Pada Pemilu 2024 anak muda menjadi instrumen penting karena secara demografi jumlahnya sekitar 54% dari total pemilih. Suaranya sangat strategis dalam menentukan pemimpin masa depan bangsa.
Untuk itu, perlu diberikan pemahaman tentang agenda politik nasional yakni pemilu. Sehingga pilihan-pilihan yang dilakukan bisa maksimal bagi masa depan bangsa yang lebih baik.
Hal itu disampaikan Yuliandre Darwis, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, saat Diskusi Publik bertema “Babak Baru Demokrasi Indonesia: Anak Muda dan Pemilu 2024”, yang digelar Dua Indos Research & Consulting, di Vendita Coffee, kawasan Tebet Jakarta, Sabtu (26/11/2022).
Menurut Yuliandre, pola kampanye saat ini sudah banyak berubah. Dulu sosialisasi dilakukan di dunia nyata, sekarang lebih banyak di dunia maya. “Berdasarkan data, 60,6% generasi Z mencari informasi politik itu melalui media sosial,” ungkapnya.
Saat ini, Yuliandre yakin bagi mereka yang berani dan kreatif akan dipilih oleh anak muda, khususnya oleh generasi Z.
“Terjadi fenomena di medium digital, dengan banyaknya kanal media, di antaranya TikTok, yang lebih hepi, kreatif, dan un-history,” tukas doktor komunikasi publik lulusan Universitas Teknologi Mara (UITM) Malaysia ini.
Yuliandre menyampaikan, inilah yang terjadi di Filipina pada pemilu mereka baru lalu, dimana anak mantan Presiden Ferdinand Marcos, yang bapaknya otoritarian dan dulu kekuasaannya diruntuhkan people power, terpilih menjadi Presiden Filipina.
“Anak mantan Presiden Ferdinand Marcos itu memaksimalkan TikTok sebagai media berkampanye. Akibat pengaruh TikTok tersebut, rakyat Filipina melupakan masa lalu mereka, un-history. Di mana akhirnya Ferdinand Marcos Jr terpilih sebagai presiden,” terang Yuliandre.
Bisa saja kejadian di Filipina itu, menurut Yuliandre, terjadi di Indonesia. Para anak muda melakukan pilihan-pilihan politiknya dengan tidak mempertimbangkan masa lalu, tapi lebih ke masa depan.
Kemudian Yuliandre menyebutkan perihal black campaign yang ketika pemilu marak muncul. “Makanya perlu adanya literasi media bagi anak muda terhadap black campaign. Harus tabayyun, saring sebelum sharing,” tukasnya.
Begitu pula halnya dengan politik identitas. Menurut Yuliandre, pola itu tidak main lagi, karena dia yakin anak muda saat ini mampu berpikir rasional terhadap pilihan politik yang dihadapkan pada mereka.
Dalam diskusi publik yang dimoderatori Syurya Muhammad Nur ini, turut menjadi narasumber lainnya, Budiman Sudjatmiko (Aktivis Reformasi/Anggota DPR RI periode 2009-2014 dan 2014-2019), dan Arifki Chaniago (Pengamat Politik Milenial).
Pada kesempatan tersebut, sekaligus dilakukan peluncuran Dua Indos Research & Consulting, dan Arfino Bijuangsa Koto sebagai Direktur Eksekutif.(rel)