Martinus: Kita Maafkan, tapi Proses Hukum Lanjut, Polri Tahan Ustad Alfian Tanjung
Kepolisian semakin intensif menangkap pelaku yang diduga menyebarkan informasi sesat yang berpotensi melahirkan kebencian dan permusuhan. Setelah sebelumnya AR di Padangpanjang, kali ini Direktorat Tindak Pidana Umum (Ditipidum) Bareskrim Polri menetapkan Alfian Tanjung sebagai tersangka.
Bareskrim Polri secara resmi juga sudah menetapkan AR sebagai tersangka. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Fadli Imran menyebutkan, AR ditetapkan sebagai tersangka lantaran menyebarkan informasi tidak benar soal bom bunuh diri di Kampung Melayu Jakarta. “Kami dari Direktorat Tindak Pidana Siber (Bereskrim Polri) tidak gegabah melakukan tindakan hukum,” ungkap Fadli.
Selain AR dan Alfian Tanjung, Bareskrim juga menetapkan HD jadi tersangka dalam kasus hampir sama. HD HD dijerat polisi karena merekayasa dan menyebar potongan pesan elektronik Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian. Perbuatan HD dan AR dinilai keliru lantaran sama-sama menyebarkan informasi tidak benar.
Kuasa hukum pelaku AR, Muhammad Ihsan, berharap polisi menangguhkan penahanan kliennya. Pasalnya, kata dia, kedua putri AR masih anak-anak, dan terlebih istri AR tengah hamil lima bulan.
“Istri ARP menceritakan bahwa dia saat ini sedang hamil lima bulan dan punya dua anak perempuan usia lima tahun dan tiga tahun,” kata Ihsan dalam keterangan, Selasa (30/5).
Tak hanya itu, kliennya, kata dia, juga menyesal telah menyebar informasi hoax tersebut. Bahkan, AR telah menulis surat permintaan maaf langsung kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian atas perbuatannya tersebut.
“ARP menyesali semua perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi dan kepada wartawan di Bareskrim Mabes Polri, AR secara langsung menyampaikan pernyataan maaf pada bapak Kapolri dan masyarakat luas yang telah tersakiti oleh AR melalui FB,” ujarnya.
Ihsan berharap seluruh masyarakat Indonesia mau memaafkan kesalahan ARP. Dia juga meminta pihak kepolisian menyetujui penangguhan penahanan, sehingga ARP dapat berkumpul dan menafkahi keluarganya kembali. “ARP berharap bisa dimaafkan dan kembali berkumpul dengan keluarga karena ARP merupakan tulang punggung keluarga,” sambung dia.
Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menyebut bahwa kepolisian sudah memaafkan AR. Namun, kepolisian menilai perlu ada upaya hukum untuk memberi efek jera kepada AR dan netizen-netizen lain agar hal serupa tak terjadi di kemudian hari.
“Semua bisa menyampaikan permintaan maaf. Ini kita terima, tapi kita harus melihat bahwa ada sekitar 425 ribu anggota Polri dan ada masyarakat Jakarta yang ditebar ketakutan, kecemasan karena bom ini, dan juga masyarakat Indonesia melihat bahwa ledakan bom bunuh diri juga mengagetkan mereka. Ada rasa untuk melakukan satu upaya proses hukum terhadap informasi yang disebarkan di medsos,” kata Kabagpenum Divisi Humas Martinus Sitompul.
“Kita perlu beri efek jera bagi masyarakat lainnya apabila melakukan posting-an yang menebarkan kebencian, permusuhan. Sehingga tidak muncul lagi hal yang sama, yang kemudian membuat orang bisa katakan apabila kebohongan terus berulang disampaikan, bisa diyakini sebuah kebenaran,” ucap Martinus.
Menanggapi permohonan AR agar penahanannya ditangguhkan, Martinus menyampaikan hal tersebut masuk ranah penyidik. Martinus kembali menegaskan proses hukum terhadap AR penting dilakukan guna memberikan pelajaran kepada masyarakat untuk menggunakan media sosial dengan bijaksana.
”(Penangguhan penahanan, red) akan jadi penilaian penyidik apakah bisa ditangguhkan apa tidak. Kita harus lihat proses penegakan hukum jadi pembelajaran bagi kita supaya berhati-hati untuk mem-posting, apalagi yang di-posting itu jadi kegiatan sehari-hari,” ucap Martinus.
AR ditangkap di rumahnya di Jalan Sutan Syahrir, Silaing Bawah, Padangpanjang Barat, Minggu (28/5) sore. ARP ditangkap tanpa melakukan perlawanan. Dia ditangkap setelah menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks melalui akun Facebook-nya.
Tangkap Ustad
Di sisi lain, Alfian Tanjung yang sehari-harinya menjadi ustad/ penceramah, ditetapkan jadi tersangka. Dia diduga menyebarkan informasi menyesatkan.
Kejadian itu terjadi pada 26 Februari lalu, sewaktu Alfian mengisi acara di Masjid Mujahidin, Surabaya. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan ceramah yang isinya menyinggung soal Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengungkapkan bahwa transkrip rekaman video tersebut sudah dia dengarkan. Dalam transkrip itu, Alfian menyandingkan PKI dengan Presiden Joko Widodo. Ari menilai, pernyataan itu merupakan tuduhan yang fatal.
Kalimat-kalimat tersebut, lanjut dia, semestinya dibuktikan secara hukum sebelum disampaikan di muka publik. “Melabeli seseorang dengan diksi atau kata, misalnya kafir saja, memiliki aturannya secara agama,” ucap Ari. Kata tersebut tidak seharusnya disampaikan tanpa aturan. “Terlebih lagi beliau kan ustad,” tambahnya.
Perwira tinggi dengan tiga bintang di pundak itu menyesalkan hal tersebut. ’’Alfian harus membuktikan tuduhannya di meja hijau,” ungkap Ari. Menurut dia, keputusan menetapkan Alfian sebagai tersangka sudah berdasar dua alat bukti. Dia pun mengungkapkan bahwa Alfian ditangkap Senin lalu (29/5) dan ditahan mulai kemarin (30/5).
Sebelum mengambil langkah tersebut, Polri melalui Polda Jawa Timur menerima laporan warga bernama Sudjatmiko. Dia lantas melaporkan Alfian ke Polda Jatim pascamelihat tayangan video ceramah Alfian awal bulan lalu. Dia memilih melaporkan Alfian karena merasa ceramah yang disampaikan melanggar ketentuan.
Senada dengan Ari, Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Martinus Sitompul mengungkapkan bahwa Alfian sudah ditahan. Menurut Martin, penyidik memutuskan itu berdasar beberapa pertimbangan. Di antaranya, soal barang bukti serta pengulangan tindakan yang dianggap melanggar ketentuan. “Penyidik menganggap bahwa tersangka layak ditahan,” katanya.
Martin menyebutkan, Alfian dijerat dengan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. “Sekitar Februari lalu di Surabaya ada penyampaian-penyampaian yang mengarah kepada penyebaran kebencian dan penghapusan diskriminasi ras dan etnis,” jelasnya.
Polri menyatakan itu tidak lain dari video ceramah Alfian. Sampai kemarin, kasus yang menjerat Alfian masih didalami Polri. Lantaran tidak ingin hal serupa terulang, Martin mengimbau masyarakat berhenti menyebarkan informasi tidak benar. Apalagi yang berpotensi melahirkan konflik di antara sesama. “Jangan dilakukan,” pintanya.
Dari Istana, Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengingatkan, penangkapan Alfian maupun vonis penulis buku “Jokowi Undercover” Bambang Tri Mulyono seharusnya bisa menjadi pelajaran. Masyarakat sebaiknya tidak lagi memunculkan isu-isu artifisial atau rekaan. Apalagi, bila ternyata isu-isu tersebut tidak bisa dibuktikan kebenarannya.
Teten menjelaskan, saat ini ada tiga isu artifisial yang diarahkan kepada Jokowi maupun lembaga kepresidenan. “Ada isu anti-Islam, antek Cina (Tiongkok), dan pro-PKI. Menurut saya, berhentilah,” ujar Teten di kompleks Istana Kepresidenan kemarin.
Menurut dia, lebih baik iklim demokrasi di Indonesia diarahkan kepada hal-hal yang lebih produktif. “Misalnya, silakan kritik dari segi kinerja pemerintah, agar pemerintah juga ada yang mengontrol dan melecut sehingga lebih produktif,” lanjutnya. Sebaliknya, memunculkan isu-isu artifisial malah tidak ada gunanya.
Karena itu, setelah adanya penangkapan Alfian maupun vonis Bambang, pihak-pihak yang sebelumnya memunculkan isu serupa sebaiknya berhenti. Dia tidak ragu menyebut isu-isu tersebut sebagai isu siluman. (*)
LOGIN untuk mengomentari.