Komika Muhadkly alias Acho jadi tersangka pencemaran nama baik. Pangkal mulanya adalah tulisan di blognya, berisi curhat tentang apartemennya di Pramuka, Jakarta Pusat. Lewat tulisan yang diunggah dua tahun lalu itu, Acho memprotes janji pengembang apartemen yang tak sesuai kenyataan. Dari soal ruang terbuka hijau sampai parkiran. Acho bukan satu-satunya penghuni yang protes – penghuni lain sudah berdemo, keluhan mereka pun dimuat di berbagai media.
Acho adalah konsumen. Sebagai konsumen, ia punya hak menyampaikan pendapat dan keluhan, dilindungi Undang-undang Perlindungan Konsumen. Sebagai warga negara pun, ia punya hak untuk berpendapat dan berekspresi. Tapi apa daya, ada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE yang menyandung. Pihak pengembangn menilai isi tulisan Acho sebagai pencemaran nama baik, maka Acho pun diajukan ke muka hukum.
Dukungan mengalir deras ke Acho. Termasuk dari sesama komika yang salah satunya mengeluarkan lelucon pilu: bakal mempidana penonton kalau ada yang protes lawakannya tak lucu. Karena kita semua adalah konsumen, kita semua patut cemas menghadapi kasus Acho. Sasaran tembak UU ITE ini begitu acak dan luas. Hari ini Acho, besok lusa bisa jadi Anda.
Acho memulai tulisan di blognya dengan peringatan: waspada sebelum membeli. Ketika kritik terhadap kualitas barang dibungkam dengan pasal pencemaran nama baik, maka tak bakal ada konsumen yang berani bersuara. Akibatnya, konsumen tak mendapatkan informasi pembanding. Ujung-ujungnya, kita yang merugi. Dan ini tak boleh dibiarkan. Konsumen punya hak dan tak boleh tinggal diam jika dirugikan atas barang yang kita beli.