in

Wajah Hukum secara Mutlak Tanggung Jawab Pemerintah

Penegakan Hukum I Presiden Punya Kewenangan Memastikan Supremasi Hukum Ditegakkan

» Sikap tegas Presiden Jokowi sangat diperlukan untuk melakukan reformasi hukum di negeri ini.

» Jika wajah buruk penegakan hukum masih terjadi, berarti Jokowi tidak menepati janji kampanyenya.

JAKARTA – Pembenahan hukum di Indonesia harus dilakukan secepatnya demi tegaknya keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum. Wajah hukum suatu negara mutlak menjadi tanggung jawab pemerintah.

Hal itu dikemukakan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane di Jakarta, Jumat (18/9) menanggapi pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, yang mengata­kan bahwa penegakkan hukum di Indo­nesia terkesan jelek di masyarakat.

“Saya tidak bisa melakukan apa-apa. Presiden tidak bisa melakukan apa-apa karena semua punya batasan kewe­nangan. Karena itu perlunya pembinaan dan moralitas,” kata Mahfud MD dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/9).

Neta menilai pernyataan tersebut merupakan gambaran rasa putus asa Mahfud sebagai Menko Polhukam yang mengoordinasikan bidang politik, hu­kum dan HAM.

Jika dikatakan Presiden Jokowi tidak bisa melakukan apa-apa karena punya batasan kewenangan, ini salah kaprah. Jokowi, kata Neta, sebagai Presiden punya tanggung jawab dan peran yang besar un­tuk mengubah wajah buruk penegakan hukum. “Apalagi dalam janji kampanye­nya, Jokowi mengatakan akan menegak­kan supremasi hukum,” kata Neta.

Jadi, lanjut Neta, jika wajah buruk pe­negakan hukum masih terjadi, berarti Jokowi tidak menepati janji kampanye­nya. “Padahal sebagai Presiden, Jokowi bisa mencopot para pejabat tinggi bi­dang hukum yang tidak berkomitmen dan menggantinya dengan pejabat ber­komitmen agar wajah buruk penegakan hukum bisa diperbaiki,” ucap Neta.

Ia menuturkan, sikap tegas Presiden Jokowi sangat diperlukan untuk me­lakukan reformasi hukum di negeri ini agar wajah buruk penegakan hukum bisa dibenahi.

Saat ini, wajah buruk penegakan hu­kum sudah sangat parah. Indonesia Po­lice Watch banyak menerima laporan dari sejumlah daerah bahwa para kepa­la dinas, terutama PU, pendidikan, ke­sehatan, para bendahara, dan lainnya sering didatangi oknum aparat yang me­minta proyek tertentu agar dikerjakan rekanan temannya atau mereka minta fee 10 sampai 15 persen dari nilai proyek tersebut.

“Jika tidak diberikan, para kepala di­nas dan bendahara itu diganggu dengan berbagai panggilan, mulai dari klarifi­kasi, minta keterangan, hingga wawan­cara. Akibatnya, banyak kepala dinas yang stres dan mundur dari jabatannya akibat diteror seperti ini.” tegas Neta. “Jika hal ini terus berlanjut, nasib pem­bangunan di daerah akan terhambat,” jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi, yang dihubungi terpisah, me­ngatakan agar Indonesia bangkit dan keluar dari tekanan ekonomi terutama akibat beban utang sudah seharusnya pemerintah menegakkan kebenaran, keadilan, dan kepastian hukum.

Kewajiban negara adalah melaku­kan intervensi hukum terhadap institusi yang tidak berlandaskan kepada hukum. Sebagai negara yang berlandaskan hu­kum, maka wajar kalau Presiden menin­dak upaya penyalahgunaan hukum oleh aparat yang merusak tatanan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi masyarakat. “Jika hukum pun sudah dikorupsi maka negara akan sulit bangkit,” katanya.

Punya Kewenangan

Sementara itu, peneliti senior di In­donesia Budget Center (IBC), Arif Nur Alam, presiden sebagai kepala negara adalah panglima tertinggi yang punya kewenangan memastikan supremasi hukum ditegakkan.

“Presiden dengan kewenangannya dapat mengonsolidasi regulasi kewe­nangan penegakan hukum yang secara substansi dapat lebih baik dan tidak multitafsir, yang memungkin dapat diin­tervensi oleh kekuasaan atau aparat yang nakal,” kata peneliti senior di Indonesia Budget Center (IBC), Arif Nur Alam.

Arif tidak sepakat dengan pernyataan Mahfud, bahwa Kepala Negara seper­ti tak berdaya menghadapi aparat pe­negak hukum yang nakal. Pernyataan Mahfud itu, kata Arif, absurd dan tidak menujukkan optimisme dan komitmen yang kuat dalam mengonsolidasikan aparat penegak hukum.

Begitu pun ketika ada laporan ten­tang aparat yang memainkan hukum, kata Arif, Presiden bisa memainkan perannya sebagai kepala pemerintahan. Apalagi, Jaksa Agung dan Kapolri adalah pembantunya di pemerintahan. Presi­den bisa mengingatkan Jaksa Agung dan Kapolri.

Namun, bukan dalam konteks men­campuri proses hukum yang sedang di­tangani aparat penegak hukum.

“Konteks Presiden dalam penegakan hukum ini adalah memastikan supre­masi hukum dijunjung tinggi,” tegas Arif.

n fdl/ags/P-4

What do you think?

Written by Julliana Elora

Dandrem 044/ Gapo Pimpin Apel Operasi Penindakan Prokes Covid-19 di Palembang

Cara Mengingat dengan Teknik Psikologis, Visualisasi dan Asosiasi