Datangnya Lebaran atau Idul Fitri tidak melulu soal liburan, keceriaan dan kegembiraan. Bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ini justru masa-masa sibuk dan waspada. Terutama untuk mengawasi pejabat, pegawai negeri aparatur aparatur yang rawan menerima gratifikasi lebaran.
Sejak pekan lalu, KPK sudah mewanti-wanti agar para pegawai negeri, pejabat, hingga penyelenggara menolak segala macam pemberian atau hadiah. Apapun hadiah dari pengusaha atau rekanan hingga masyarakat yang berhubungan dengan jabatan atau kewenangan yang dimilikinya, harus ditolak.
Peringatan KPK itu bukan tanpa dasar. Dalam dua lebaran terakhir, laporan penerimaan gratifikasi terkait Idul Fitri ke KPK meningkat drastis. Pada 2015, laporan penerimaan gratifikasi lebaran tidak sampai 100 laporan senilai Rp35 juta. Setahun kemudian jumlahnya meningkat menjadi 300 laporan ke KPK senilai Rp1 miliar lebih. Gratifikasi itu bermacam-macam, mulai dari komputer jinjing, parsel makanan minuman, voucher belanja, hingga perabotan rumah tangga dan elektronik.
Tahun ini, sejak Januari hingga Mei, jumlah laporan penerimaan gratifikasi mencapai nilai Rp100 miliar lebih. Artinya, praktik pemberian gratifikasi terkait jabatan masih terus terjadi dan menjadi potensi korupsi. Beruntung, pelaporan ke KPK meningkat. Artinya, ada perbaikan kesadaran dari aparatur dan pejabat atau penyelenggara negara.
Selama Ramadhan tahun ini, KPK sudah melakukan empat kali operasi tangkap tangan kasus suap, dari Surabaya hingga Bengkulu. Kasus suap yang membelit Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti beberapa waktu lalu menjadi peringatan bagi kita, bahwa perang melawan korupsi semakin berat, bagi kita semua, terutama KPK.