Hobi Tunggak Iuran BPJS Kesehatan
Pemerintah pusat tak lagi bersikap lunak pada pemerintah daerah (pemda) bandel yang hobi nunggak iuran Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kini, begitu ketahuan nunggak maka langsung ditutup melalui jatah dana transfer daerahnya.
Hal itu ditegaskan oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo usai rapat soal penanganan defisit keuangan Dana Jaminan Kesehatan program JKN-KIS di Jakarta, kemarin (21/6).
Hadir dalam rapat tersebut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Moeloek dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris.
Mardiasmo menuturkan, langkah ini diambil untuk mendisiplinkan pemda-pemda nakal. Menurutnya, sudah menjadi kewajiban pemda untuk membayar tagihan pegawai maupun warga miskinnya.
Sebagain informasi, per 31 Maret 2017, BPJS kesehatan mencatat besar tunggakan pemda pada iuran wajib 2016-2017 mencapai Rp 509 miliar. Belum lagi utang kontijensi saat operasional PT Askes sebesar Rp 847 miliar. ”Kalau ada tagihan dari pemda ke BPJS Kesehatan, nanti kita potong. Kita pisahknya mana yang tagihan lama dan baru,” ujarnya.
Diakuinya, tidak semua pemda memiliki kondisi keuangan yang baik. Ada beberapa pemda yang memiliki penghasilan rendah. Karenanya, ada dana transfer daerah yang diberikan pemerintah pusat untuk membantu mereka.
Hal ini juga berkaitan dengan kewajiban pemda untuk mengalokasikan 10 persen dana APBD nya di bidang kesehatan. Yang sayangnya, hingga kini masih banyak pemda yang belum mematuhinya. Padahal, alokasi ini bisa sangat membantu operasional BPJS kesehatan dalam memberikan pelayanan. “Kalau kurang bed bisa ditambah. Ada rumah sakit rusak bisa segera diperbaiki,” ungkapnya.
Dengan adanya gotong royong dari pemda ini, Kementerian Keuangan akan mengubah pola bantuan untuk BPJS Kesehatan. Bila sebelumnya, bantuan untuk penanganan defisit diberikan dalam bentuk PMN, maka diganti melalui based performance. Artinya, bantuan dikucurkan berdasarkan performance BPJS kesehatan.
”Pencairan sesuai dengan kinerja. BPJS kesehatan akan melaporkan kondisi keuangannya per bulan. Nnati kita lihat, apakah target sudah tercapai atau belum? Bagaimana kolektabilitas, jumlah perserta yang bergabung dan lainnya,” jelasnya.
Kebijakan ini, kata dia, akan mulai dibicarakan dengan DPR dan Menteri Dalam Negeri (mendagri) Tjahjo Kumolo. Dengan begitu, kinerja pemda bisa langsung terawasi.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, tahun ini besaran defisit BPJS Kesehatan diperkirakan mencapai Rp 3,6 triliun. Defisit masih terjadi lantaran besaran iuran yang masih belum aktual sesuai dengan perhitungan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sebelumnya.
Kendati begitu, pemerintah sendiri memastikan belum berniat melakukan penyesuaian dalam waktu dekat. Oleh karenanya, pemerintah tengah mencari cara agar beban ini teratasi.
Fachmi menuturkan, ada beberapa opsi yang muncul. Namun mengerucut pada optimalisasi peran pemda. ”Opsi awal pakai silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran). Namun setelah dikaji, opsi ini tidak memungkinkan karena sipla tiap daerah berbeda,” tuturnya.
Cara lain yang masih dibahas yakni menggunakan penerimaan dari pajak rokok. Dia mengatakan, ada potensi 14 triliun yang bisa digunakan. ”50 persen dari potensi pajak rokok tersebut sudah cukup menutup defisit. Kita lihat apakah masih ada celah hukumnya,” ungkapnya.
Menteri Koordinator PMK Puan Maharani berharap, dengan gotong royong antara pemerintah pusat dan daerah maka program JKN-KIS bisa berjalan dengan baik. Dengan begitu, manfaat JKN-KIS bisa dirasakan maksimal. (*)
LOGIN untuk mengomentari.