu dilakukan karena pentingnya seorang pemimpin dalam satu masyarakat, karena para sahabat Nabi muhammad SAW pada masa itu sepakat memandang pentingnya seorang pemimipin. Karena apabila wafat seorang pemimpin tidak boleh vakum dari kepemimpinan.

Lagi pula mereka menempatkan kewajiban memilih pemimpin di posisikan pada skala prioritas lebih dari fardhu kifayah. Sedemikian pentingnya, mereka memandang suatu kepemimpin untuk mengarahkan sampai ke tujuan, dan peran penting itu ada di tangan para ulama dan umat. Walllahu’alamu bishshawab. ****** H. Muhammad Nasair Lc, MA *****

What do you think?

Written by Julliana Elora

Sneakers, Anak Muda, dan Upaya Merebut Kembali Kue Ekonomi

Ujian Para Ustadz