Falsafah Budaya Minang dalam Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) merupakan salah satu filosopi hidup yang dipegang masyarakat Minangkabau, menempatkan Islam sebagai landasan utama dalam tata pola perilaku dan nilai-nilai kehidupan. Dengan kata lain, ABS-SBK kerangka dasar kehidupan sosial baik horizontal-vertikal maupun horizontal-horizontal.
Filosofi ini sekarang terus mendapat perhatian banyak kalangan. Berbagai opini yang berkembang menyebutkan bahwa eksistensi ABS-SBK ini di hadapan pada tantangan besar. Tepatnya, di tengah anomali budaya yang bergerak cepatnya sejalan perkembangan informasi teknologi. Hal ini ditandai dengan fenomena lunturnya filosofi etnik tersebut seiring tidak lagi memberi corak kepada perilaku masyarakatnya. Di samping itu, banyak tokoh-tokoh masyarakat yang berpikir abstrak dan tidak memberikan contoh dalam berkehidupan masyarakat.
Kelunturan filosofi ABS-SBK dapat dilihat dari fenomena berkembangnya penyakit sosial di Sumbar, seperti meningkatnya kasus-kasus narkoba (baik pemakai maupun penjual), bertambah banyak korban penyakit HIV/AIDS, angka perceraian tinggi, perilaku asosial pejabat-pejabat, serta berkembangnya kehidupan lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT). Keadaan ini dapat dikatakan sebagai bencana sosial yang melanda di tengah masyarakat.
Gambaran di atas jelas terasa sedikit ironis, mengingat Sumbar dikenal sebagai daerah yang agamais dan sangat produktif dalam menghasilkan intelektual-intelektual. Mereka hadir dan berkembang melalui lembaga-lembaga pendidikan tinggi di daerah ini.
Bencana sosial pada hakikatnya timbul karena ulah manusia sendiri, namun dampaknya tak kalah destruktifnya dari bencana alam. Makanya, perlu diambil upaya-upaya guna mereduksi bencana sosial ini sejak dini.Tepatnya, langkah antispasi dan menjadi bagian dari sistem peringatan dini (early warning system) bersama dalam konteks penguatan budaya dan kearifan lokal
Kondisi yang terjadi ini, jelas tidak cukup hanya disikapi dengan keperhatinan dan saling melempar wacana di antara berbagai pihak yang menjadi pemangku kepentingan. Tapi, tentunya membutuhkan tindakan nyata yang benar-benar melibatkan dan menyentuh kepentingan masyarakat luas di Sumbar. Lalu, bagaimana upaya untuk meminimalisir bencana sosial ini?
Prof Dr Azyumardi Azra MA pernah mengungkapkan soal fenomena pengikisan nilai-nilai keislaman di kalangan masyarakat Minangkabau dewasa ini. Lebih jauh diungkapkan bahwa apabila muncul sebuah kondisi, di mana lembaga-lembaga keluarga dan lembaga-lembaga etnis secara nyata tidak lagi memiliki kapasitas memadai dalam pengetahuan agama dan tidak mampu mendorong anak-anak dan generasi muda untuk belajar agama, salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah mendorong peran lembaga-lembaga pendidikan agama modern seperti pondok pesantren modern yang mulai banyak tumbuh dan berkembang di Sumbar. Hal ini menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi lunturnya nilai-nilai dan filosofi kultural dan keagamaan di Sumbar.
Selanjutnya, mengamalkan filosofi ABS-SBK melalui lembaga pendidikan secara berjenjang dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, dapat dianggap sebagai salah satu solusi yang cukup komprehensif mewariskan nilai-nilai budaya secara berkelanjutan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Tentunya, diperlukan komitmen kuat, sinergitas, serta waktu pelaksanaannya.
Peran perguruan tinggi sangat diperlukan dalam mereduksi penyakit sosial yang semakin berkembang ini. Bagi Universitas Andalas salah satu cara menangkal penyakit sosial ini adalah membuat early warning system yang mengharuskan mahasiswa baru mengisi formulir yang ditandatangani sebagai pernyataan tentang tidak akan terlibat narkoba, tidak terlibat kehidupan LGBT, tidak terlibat dalam seks bebas dan hal-hal merusak moral. Di samping itu, mereka juga diberikan pembekalan karakter, wawasan kebangsaan dan kegiatan Subuh Mubarokah bagi mahasiswa yang tinggal di asrama.
Untuk penguatan peran guna menghindari penyakit sosial, lembaga-lembaga pendidikan tinggi perlu saling bersinergi dengan pemerintah daerah, agar penguatan identitas lokal dalam dokumen-dokumen perencanaan pembangunan daerah yang senantiasa menempatkan pengamalan ABS, SBK dalam kehidupan bermasyarakat sebagai prioritas pembangunan daerah. Momentum penempatan prioritas ini tentunya memberikan peluang luas kepada seluruh civitas akademika di semua perguruan tinggi di Sumbar untuk menggali, bersinergi melakukan revitalisasi dan reaktualisasi nilai, serta restrukturisasi masyarakat sesuai tuntutan kekinian.
Semua pihak, tidak hanya perguruan tinggi, diharapkan mendukung upaya pengamalan filosofi ABS-SBK secara lebih nyata di tengah-tengah masyarakat Sumatera Barat melalui program dan kegiatan yang terus meningkatkan perhatian sejak pendidikan usia dini, baik pendidikan formal ataupun informal, termasuk juga terhadap guru-guru mengaji, mubaligh/dai, serta praktisi-praktisi budaya yang selama ini bergerak di tingkat groos root untuk membina kehidupan beragama masyarakat hingga ke pelosok wilayah. Di samping itu, diperlukan berbagai fasilitas pendukung guna meningkatkan kompetensi mereka, baik melalui pelatihan ataupun pemberian buku-buku pedoman berkualitas
Bagi Sumbar, pengamalan filosofi ABS-SBK tentunya harus mampu mewarnai seluruh aspek kehidupan bermasyarakat yang dikenal taat beragama. Sehingga, berbagai upaya untuk mendorong aktivitas-aktivitas keagamaan dan sosial budaya, tentunya perlu dioptimalkan.
Demikian juga pelestariannya yang lebih efektif dilakukan melalui aktualisasi pendidikan agama dan budaya bagi generasi penerus di setiap jenjang pendidikan yang ada, sehingga filosofi ini mampu membangun masyarakat madani ala Sumbar yang disepadankan dengan civil society, mampu mengembangkan sumberdaya berkualitas dilandasi nilai-nilai illahiyah, insyaniyah, serta lingkungan yang memegang teguh ABS-SBK di Sumbar. Semoga kita dapat melaksanah ibadah secara penuh di bulan Ramadhan dan diridhai Allah SWT. Amin. (*)
LOGIN untuk mengomentari.