in

Selidiki Video Kekerasan Siswa di Sekolah

Pelaku Bisa Dipidana, Wapres sebut Video Parah dan Sadis

Pemukulan di sekolah yang terekam video dan tersebar menambah daftar panjang kasus kekerasan pada anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat dalam tiga tahun terakhir ada 1.245 laporan kekerasan anak di sekolah. Kasus kekerasan pada siswa itu juga menjadi atensi Wakil Presiden Jusuf Kalla saat bertemu KPAI , kemarin (6/11).

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan, JK sudah melihat video yang tersebar lewat berbagai aplikasi media sosial itu. Pada video itu terlihat ada seorang anak sekolah yang sedang dipukuli berkali-kali oleh seorang lelaki. Belum diketahui pasti pemukul itu guru atau bukan. Ada informasi yang sampai ke KPAI, bahwa lelaki itu adalah orang tua siswa yang diduga putrinya dicabuli murid lelaki. Tapi informasi itupun masih ditelusuri.

“Tadi Pak Wapres bilang saya udah lihat videonya, tapi kalau sadis seperti itu memang enggak layak,” kata Retno. “Ini sangat parah dan sadis,” imbuh Retno menirukan JK. 

Tren kekerasan anak di dunia pendidikan dalam tiga tahun terakhir sebenarnya cenderung turun. Pada 2015, KPAI menerima 538 laporan, turun pada 2016 menjadi 427 laporan. Sedangkan pada tahun ini hingga awal September tercatat 283 pengaduan.

“Empat bulan terakhir 34 persen seluruh kasus pendidikan adalah kekerasan di sekolah,” ujar mantan Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) itu. Pelaku kekerasan itu mulai dari murid, antarsiswa, hinga kasus tawuran.

Terkait video kekerasan di sekolah yang tersebar di dunia maya itu, dia berharap ada bantuan dari Kemenkominfo dan kepolisian untuk melacak video tersebut. Sebab, hingga kemarin lokasi kekerasan pada video tersebut belum diketahui pasti. “Tapi dipastikan itu di Indonesia. Sekolah swasta,” imbuh dia.

Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra menambahkan bahwa kasus kekerasan anak di dunia pendidikan yang masuk laporan KPAI tahun 2017 sudah sebanyak 283 kasus. “Kekerasan anak di dunia pendidikan seperti bullying antar peserta-didik, guru, tawuran sekolah,” jelas Jasra, kemarin.

Pasal 9 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari satuan pendididkan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik dan pihak lain. Selanjutnya, di Pasal 54 dijelaskan anak dalam perlindungan di satuan pendidikan teraebut dilakukan oleh guru, tenaga kependidikan, pemerintah dan masyarakat. 

“Kami mengecam konten kekerasan anak dalam dunia pendidikan yang tersebar di dunia maya itu. Pendidikan sebagai pengasuhan kedua setelah dari rumah seharusnya bisa menggantikan peran orang tua dalam melindungi anak dalam pendidikan,” ujar Jasra.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengklarifikasi bahwa video kekerasan di kelas yang menjadi viral beberapa hari belakangan bukan kejadian yang ada di SMPN 10 Pangkalpinang. 

“Kejadian di Pangkalpinang itu kejadian lain yang terjadi sebulan lalu. Tidak merujuk pada video yang viral di mana-mana. Ada indikasi video yang viral kejadian di kota pontianak,” katanya saat ditemui di kantor Kemendikbud kemarin (6/11).

Hamid menjelaskan, terkait dengan video viral itu, pihaknya sudah menugaskan Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di Kalimantan Barat untuk berkoordinasi dengan dinas setelempat untuk mencari tahu lokasi kejadian tersebut. “Kami masih mencari sekolahnya di mana,” ucap Hamid. 

Dia menambahkan, berdasarkan informasi awal, diketahui bahwa pelakunya bukan seorang guru seperti yang diberitakan. Melainkan orang tua yang putrinya dicabuli oleh korban pemukulan. “Tapi, informasi awal ini masih perlu dikonfirmasi. Kami terus melakukan koordinasi untuk mendapatkan konfirmasi mengenai hal tersebut,” terangnya. 

Sementara itu, Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul menjelaskan bahwa Polri menilai tindakan yang dilakukan oleh tenaga pendidik sebagaimana terlihat dalam video itu patut dibawa ke ranah hukum. “Bagi Polri, perbuatan seperti itu ya harus dipidana,” ungkap dia di kantor Divhumas Polri kemarin. 

Tujuannya agar hal serupa tidak terulang. Juga sebagai salah satu langkah untuk menimbulkan efek jera terhadap tenaga pendidik yang masih berani main tangan. Sebab, itu tidak dibenarkan dalam aturan. “Itu kan mencoreng dunia belajar mengajar,” tegas pria yang akrab dipanggil Martin itu. Dia menilai, proses belajar mengajar tidak seharusnya dilakukan dengan kekerasan. 

Karena itu, Martin tegas menyampaikan bahwa tenaga pengajar dalam video tersebut layak dipidana. Dia memastikan, proses hukum pasti ditindajlanjuti oleh Polri. Namun demikian, mereka tidak ingin melangkahi instansi lain yang punya peran lebih mengurus persoalan tersebut. “Yang lebih berperan penting di sini adalah Kemendikbud,” imbuhnya. 

Yang pasti, Polri menilai tindakan tenaga pengajar tersebut sudah melanggar ketentuan. “Kalau dilihat dari polisi, penyidik itu bertanya bukan sebabnya apa. Namun, yang dilihat adalah apa akibat yang ditumbulkan,” terang mantan kabid humas Polda Metro Jaya itu. Akibat yang dia maksud di antaranya luka ringan, luka berat, atau luka lain yang bisa berakibat fatal. “Perbuatan itulah yang dipidana,” tegasnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Ujung Berung, Tiga Dekade Konsisten Memasok Band-band Beraliran Metal

Surat Penyidikan Setnov Terbit Lagi