Pemprov Hanya Anggarkan untuk 700 Orang
Pelimpahan guru SMA/SMK yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri, ternyata menimbulkan masalah. Khususnya mereka yang berstatus tenaga pendidik dan kependidikan yang masih honorer atau Guru Tidak Tetap (GTT), yang mendapat Surat Keputusan (SK) pengangkatan dari bupati dan wali kota di Kepri.
Tanjungpinang – Sesuai data yang diperoleh Tanjungpinang Pos
dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kepri, setidaknya
ada sekitar 2.200 orang GTT yang mengajar di Kepri, untuk SMA dan SMK sederajat.
Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kepri Arifin Nasir menjelaskan, memang masalah ini telah menjadi konsen pemerintah provinsi, bahkan sudah beberapa kali dibahas dengan Dinas Pendidikan kabupaten kota
se-Kepri. Ia juga sudah melaporkan hal ini kepada Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan Sekdaprov Kepri.
”Saya sudah laporan, termasuk ke Sekjend Kemendikbud Pak Hadi Nurhadi juga saya sudah temui dan surati secara resmi,” ucapnya.
Nah Pemprov Kepri, ada beberapa solusi yang akan ditempuh, yang tentu semangatnya adalah memberikan kepastian kepada para GTT yang ada di Kepri. Pertama, Pemprov Kepri tetap melanjutkan alokasi anggaran untuk 700 GTT yang sejak tahun 2008 menjadi tanggung jawab Pemprov Kepri melalui SK Gubernur.
”Seingat saya yang 700 itu sejak tahun 2008 sudah mendapat SK gub,” ucapnya.
Artinya, ada pengurangan dari jumlah 2.200 GTT yang selama ini risau dengan status gaji dan tunjangan mereka. Kendati demikian masalah belum selesai, karena masih ada 1.500 yang belum pasti, lalu dari 700 orang yang dibiayai Pemprov, hanya 256 yang mengajar di SMA/SMK sederajat.
”Kami akan upayakan yang 400-an lebih agar mengajar di SMA/SMK. Dulu mereka ditaruh di SD dan SMP karena kualifikasinya belum memadai. Kami akan cek dulu, apakah sudah bisa dinaikkan ke SMA atau belum,” jelasnya.
Kedua, ada rencana sekitar 700 orang lagi yang akan diusulkan ke DPRD dan gubernur, agar menjadi tanggung jawab Pemprov. Artinya, sudah ada 1.500 GTT yang menjadi beban Pemprov Kepri.
”
Tapi ini tidak serta merta diterima. Karena data valid mengenai GTT ini belum ada. Yang ada sekarang baru sebatas informasi. Kami tidak mau nanti ada pembengkakan jumlah GTT yang masuk menjadi tanggung jawab Pemprov,” jelasnya.
Arifin mengatakan, untuk guru ASN sudah tidak masalah lagi, karena semua sudah jelas. Nah untuk GTT, Pemprov Kepri setidaknya menganggarkan Rp 18 miliar per tahun untuk 700 GTT.
Hal senada juga disampaikan Ketua Komisi IV Bidang Pendidikan DPRD Kepri Teddy Jun Askara. Ia mengatakan, untuk honorer belum atau tidak diatur dalam Undang-Undang 23 tahun 2014, termasuk dalam PP maupun juknis tentang pelimpahan itu.
”Kami bukan tidak mau menerima pelimpahan yang honorer. Kami cuma tidak ingin, alokasi anggaran akan bermasalah ketika ini tidak ada payung hukumnya. Terkecuali yang 700 orang GTT Kepri, karena mereka mengantongi SK gubernur,” paparnya.
Ia menyarankan, sebelum ada aturan yang baku. Sebaiknya GTT yang mendapat SK dari bupati, wali kota dan sekolah, dikelola dulu oleh masing-masing daerah, sampai ada aturan yang jelas. Jangan sampai, mereka gantung dan tidak menerima gaji serta tunjangan di tahun 2017 mendatang.
”Kayaknya kalau berharap dari APBD Kepri tahun 2017 belum bisa, karena payung hukumnya belum ada. Jadi sebaiknya gunakan payung hukum yang lama untuk GTT di daerah, yaitu SK dari kepala daerah mereka masing-masing,” paparnya.
TJA mengatakan, DPRD Kepri bukan tidak mau mengalokasikan anggaran. Pihaknya juga sudah memikirkan hal ini, apalagi ini menyangkut nasib ribuan orang guru.
”Oleh karena yang diatur dalam UU adalah guru ASN, jadi itu dulu yang kami prioritaskan. Untuk GTT pakai anggaran kabupaten kota dulu, sambil kita cari formulasi yang tepat dan tidak melanggar aturan,” tutupnya.
Sementara itu, Sekdaprov Kepri TS Arif Fadillah menyebutkan, sekitar 2.000 lebih guru tidak tetap (GTT) dan honorer yang masih harus dibahas bersama bupati dan wali kota.
Arif menuturkan, pihaknya sudah meminta Sekretaris Korpri Misni ke BPKP untuk mencari solusi, sebab Pemprov Kepri sekedar menganggarkan gaji untuk guru ASN. Sedangkan, gaji guru PTT, tidak dianggarkan.
”Guru PTT itu kebijakan kabupaten kota, sementara guru PNS di kita (provinsi). Untuk honor nanti kita diskusikan dengan kabupaten kota lagi,” tukasnya.
Pemko Siap Tarik Jadikan Guru SD/SMP
Sekdako Tanjungpinang Riono berkeras guru Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang mengajar di sejumlah SMA/SMK sederajat di Tanjungpinang telah menjadi kewenangan provinsi sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemda. Jika Pemprov Kepri tetap menolak menganggarkan gaji untuk guru PTT, Riono mempersilakan Pemprov Kepri, memecatnya.
”Memecat atau memperdayagunakan guru PTT, itu kewenangan pemprov sekarang,” tegas dia, pihaknya sudah menginformasikan data guru PTT ke provinsi.
Nantinya, Pemko Tanjungpinang, lanjut Riono, akan menarik PTT yang dipecat, itu untuk dialihkan menjadi guru SD atau SMP di Tanjungpinang.
”Masa kewenangan ada di provinsi, tapi Pemko yang harus membayar gajinya,” cetusnya.
Tapi, masih kata Riono sedikit ragu apakah dengan jumlah guru PNS yang ada dapat membuat proses belajar mengajar menjadi maksimal. Sebab, dampaknya akan membuat pengajar di SMA/SMK sederajat, kurang.
”Daripada memecat dan mencari yang lain lebih baik memperdayagunakan guru PTT yang ada sekarang. Ini saja intinya,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan KIP Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi (KemenPAN & RB) Herman Suryatman menegaskan, Undang-Undang (UU) Nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak mengenal istilah Pegawai Tidak Tetap (GTT). UU, itu memaparkan bahwa ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK (P3K).
Dijelaskannya, hingga kini belum ada aturan mengenai P3K di Indonesia. Sedangkan, PTT lanjutnya, merupakan pegawai non-PNS yang diangkat pemerintah daerah.
Senada Kabiro Hukum dan KIP KemenPAN & RB, Kadisdik Kota Tanjungpinang HZ Dadang AG menuturkan, ASN terdiri dari PNS dan P3K. Hanya, hingga kini belum ada juknis mengenai P3K.
Dadang menyebutkan, jumlah guru dan staf PTT di Kota Tanjungpinang sekitar 289 orang, yang diangkat berdasarkan tiga SK. Yakni SK gubernur atau dikenal Guru Tidak Tetap (GTT), SK Wali Kota atau disebut Guru PTT dan guru honorer sekolah, yang diangkat kepala sekolah.
Diakuinya, Kota Tanjungpinang masih kekurangan tenaga pengajar yang berstatus PNS dan tenaga kependidikan lainnya yang membantu proses belajar mengajar di sekolah.
Karena itu, Pemprov Kepri memperbantukan berbagai guru dan pegawai lainnya dengan kontrak.
”PTT dari provinsi karena ada SK dari gubernur,” ungkapnya.
Saat ini, lanjutnya, jika Pemprov hanya ingin menanggung gaji GTT, tidak masalah. Namun, Pemprov sebaiknya menyampaikan hasil konsultasi dengan Kemendagri ke Pemko Tanjungpinang. Sehingga ada dasar hukum, Pemko harus menanggung guru PTT.
”Prinsipnya Pemko siap membayar gaji guru PTT, asalkan Pemprov memberikan dasar hukumnya,” ungkapnya.
Untuk diketahui, sesuai Perka BKN Nomor I Tahun 2016 tentang pelaksanaan pengalihan PNS daerah kabupaten kota yang menduduki jabatan fungsional guru dan tenaga kependidikan menjadi pegawai negeri sipil daerah provinsi diterbitkan tanggal 26 Januari 2016 menegaskan hanya mengatur tentang pegawai negeri sipil (PNS). Perka BKN itu tidak diatur mengenai peralihan kewenangan guru Pegawai Tidak Tetap (PTT).
Pada pasal I disebutkan dua hal yakni PNS yang menduduki jabatan fungsional guru pada satuan pendidikan menengah dan PNS yang menduduki jabatan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan menengah yang terdiri atas pengawas sekolah, kepala sekolah, pengelola laboratorium/bengkel, pranata laboratorium pendidikan, pengelola perpustakaan, perpustakaan dan pejabat pengawas dan pelaksana. (Taufik-Suhardi-Desi)