in

Polisi Mesir Tahan Mahasiswa Sumbar

Masuki Daerah Terlarang, Keluarga Cemas

Dua mahasiswa asal Sumbar yang kuliah di Mesir, Nurul Islami dan Muhammad Hadi hilang kontak sejak sepekan lalu dan dikabarkan ditahan pihak kepolisian Kota Samanud, Mesir. Kakak Nurul Islami, Muhammad Khoironi di Jorong Kototinggi, Nagari Situjuah Batua, Kabupaten Limapuluh Kota mengaku cemas bukan kepalang. 

Sudah seminggu, adik kandungnya yang kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, itu tidak memberi kabar. ”Sudah seminggu saya tidak bisa hubungin adik saya. Tadi pagi (kemarin, red), saya dapat kabar dari teman adik saya yang kuliah di sana, kalau adik saya Nurul Islami dan temannya Muhammad Hadi ditahan pihak keamanan Mesir, tepatnya di Markaz Aga, Provinsi Ad-Daqohliyyah,” kata pemuda yang biasa disapa Roni itu ketika dihubungi Padang Ekspres, tadi malam (9/8).

Keterangan yang diperoleh Roni dari Azan,  teman adiknya di Mesir,  pada 31 Juli lalu, Nuis (panggilan akrab Nurul Islami) dan Hadi (asal Tanahmati, Payakumbuh)  pergi ke daerah Samanud. Daerah ini berjarak sekitar 150 km dari Kota Kairo, tempat mereka tinggal dua bulan terakhir.

”Adik saya dan Hadi dulunya kos di Samanud, tempat kejadian. Karena di  sana ada konflik antara pemerintah Mesir dengan salah satu ormas lokal, maka dikeluarkan pemberitahuan kalau daerah tersebut adalah zona yang tak bisa dihuni WNA (warga negara asing), termasuk mahasiswa asal Indonesia. Atas kondisi itu, adik saya pindah kos sejak dua bulan lalu,” jelas Roni.

Meski sudah pindah kos ke Kairo, tapi Nuis dan Hadi terpaksa kembali ke Samanud pada 31 Juli lalu, untuk menjemput barang yang masih tertinggal. Saat berada di kota itu, keduanya merasa haus dan lapar, lalu pergi membeli air minum dan makanan. Saat itulah mereka diikuti polisi Mesir.

”Kabar yang saya dapat dari Azan, adik saya dan Hadi awalnya diminta memperlihatkan paspor. Kemudian dibawa ke kantor polisi terdekat dan ditahan. Sejak 1 Agustus mereka sudah menghubungi teman-teman mereka di Kairo, serta ketua persatuan pelajar dari Sumbar/ KMM Mesir,” kata Roni. 

Roni pun menyebutkan, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo sudah berupaya membantu, namun sampai 8 Agustus kemarin, Hadi dan Nuis masih belum dikeluarkan juga.

Meski mengaku baru dapat informasi sepihak, namun Roni bersama keluarga mengaku cemas. ”Saya khawatir, bagaimana keadaan adik saya di sana.  Apa benar KBRI di sana sudah membantu permasalahan adik saya yang lagi ditahan pihak keamanan di sana,” kata aktivis pecinta alam ini. 

Wakil Bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan yang mendapat informasi tersebut dari grup WhatsApp Group Gonjong Limo Padang, meminta Roni bersama keluarganya datang ke kantor bupati, Kamis pagi ini (10/9). ”Kita carikan jalan keluarnya,” kata wakil bupati yang akrab disapa Buya, ini.

Ketua Keluarga Mahasiswa Minang (KMM) Mesir, Muhammad Alfatih membenarkan informasi adanya penahanan dua mahasiswa Sumbar di Mesir. Dihubungi Padang Ekspres melalui Whatsapp Rabu malam (9/8), Alfatih menyebut, pihaknya masih terus mendesak KBRI agar bisa menyelasaikan masalah ini secepatnya.

Dia membeberkan bahwa kawasan Samanud yang dikunjungi Nurul dan Hadi adalah zona terlarang yang ditetapkan pemerintah Mesir beberapa tahun belakangan ini, sehingga warga asing dilarang memasukinya.

Sebelum pindah ke Kairo, kata dia, mereka tinggal di Samanud. Ketika itu, daerah ini belum dilarang, tapi sejak bergantinya rezim pemerintahan Mesir, barulah daerah ini menjadi terlarang. 

”Jadi tahun ini mereka pindah ke Kairo, dan beberapa barang-barang mereka tinggal di situ. Pada hari H itu mereka mengambil barang yang tersisa. Tapi atas keperluan cari minum mereka keluar jam 2 malam, padahal sebenarnya jam 2 malam itu polisi berkeliaran di mana-mana. Ini beberapa poin yang bisa menjelaskan penyebab kawan itu ditangkap,” ungkap Alfatih. 

Dini hari itu, mereka ditangkap dan pihak KMM saat ini masih terus berjuang agar pihak KBRI membebaskan dua rekan mereka itu. ”Kita telah berjuang dan laporkan ke KBRI yang ada di sana. Saat ini keduanya masih ditahan,” tambah Alfatih.

Di sisi lain, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Iqbal mengaku belum dapat informasi soal ditahannya dua mahasiswa asal Minang di Mesir. ”Coba saya cek ya. Besok saya infokan,” kata Iqbal saat dihubungi Padang Ekspres tadi malam. 

Ditangkap secara Acak

Sebelumnya, pada Juni 2017 lalu empat orang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo juga ditahan pihak kepolisian Mesir. Salah seorang di antaranya, Achmad Affandy, warga Dusun Adiluwih, Kampung Adijaya, Kecamatan Terbanggibesar, Lampung Tengah. Kini mereka sudah kembali ke Indonesia. 

Achmad Affandy mengaku ditahan kepolisian Mesir selama 35 hari. Dirinya ditahan di Kota Samanoud selama 35 hari sejak 4 Juni 2017. ”Polisi yang menangkap berpakaian preman. Saya sempat diborgol. Alasannya tidak jelas. Mungkin situasi keamanan di sana,” katanya.

Setelah itu, dirinya dibawa ke Markas Polisi Samanoud dan borgolnya pun dilepas. Lalu, dicatat dan diminta paspor. ”Ditahan di dalam ruangan seperti aula ukuran 10 x 10 meter. Tapi, perlakuan kepolisian cukup baik. Untuk berbuka dan sahur dikasih. Sempat dikasih HP untuk menghubungi keluarga,” ujarnya seperti diberitakan JPNN (Grup Padang Ekspres), Selasa (11/7).

Affandy menjelaskan, ketika itu dia dihubungi teman kuliahnya Adi Kurniawan untuk mengantarkan paspor ke Markas Polisi Samanud. ”Saya ditelepon teman bernama Adi Kurniawan yang ditangkap polisi pada 3 Juni 2017 ketika berada di Pasar Samanud saat belanja untuk berbuka (ifthar) dan diminta mengantarkan paspor. Nggak tahunya ikut juga ditangkap,” ungkapnya.

Penangkapan ini, kata Affandy, dilakukan secara acak dan bukan operasi keamanan. ”Bukan hanya kami berempat yang ditangkap. Ada sembilan warga luar negeri lainnya yang ditangkap. Di antaranya ada yang berasal dari Rusia. Wilayah tempat kami ditangkap pun bukan tempat terlarang,” ungkapnya. 

Setelah melalui proses panjang dengan dibantu KBRI di Kairo, Affandy bersama ketiga rekannya dipulangkan sementara waktu ke Indonesia. ”Kami dipulangkan sementara waktu dan bukan dideportasi. Apalagi lagi libur. Belum tahu mau pulang lagi ke sana atau tidak,” kata pria yang sudah tiga tahun berada di Mesir.

Ditanya kenapa lebih memilih tinggal di Samanud dibanding Kairo, Affandy menyatakan, karena biaya hidup yang murah dan lebih nyaman. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

ASN Didaulat jadi Relawan Kebersihan

Sanitasi Sumbar masih Kacau