Jakarta – Ketua Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Anggito Abimanyu menegaskan dana haji adalah milik jemaah. Lembaga yang dipimpinnya, BPKH, hanya bertugas mewakili jemaah untuk mengelola dana itu. Jadi tak benar, jika BPKH sudah setuju dengan keinginan Presiden Jokowi yang ingin memakai dana haji untuk infrastruktur.
“Dana haji adalah milik para jamaah haji, BPKH hanya mewakili mereka mengelolanya. Ya, boleh-boleh saja Presiden Jokowi punya berkeinginan meminta dana haji untuk infrastruktur, tapi tak bisa begitu saja disetujui,” kata Anggito saat jadi pembicara dalam diskusi publik bertajuk, ”Dana Haji dan Infrastruktur” yang diadakan oleh Woku (Wacana Obyektif, Konstruktif, dan Universal), di Jakarta, Rabu (23/8).
Karena itu, Anggito, agak terganggu ketika ramai diberitakan, dirinya sudah menyetujui rencana pemakaian dana haji untuk infrastruktur. Dia menegaskan, berita itu tak benar. Ia sama sekali belum menyetujui dana haji dipakai untuk pembangunan infrastruktur. “Saya belum pernah mengatakan siap, seperti diberitakan media.
Karena pemberitaan itu, saya banyak mendapat cercaan, termasuk dari Pak Yusril Ihza Mahendra. Saya katanya tersandera dosa masa lalu. Sebab itu, saya ingin tabayun dengan beliau (Yusril – red), tapi masih belum dapat kesempatan,” tutur Anggito. Anggito pun menegaskan, ada prosedur ketat dalam penggunaan dana haji.
Misalnya, feasible atau tidak penggunaan itu. Dan tak sembarangan. Jika benar rencana itu hendak di jalankan, DPR juga harus dilibatkan untuk mendapat pertimbangan. “Jadi tak semudah itu menggunakan dana haji yang dikelola BPKH,” ujarnya. Sementara itu, Khatibul Imam Wiranu, Anggota Komisi VIII DPR yang juga Ketua Bidang Agama DPP Partai Demokrat, mengatakan wacana Presiden Jokowi yang dilontarkan setelah melantik Dewan Pengawas dan Anggota BPKH agar dana haji diinvestasikan untuk infrastruktur, perlu dibahas dengan hati-hati.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Di antaranya, tata cara pengelolaan keuangan haji harus dituangkan rincian dan kebijakannya dalam peraturan pemerintah. “Hal ini amanat dari Pasal 48 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014,” katanya. Ia menyarankan, pemerintah fokus menyusun peraturan pemerintah yang diamanatkan tersebut.
Daripada mengumbar wacana yang tidak jelas standar hukumnya. Hal berikutnya adalah terkait penempatan dan investasi dana haji. Menurutnya itu harus berdasarkan prinsip syariah dengan memperhatikan prinsip lain yaitu mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas. Mantan anggota DPR dari Fraksi PAN, Afni Ahmad juga sependapat. Menurut dia, pengelolaan dana haji, jangan sampai mengabaikan pemilik dana yakni calon jemaah yang telah menyetor dana. Pemerintah hanya sebagai fasilitator. ags/E-3