in

Polemik Anggaran Partai Politik

Oleh Muhammad Husaini Dani*)

Sebuah rencana kebijakan baru yang akan dikeluarkan pemerintah terkait dengan menaikkan anggaran partai politik menjadi Rp. 1000 per suara sah untuk DPR, DPRD tingkat I Rp. 1.200 per suara sah, dan DPR tingkat II Rp. 1.500 per suara sah merupakan kebijakan yang dapat melahirkan pro kontra di mata masyarakat. Sebelumnya anggaran partai politik yang diberikan pemerintah hanyalah sebesar Rp.108 per suara sah, artinya ada kenaikan sebesar 10 kali lipat dari sebelumnya yang diberikan pemerintah kepada partai politik tentu menjadi perbincangan dikalangan masyarakat. Apabila dikalkulasikan rata-rata tiap partai politik besar mendapatkan subsidi anggaran sebesar Rp. 10 miliar.

Sejatinya partai politik merupakan ujung tombak dari terciptanya demokrasi, berulang kali kita katakan bahwa tidak ada demokrasi tanpa politik dan tidak ada politik tanpa partai politik. Semboyan tersebut kiranya memberikan pandangan yang luas kepada masyarakat bahwasannya partai politik memegang peranan teramat penting dalam system demokrasi dan kemajuan demokrasi itu sendiri yang akan berdampak besar terhadap kemajuan bangsa. Bukankah Founding father bangsa sudah menetapkan dan secara sadar memilih demokrasi sebagai sebuah system yang akan dianut bangsa demi tercapainya tujuan bangsa?

Akan tetapi, apakah akan memungkinkan sebuah partai politik dapat memajukan demokrasi di Indonesia bila mana demokrasi di dalam tubuh partai politik itu sendiri masih belum berkembang? Faktanya dapat kita saksikan secara bersama bahwa partai politik kewalahan dalam memajukan demokrasi seperti rekrutmen dan kaderisasi, serta korupsi dan transparasi. Banyak fakta menunjukan bahwa partai politik dalam menjalankan aspek demokrasi dalam hal rekrutmen dan kaderisasi, partai politik lebih mementingkan mereka – mereka yang memiliki segelintir uang daripada mereka – mereka yang memiliki elektabilitas dan berdedikasi tinggi dalam kemajuan bangsa. Bukan sebuah rahasia yang harus ditutup-tutupi lagi banyak partai-partai politik yang menetapkan dan memberlakukan mahar politik bagi para calon kepala daerah yang hendak maju dan diusung partai –partai politik tersebut.
Menurut pemikiran hemat penulis, hal-hal semacam ini menjadikan pola rekrutmen dan kaderisasi yang dapat menyebabkan partai-partai politik di Indonesia dikuasai oleh cukong-cukong, sehingga perlu adanya pembaharuan konsep dan system dalam pola rekrutmen dan kaderisasi partai agar terciptanya politisi yang tidak hanya memandang uang diatas segalanya.

Kemudian, dari aspek korupsi dan transparansi, kita dapat melihat banyaknya kader-kader partai politik yang terlibat korupsi. Tidak mengherankan lagi, apabila transparansi dalam keuangan partai politik nyaris punah dan dalam hal ini juga perlu pembenahan agar tidak menjadikan budaya korupsi terus berkembang dalam internal partai politik.

Lebih lanjut, persoalan utama tersebut ialah dikarenakan terbatasnya anggaran partai politik. Apabila merujuk ke dalam Undang-Undang No.2 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik disebutkan bahwa dana partai politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan tidak mengikat, dan APBN. Namun, partai – partai politik tidak bisa berharap banyak dari iuran anggota sebab hampir tidak ada anggota-anggota partai politik yang disiplin dalam membayar uang iuran. Sebaliknya, justru partai politik yang memberikan bantuan-bantuan dana kepada tiap-tiap anggota mereka agar tetap terawat pemilih dan konstituen kepada partai politik itu sendiri.

Lebih jauh, apabila partai politik berharap dari sumbangan tidak mengikat maka sudah bisa dipastikan akan sangat dikhawatirkan dapat meningkatkan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme. Sebuah partai politik yang tengah berkuasa, dapat bermain gelap dengan pengusaha yang memberikan sumbangan dana. Sejatinya, negaralah menjadi harapan terakhir untuk menumbuhkan kemandirian anggaran partai-partai politik. Melalui perencanaan yang matang untuk menaikkan anggaran partai politik dari APBN. Rencana menaikkan dana anggaran tersebut juga tidak terlepas dari rekomendari yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam konteks pencegahan korupsi. KPK pun mengamini bahwa dengan menaikkan dana anggaran partai politik dapat mencegah korupsi di tubuh partai politik oleh kader-kader partai politik. Penaikan dana bantuan parpol itu juga sudah melalui berbagai pembahasan bersama DPR dan pemerintah, termasuk Kementerian Keuangan.

Namun, perencanaan tersebut juga sejatinya harus diikuti oleh revisi atas PP Nomor 5 tahun 2009 tentang bantuan Keuangan kepada partai politik. Menurut rencana, sudah dipastikan anggaran itu akan dimasukkan ke APBN 2018. Sudah sepatutnya kita menyambut baik political will pemerintah untuk menambah anggaran parpol. Apresiasi dari kita itu tentu disertai harapan-harapan akan partai politik menjadi lebih mandiri dan demokratis dalam hal keuangan.
Kemudian, guna memastikan partai politik untuk transparan dan kemudian betul-betul menggunakan Rp.1000/suara ini dengan baik bisa dilakukan dengan sanksi dari Pemerintah, jika ada partai politik tidak mempertanggungjawabkan dana anggaran partai politik ini diberikan sanksi tegas berupa tidak mendapatkan dana partai politik tersebut di tahun berikutnya. Sehingga nantinya partai politik wajib mempertanggungjawabkan agar tidak mempermalukan partai politik itu sendiri. Kelak juga tidak ada lagi alasan, partai politik untuk menolak diaudit oleh BPK. Partai Politik harus transparan dalam hal anggaran.

Transparansi itu akan mencegah parpol berbuat korup. Kemandirian keuangan partai politik akan mengurangi oligarki politik. Partai politik tidak bisa lagi dikuasai para cukong. Hanya orang-orang yang memiliki loyalitas tinggi dalam membangun negeri kedepan lebih yang bisa masuk partai politik dan dikader menjadi calon pemimpin.

Lebih lanjut, para pengkritik dana partai politik juga harus memahami bahwa partai politik itu tidak bisa hidup tanpa adanya uang, jika tanpa bantuan dari pemerintah maka partai politik akan bertambah buruk kedepannya karena akan dikuasai oleh cukong. Maka dari itu harapan dari penulis sebagai masyarakat awam yang belum terlalu dalam memahami kondisi perpolitikan Indonesia ialah dengan adanya rencana menambah anggaran partai politik mampu melahirkan partai-partai yang merdeka, partai yang independen, partai yang memang dilahirkan dan dibesarkan untuk Indonesia.

Kemandirian keuangan parpol akan mengantarkan parpol menjadi lebih demokratis. Hanya parpol demokratis yang bisa memajukan demokrasi di negara ini dan demokrasi itu akan mengantarkan pada kemajuan bangsa.

*)Mahasiswa Fakultas Hukum dan Ilmu Politik Fisip Universitas Syiah Kuala.

Sumber ilustrasi dari Suara Pembaruan.

Komentar

What do you think?

Written by Julliana Elora

Di Balik Upaya Perbaikan Mobil Pemadam Kebakaran Tua

Laskar Digital Aceh Siap Meriahkan Sanger Day+ Fest 2017