Terbaik di Asia, si Bonek Siap ke Level Dunia
Dalam ajang balap mobil paling bergengsi Formula 1, Indonesia pernah punya wakil, Rio Haryanto. Sebagai negeri ’’motor’’, seharusnya juga ada pebalap tanah air yang bisa menembus MotoGP, ajang balap motor paling bergengsi. Cita-cita yang kini dikejar Astra Honda Racing Team (AHRT).
WAJAH-wajah berseri terlihat di garasi AHRT di Chang International Circuit, Buriram, Thailand, Minggu (3/12). Tidak ada wajah-wajah suntuk mekanik akibat kinerja motor yang tidak sesuai harapan. Canda dan tawa ringan bersahutan, menghangatkan garasi yang didominasi warna merah dan putih itu.
AHRT memang tidak memiliki beban lagi pada Minggu itu. Sebab, Gerry Salim sudah mengamankan gelar juara Asia Road Racing Championship (ARRC) 2017. Raihan 13 poin pada race pertama pada Sabtu sudah cukup bagi dia untuk mengamankan trofi kelas AP250. Raihan poin itu tidak mungkin lagi bisa dikejar Tomoyoshi Koyama (Jepang) dan Anupab Sarmoon (Thailand).
”Kalau sudah begini, mau apa aja enak. Lepas,” celetuk Prayogi Subur, kepala mekanik AHRT, di depan garasi timnya.
Prayogi adalah salah satu bagian penting dari proyek besar AHRT yang punya misi mengantarkan pebalap Indonesia ke ajang grand prix motor. Melalui AHRT yang tampil di ARRC, Astra Honda Motor mencari pembalap-pembalap muda potensial yang akan diorbitkan ke level yang lebih tinggi.
Dimas Ekky Pratama dan Andi ”Gilang” Farid Izdihar adalah contohnya. Mereka lebih dulu naik kelas di kejuaraan FIM CEV di Spanyol. Dimas di Moto2, sedangkan Gilang di Moto3. Gerry, dengan suksesnya menjadi juara ARRC, sangat mungkin tahun depan juga promosi ke FIM CEV.
Presiden Direktur AHM Toshiyuki Inuma mengisyaratkan akan membawa Gerry ke sana. ”Tentu, kami ingin memberikan tantangan yang lebih besar untuk karir balapnya musim depan. FIM CEV adalah satu di antara beberapa opsi terbaik untuknya,” kata Inuma.
Bagi pebalap yang sedang memburu slot di grand prix motor, FIM CEV memang jalur terbaik. FIM CEV Moto3 masuk kategori FIM World Junior Championship. Persaingan di sana sangat ketat karena diikuti pembalap-pembalap muda terbaik. Dennis Foggia yang tahun ini menjadi juara FIM CEV Moto3 sudah menembus grand prix Moto3 tahun depan. Demikian pula halnya dengan Jaume Masia yang sepanjang tahun ini menjadi pesaing kuat Foggia.
Gerry pun siap memulai petualangan baru. Termasuk di FIM CEV. Arek Suroboyo yang bangga memasang tulisan ’’I’m Bonex’’ di helmnya tersebut ingin mendapat tantangan yang lebih ketat tahun depan.
”Semoga saya bisa naik level tahun depan. Semua tergantung penilaian tim dan Honda,” ucapnya.
Gerry adalah salah satu contoh anak muda Indonesia yang mendedikasikan energinya untuk balapan. Sejak kecil, didampingi ayahnya, Gunawan Salim, Gerry sudah berlatih balapan. Pada usia 14 tahun, dia menjuarai beberapa kejuaraan road race dalam negeri. Dengan talentanya, dia lantas berhasil menembus audisi yang diadakan AHRT. Di sana, skill balap Gerry kian terasah hingga menjadi yang terbaik di level Asia seperti saat ini.
Hamna Sofyan, ibunda Gerry, akan mendukung setiap keputusan anaknya di dunia balap. Termasuk bila tahun depan Gerry harus naik kelas ke FIM CEV dan tinggal di luar negeri.
Hamna yang akhir pekan lalu mendampingi Gerry di Thailand menyebut anaknya sebagai sosok yang penuh dedikasi dalam mengejar cita-cita. ”Gerry sudah dapat kontrak dari Astra (AHRT) sejak masih sekolah. Ujian akhir (SMA) saja dia hampir tidak ikut dan kami mengizinkan,” kenangnya. ”Kesempatan untuk karir profesional tidak datang dua kali. Ujian bisa ditunda,” tandasnya.
Tinggal di Luar Negeri
Mendapat tiket tampil di FIM CEV merupakan kesempatan besar bagi pembalap mana pun. Termasuk pebalap Indonesia. Namun, untuk tampil di sana, dituntut perjuangan keras dan pengorbanan untuk bisa tampil kompetitif. Demikianlah yang harus dilakoni Dimas dan Gilang ketika tinggal di Barcelona setahun terakhir.
Dimas dan Gilang setiap hari harus menjalani jadwal padat untuk berlatih. Baik saat race weekend maupun tidak. Biasanya, mereka bangun pukul 08.00 waktu Barcelona (jam kerja dimulai pukul 10.00). Setelah sarapan, mereka sudah ditunggu jadwal latihan fisik di gym atau outdoor mulai pukul 09.00. Itu dilakukan sampai jadwal makan siang pukul 13.00. Pada pukul 14.00, menu latihan lain sudah menunggu sampai pukul 18.00.
”Begitu setiap hari. Dalam sepekan, kami kadang bisa menempuh ratusan kilometer bersepeda. Juga puluhan kilometer lari,” kata Dimas tentang menu latihannya.
Tinggal di Spanyol, ungkap Gilang, membuat dirinya belajar banyak hal yang tidak bisa dilakukan di Indonesia. Mereka terbiasa dengan atmosfer para pebalap profesional di sana, baik dalam berlatih maupun berkomunikasi. ”Kami kadang latihan bareng supermoto dengan pebalap MotoGP saat mereka tidak ada race. Salah satunya (Maverick) Vinales dari tim Movistar Yamaha,” ungkapnya.
Bergaul dan berkomunikasi dengan pebalap kelas dunia sangat penting bagi rider Indonesia. Tidak bisa dimungkiri, pembalap Indonesia kerap merasa inferior ketika harus bertarung dengan pembalap bule.
Hal itu juga dirasakan Gilang. Dia sering berkutat di papan tengah. Padahal, ketika masih tampil di ARRC, dia dominan di depan. Pembalap asal Jepang yang di ARRC tidak pernah di depannya, di FIM CEV Moto3, dia lebih bisa bersaing.
”Saya sih tidak merasa grogi atau gimana. Tapi, tidak tahu kenapa saya sering kalah dari Kazuki Masaki di FIM CEV. Padahal, di Asia, saya selalu mengalahkan dia,” ucap Gilang. Sebagai catatan, Gilang dan Masaki tergabung dalam satu tim di Asian Talent Team.
Alberto Puig, mantan pebalap MotoGP yang kini menjadi direktur Asian Talent Team, menyebut pebalap Indonesia punya potensi besar untuk bersaing di FIM CEV. Mereka harus diberi kesempatan untuk berkompetisi dalam kejuaraan yang kompetitif agar lebih cepat berkembang.
”Andi Gilang menunjukkan peningkatan yang luar biasa dalam musim keduanya di FIM CEV,” kata Puig dalam seri terakhir FIM CEV akhir November lalu.
Memang, Gilang belum bisa menembus posisi sepuluh besar pada klasemen akhir FIM CEV Moto3. Namun, bahwa dia menyelesaikan banyak lomba dan bertarung dengan sangat baik, hal itu menunjukkan skill-nya berkembang pesat. ”Dia telah tahu bagaimana ketatnya persaingan level dunia. Itu penting bagi dia untuk lebih berkembang di masa depan,’’ paparnya.
Semoga saja tahun depan Gerry bisa menyusul Dimas dan Gilang. Tentu akan lebih besar peluang Indonesia untuk menembus grand prix motor bila Gerry berlaga di FIM CEV. Marc Marquez yang saat ini mendominasi MotoGP juga pernah tampil di FIM CEV. (*)
LOGIN untuk mengomentari.