JAKARTA (Berita): Tahun 2017, Bank Indonesia (BI) menargetkan inflasi bisa terjaga 5,4 persen, sedangkan pemerintah menargetkan 5,2 persen. “Peran wartawan luar biasa dalam pengendalian harga yang bisa berdampak pada ekspektasi inflasi,” kata Iskandar Simorangkir, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko pada acara pelatihan wartawan daerah – Bank Indonesia di Grand Sahid Jaya Senin (20/11).
Dia berbicara sebagai narasumber dengan materi “Peran Strategis Media dalam Pengendalian Inflasi” dengan moderator Primus Dorimulu, Pemred Investor Daily, Suara Pembaruan dan Beritasatu.com. Narasumber lainnya Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Yoga Affandi dan ekonom dari Samuel Sekuritas Lana Soelistyoniningsih.
Iskandar menyebut isu rencana pemerintah menghapus subsidi elpiji 3 kg sempat gencar diberitakan maka harga gas itu langsung naik dan langka. “Inilah begitu powernya berita, hebat pemberitaan itu,” kata Iskandar.
Menurut dia, peranan wartawan luar biasa dalam pengendalian harga. Maka itu beritakan seimbang. “Yang benar, katakan benar. Bagi kami selaku pemerintah, masukan kritik itu perlu tapi tentunya kritik yang sehat,” ungkapnya.
Ia menyebut inflasi penting karena daya beli masyarakat menurun yang berimbas daya saing menurun. Beras menyumbang 21 persen inflasi. Kalau harga beras naik 1 persen saja mk penduduk miskin bertambah 120.000 orang. “Dampak kenaikan harga luar biasa di Indonesia,” katanya.
Inflasi tinggi, katanya juga buat beban APBN meningkat, terutama kenaikan 1 persen suku bunga SBN maka tambah beban bunga APBN Rp300 miliar. Dampak ke daya saing negara, ternyata inflasi itu urutan ke 10. Tapi tahun sebelumnya urutan ke 5.
Iskandar menambahkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), dulu dibentuk berdasarkan MoU Menko Perekonomian dan BI sesuai Keppres 23/2017 untuk mendukung pedoman kerja TPID seluruh Indonesia.
Saat itu, Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) diketuai Menko Perekonomian, Gubernur BI. TPID di daerah diketuai Gubernur, pelaksana Sekda, wakil Kepala BI. TPID kabupaten/kota, ketua Bupati, wakil ketua Sekda dan Kepala BI.
Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Yoga Affandi menambahkan inflasi rendah terkait dengan pasar barang dan jasa, pasar keuangan dan fiskal yang gilirannya pendapatan naik dan kesejahteraan meningkat.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut Jateng dengan inflasi terbaik karena ada informasi harga di semua daerah melalui SiHati (sistem Informasi Harga dan Produk Komoditi) yang link nya bisa dibuka di 35 kabupaten/kota dengan 35 juta penduduk di Jateng.
SiHati lahir setelah terlihat pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi kemiskinan meningkat di daerahnya. Software aplikasi SiHati bisa chating sehingga tak banyak rapat. Dari situ inflasi berhasil dikendalikan meski gempuran cukup tinggi.
Lana Soelistyoningsih, Pengamat Ekonomi Samuel Sekuritas menilai inflasi menjadi kunci kesejahteraan dimana dapat memengaruhi daya beli,dan daya beli sebagai ‘proxy’ kesejahteraan. Daya beli didefinisikan sebagai jumlah barang yang dapat dibeli dengan jumlah uang (nominal) tertentu.
Namun menurutnya inflasi dalam negeri tren turun, mestinya daya beli membaik. Turunnya inflasi mengikuti perlambatan ekonomi dalam siklus ekonomi jangka pendek. Kenyataan sekarang bahan makanan masih menjadi penentu inflasi umum. Adaministered prices (harga-harga yang diatur pemerintah) menentukan angka inflasi.
Kebijakan pemerintah dalam menjaga daya beli dengan melakukan stabilisasi harga melalui TPID dan HET (Harga Eceran Tertinggi). Selain itu dengan melakukan peningkatan pendapatan melalui bansos dan penggunaan dana desa untuk proyek padat karya.
Intinya, ada tren turun inflasi yang ditengarai sebagai efek melambatnya ekonomi, menurunnya pendapatan (daya beli) dan menurunnya permintaan. Sumber inflasi bersumber dari sisi permintaan. Kebijakan pemerintah dalam stabilisasi harga membuat ‘harga terjangkau’ melalui HET di tengah daya beli yang melemah, tetapi perlu dipertimbangkan dampak negatifnya bagi dunia usaha. (wie)