in

Aung San Suu Kyi Diperkirakan Kembali Berkuasa

YANGON – Penghitungan dalam pemilu Myanmar dimulai begitu pemungutan suara ditutup pada Minggu (8/11). Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, diperkirakan akan kembali berkuasa, meskipun reputasinya di luar negeri hancur karena isu krisis Rohingya.

Pemilu Myanmar kali ini merupakan yang kedua sejak berakhirnya kekuasaan junta selama hampir setengah pada 2011 lalu.

Pada pemilu 5 tahun lalu, partai Suu Kyi, National League for Democracy (NLD) menang telak, tetapi di bawah aturan konstitusi partai itu terpaksa harus membuat kesepakatan pembagian kekuasaan dengan militer yang pengaruhnya masih kuat.

Dalam pelaksanaan pesta demokrasi kali ini, Suu Kyi telah meminta warga untuk mengalahkan kekhawatiran terhadap pandemi Covid-19, dengan keluar rumah dan memberikan suara mereka, sebagai upaya untuk mempertahankan mayoritas NLD.

Jutaan orang datang lebih awal untuk mengantre di luar TPS bahkan sebelum matahari terbit, sementara yang lain menunggu berjam-jam dalam cuaca panas untuk memasuki kuil, pusat perbelanjaan, dan kantor yang menjadi lokasi sementara tempat pemungutan suara (TPS) hanya untuk memberikan hak suara mereka.

Di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar yang menjadi salah satu pusat penyebaran wabah, para pemilih tampak berdesakan di TPS yang berada di komplek istana kuno yang ada di kota itu.

Sebenarnya para pemilik hak suara di seluruh Myanmar diwajibkan mengenakan masker di TPS, tetapi yang terlihat di mana-mana aturan jarak sosial tidak ditaati bahkan terlihat kerumunan orang di jalur antrean.

Kasus Covid-19 telah meningkat dalam beberapa bulan terakhir, membuat sebagian besar wilayah menerapkan penguncian, dan kampanye berjalan secara daring, di mana ujaran kebencian antara faksi-faksi yang bersaing telah berkembang.

Suu Kyi sendiri telah menolak untuk menunda pemungutan suara, yang dianggap para pemantau pemilu sebagai keputusan yang berisiko. “Penolakan itu bisa menyebabkan konsekuensi kesehatan masyarakat yang serius,” kata pengawas dari International Crisis Group.

Kurang Transparan

Sementara itu, Sekjen PBB, Antonio Guterres, pada Jumat (6/11) lalu menyerukan agar pelaksanaan pemilu di Myanmar berjalan secara damai, tertib dan kredibel, meskipun ada keraguan tentang integritas pemilu telah menyelimuti proses demokrasi tersebut.

Dilaporkan ada sekitar 600.000 orang dari kaum Muslim Rohingya yang masih bertahan di Myanmar dengan setengah dari mereka yang adalah usia pemilih yang telah dilucuti kewarganegaraan dan haknya, termasuk kesempatan mereka untuk memberikan suara.

“Ini adalah pemilihan apartheid. Pemilu ini kurang bebas dan adil dibandingkan sebelumnya,” komentar kelompok HAM dari Inggris, Burma Campaign.

Sementara itu pembatasan di banyak wilayah etnis minoritas lainnya, yang seolah-olah bertujuan untuk alasan keamanan, telah membuat hampir 2 juta dari 37 juta pemilih kehilangan hak suaranya.

Di Negara Bagian Rakhine, beberapa orang mengunggah foto protes karena tak bisa mengikuti pemilu lewat media sosial Facebook dengan menampilkan gambar jari-jari mereka tanpa terkena tinta ungu sebagai penanda bahwa pemilih telah memberikan hak  suaranya.

Sedangkan Komisi Pemilu yang ditunjuk NLD juga dikecam karena kurang transparan dan kondisi logistik yang buruk, termasuk persoalan daftar pemilih, hingga dugaan adanya diskriminasi terhadap kandidat dari kalangan Muslim. SB/AFP/I-1

 

 

What do you think?

Written by Julliana Elora

Susun Aturan Turunan UU Cipta Kerja, Pemerintah Harapkan Masukan Masyarakat

Minta ke NA, Warga Tanahdatar Ingin Jalan seperti di Pessel, Insya Allah Nasrul Abit jadi Gubernur Sumbar