PADEK.CO-Ketua Pengembangan Desa Wisata Sumbar menyambut baik digelarnya banyak iven nasional dan internasional di Provinsi Sumbar akhir-akhir ini. Seperti Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) pada 29 Mei lalu di Kabupaten Dharmasraya, disusul kegiatan Latihan Integrasi Taruna Wreda Nusantara (Latsitardanus) XLIII 2023 dan Pekan Nasional Kontak Tani Nelayan Andalan (Penas KTNA) ke-XVI.
Latsitardanus digelar pada 15 Mei – 7Juni 2023 di lima kabupaten/kota, yakni Kota Padang, Kota Solok, Kota Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Pasaman. Kemudian hari ini (10/6/2023) hingga 15 Juni berlangsung Penas KTNA ke-XVI yang diikuti seluruh provinsi di Indonesia, dipusatkan di Kota Padang.
“Kegiatan tersebut tentu saja bakal berdampak pada perekonomian daerah dan masyarakat. Apalagi dalam pelaksanaannya tentu saja para peserta juga bakal pergi berwisata ke destinasi-desrinasi wisata yang ada di Sumbar,” kata Zuhrizul.
Namun demikian, menurut Zuhrizul, masalah akomodasi perlu menjadi perhatian ke depan. Homestay solusi untuk membantu akomodasi bila ada iven maupun libur panjang wisatawan atau kunjungan bisnis serta kebutuhan lain pengunjung ke suatu daerah.
Homestay merupakan rumah warga yang kamarnya berlebih atau ditambah menjadi penginapan bagi tamu. Pengunjung atau wisatawan akan menginap di rumah warga dengan layanan seperti layaknya hotel. Kamar dan toilet bersih serta sarapan pagi yang disediakan tuan rumah atau yang lebih dikenal dengan istilah host family.
Homestay sangat potensial untuk dijadikan salah satu alternatif bisnis sektor pariwisata guna menambah pendapatan masyarakat di Sumbar di tengah sulitnya ekonomi saat ini. Di samping itu, juga alternatif menginap bila ketersediaan kamar hotel atau penginapan minim di suatu daerah.
“Budaya merantau masyarakat Minang membuat beberapa kamar di rumah menjadi kosong. Kamar-kamar tersebut tinggal dibenahi, dan diberi seprai putih layaknya hotel. Untuk kamar mandinya tidak menjadi masalah di luar atau di dalam kamar. Terpenting bersih dan higienis,” jelas Zuhrizul.
Sebagai tokoh yang menginisiasi hadirnya homestay di Sumbar dengan nama “Saisuak Homestay” di Matur Agam, Zuhrizul mengaku pernah ditanyakan niniak mamak. Apakah tidak jadi tempat maksiat nantinya?
Zuhrizul lalu menjawab dengan menyampaikan SOP yang diterapkan di homestay yang akan dibuka bahwa siapapun keluarga yang menginap harus diminta surat nikah.
“Bila pasangan tidak membawa surat nikah, maka kami akan cek KTP mereka. Kalau alamat yang bersangkutan sama di KTP, maka dibolehkan menginap dan sebaliknya jika berbeda akan ditolak. Nah, setelah dijelaskan itu, ninik mamak mendukung bahkan rumah ponakan beliau juga telah direnovasi jadi homestay dan saat ini berkembang bisa untuk biaya kuliah,” ungkap Zuhrizul.
Homestay bisa memanfaatkan rumah-rumah di lokasi pinggiran kota atau kompleks perumahan. Bahkan, katanya, di Kota Bukittinggi para wisatawan sangat tertarik menginap di rumah-rumah warga daerah pinggiran. Mereka menilai lebih tenang dengan suasana desa dan udara yang segar di pagi hari. Apalagi ada sawah -sawah di sekitar dan dua bulan ke depan sudah banyak dipesan.
Rumah di komplek-komplek juga mulai marak dijadikan homestay. Rumah warga menjadi homestay karena suasana di rumah sendiri menjadi pengalaman bagi wisatawan atau peserta kegiatan. Tinggal pasang plang merek di tepi jalan dan promosi di media serta kerja sama dengan travel agent.
Untuk itu, Zuhrizul mengajak untuk mulai merintis usaha ini. “Modal tidak banyak, tapi sangat menjanjikan untuk masa mendatang. Biaya menginap mulai Rp 250.000 hingga Rp500.000 adalah uang pasti yang dapat diterima saat tamu menginap,” katanya.
Untuk perizinan, kata Zuhrizul, saat ini pemerintah melalui Dinas Perizinan sudah mempermudahnya sehingga tak ada kendala. “Ini usaha bagus terutama buat ibu-ibu. Apalagi jika pekarangan rumahnya lapang, bisa ditambah coffe shop,” kata Zuhrizul yang juga Koordinator Pengembangan Desa Wisata Sumbar yang banyak diapresiasi Kementrian Pariwisata.(rel/esg)