Stimulus Fiskal I Perlu Langkah “Extraordinary” untuk Mendorong Pemulihan di Kuartal Ketiga
» Dari 695,2 triliun rupiah untuk penanganan Covid- 19, baru tersalur 136 triliun rupiah atau 19 persen.
» Akurasi dan ketersediaan data yang kurang memadai menyebabkan keraguan dalam eksekusi anggaran.
JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas secara daring di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (27/7), mengingatkan jajarannya untuk membuat berbagai terobosan kebijakan agar realisasi anggaran untuk penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bisa meningkat dari pencapaian saat ini baru tersalur 136 triliun rupiah atau 19 persen dari total anggaran 695,2 triliun rupiah.
“Penyerapan stimulus penanganan Covid-19 belum optimal dan kecepatannya masih kurang,” kata Presiden saat memberi pengarahan kepada Komite Penanganan Pemulihan Ekonomi Nasional dan Penanganan Covid-19.
Kepala Negara menjelaskan dari 136 triliun rupiah yang terserap itu, untuk program perlindungan sosial sebesar 38 persen, lalu stimulus ke Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 25 persen.
Sedangkan realisasi anggaran penanganan kesehatan baru tujuh persen, program sektoral dan pemerintah daerah baru 6,5 persen, dan insentif usaha baru terealisasi 13 persen.
Atas lambannya pencairan itu, Jokowi meminta jajarannya agar segera mengatasi semua hambatan. “Kalau memang di regulasi, revisi regulasi itu agar segera ada percepatan. Lakukan shortcut, lakukan perbaikan, jangan sampai ada ego sektoral, ego daerah,” kata Kepala Negara.
Para Menteri dan Pimpinan Lembaga diminta bekerja ekstra keras dan memahami betul situasi krisis ekonomi dan kesehatan yang sedang melanda Tanah Air.
“Saya ingin di setiap posko yang ada, baik di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di pusat, di daerah, di Komite kelihatan sangat sibuk ke sana, ke sini, ke sana, ke sini, gitu loh, aura krisisnya ada,” kata Presiden.
Usai mendapat pengarahan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah akan melakukan langkah extraordinary untuk mendorong pemulihan ekonomi di kuartal ketiga dan keempat 2020. “Belanja pemerintah secara besar-besaran juga akan didorong sehingga permintaan dalam negeri meningkat dan dunia usaha tergerak untuk berinvestasi,” kata Airlangga.
Menurut Airlangga, dari total anggaran 695,2 triliun rupiah untuk penanganan Covid-19, sebesar 87,55 triliun rupiah diperuntukkan bagi kesehatan, terutama penanganan langsung Covid-19. Sedangkan untuk program PEN sebesar 607,65 triliun rupiah yang terdiri dari perlindungan sosial sebesar 203,90 triliun rupiah, insentif usaha 120,61 triliun rupiah, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 123,46 triliun rupiah, pembiayaan korporasi 53,57 triliun rupiah, serta sektoral dan pemda sebesar 106,11 triliun rupiah.
“Untuk mengakselerasi pelaksanaan kebijakan dan program PEN, saat ini proses penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perubahan PP 23/2020 sudah memasuki tahap akhir. Perubahan ini dilakukan terutama untuk mengoptimalkan penggunaan modalitas dalam rangka PEN,” kata Airlangga.
Akurasi Data
Ekonom dari Unika Atma Jaya, Jakarta, Y B Suhartoko, menilai penyebab penyerapan dana PEN belum optimal disebabkan oleh emapat hal. Pertama, akurasi dan ketersediaan data yang tidak memadai sehingga menimbulkan keraguan dan membutuhkan waktu lebih lama untuk verifikasi.
“Kedua, ada ketakutan para pengambil keputusan penyaluran dana melanggar standar operasional prosedur (SOP) dan bisa dituduh melakukan pelanggaran-pelanggaran yang dikaitkan dengan penyalahgunaan keuangan negara,” kata Suhartoko.
Ketiga peraturan pelaksana dan petunjuk teknis implementasi kebijakan tidak segera terbit, sehingga takut mengeksekusi anggaran. “Terakhir, barangkali ketersediaan dana tidak memadai,” kata Suhartoko.
Dia mengimbau agar frekuensi monitoring dan evaluasi lebih sering dilakukan dengan melibatkan lembaga profesional dan asosiasi serta mempercepat keluarnya peraturan pelaksanaan.
n fdl/ers/E-9