in

At Ta’rif bil Kheleh, Tradisi Wukuf ala Warga Tarim

Oleh Aidil Ridhwan*)

Tarim adalah sebuah kota mungil di Provinsi Hadhramaut, Republik Yaman. Berbicara tentang Tarim, banyak adat dan tradisi islami nan unik yang saya temukan selama berdomisili di kota berjuluk ‘Sejuta Wali’ ini. Selain kuat memegang nilai-nilai syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari, warga setempat juga sangat antusias menyelenggarakan upacara-upacara keagamaan, baik bulanan maupun tahunan.

Sebut saja seperti di tanggal 9 Zulhijjah lalu, mayoritas warga Tarim menunaikan puasa sunnah ‘Arafah. Selain itu, khususnya warga di Distrik Kheleh menyelenggarakan acara “wukuf”. Dari tempat tinggal saya, Distrik Kheleh hanya bisa ditempuh selama sepuluh menit dengan bersepeda motor.

Secara Bahasa Arab, kata Wukuf diambil dari kalimat wa qa fa, yang berarti berhenti atau berdiam diri. Namun, dalam istilah syara’, wukuf berarti salah satu upacara ibadah haji dengan berdiam diri di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah. Kegiatan itu dilakukan mulai waktu tergelincir sampai terbenamnya matahari.

Wukuf di Tarim yang saya maksud di atas adalah melakukan kegiatan sama halnya seperti yang dilakukan tamu-tamu Allah swt di Arafah, Mekkah, yaitu berdiam diri seraya berdoa dan bermunajat kepada Allah swt. Di kalangan warga Tarim, acara penyerupaan (tasyabuh) seperti itu dikenal dengan sebutan At Ta’rif.

Di mana, pada hari tanggal 9 Zulhijjah, setelah shalat asar, warga berduyun-duyun berdatangan ke lapangan di depan masjid Husein Maula Kheleh, di Distrik Kheleh. Disitulah acara itu digelar. Tak butuh waktu lama, lapangan langsung disesaki para jamaah. Saya pribadi juga ikut menghadirinya, bersama dengan Riyadhussalihin, mahasiswa asal Banjarmasin, Kalimantan.

Di tempat itulah, para jamaah berkumpul, berdzikir dan bermunajat kepada Allah Swt yang dipimpin langsung oleh Ketua Mufti wilayah Tarim, Al Habib Ali Al Masyhur (kakak kandung Al Habib Umar bin Hafidh).

Adapun serangkaian acara di sore hari itu meliputi; pembacaan doa yang dianjurkan selama sepuluh hari di awal bulan Zulhijjah, berselawat atas junjungan Nabi Muhammad saw, pembacaan doa yang digubah oleh Sayyidina Ali Zainal Abidin, tausiah atau mauidhah hasanah, dan berakhir dengan pembacaan qasidah Ya Arhamar Rahimiin, qasidah gubahan Sayyid Abdullah bin Husain bin Thahir.

Setengah jam menjelang maghrib, puluhan warga Distrik Kheleh tersebut bersiap-siap membagikan menu berbuka kepada para jamaah. Satu persatu para jamaah disuguhi peganan buka berupa kurma, air mangga, dan air putih.

Setelah semuanya siap dibagikan, waktu azan maghrib pun tiba. Lantas, para jamaah pun berbuka. Selesai shalat maghrib berjamaah, takbir malam Idul Adha itu pun menggema seantero Distrik Kheleh. Takbir, kebesaran Yang Maha Agung. Tanda kemenangan bagi kaum muslimin. Dan acara pun diakhiri dengan salam-salaman.

Allahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd. Seulamat uroe raya Idul Adha 1438 bagi syedara-syedara lon di Aceh. Saleum aneuk nanggroe!

*)Penulis adalah mahasiswa S1 di Universitas Al Ahgaff, Tarim, Yaman. Asal Pante Garot, Pidie. Alumnus Dayah Ummul Ayman, Samalanga, Bireuen.

Komentar

What do you think?

Written by virgo

Festival TIK 2017 Akan Digelar di Aceh

KIP: Buka Akses Pendidikan dan Jadikan Anak Indonesia Aset Bangsa