MANILA – Para peneliti di lembaga Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Children’s Fund/ UNICEF) pada pertengahan Oktober lalu melaporkan bahwa konsumsi makanan modern yang murah namun minim nutrisi seperti mi instan telah menyebabkan jutaan anak-anak di kawasan Asia tenggara kekurangan gizi atau bahkan mengalami kelebihan berat badan.
Di Negara-negara yang mengalami perkembangan perekonomian pesat dan peningkatan standar hidup seperti Filipina, Indonesia, dan Malaysia, tercatat ada banyak orang tua yang bekerja yang tak memiliki cukup waktu, uang atau kesadaran untuk mengendalikan makanan yang merusak anak-anak mereka.
“Di 3 negara Asia tenggara itu, rata-rata 40 persen anak balita mengalami malnutrisi. Angka ini melebihi rata-rata global,” demikian lapor UNICEF.
Menurut pakar kesehatan publik asal Indonesia, Hasbullah Thabrany, orang tua lebih meyakini mengisi perut anak-anak mereka sebagai hal yang amat penting. “Mereka tak memikirkan soal asupan yang cukup atas protein, kalsium ataupun serat,” ucap Thabrany.
Dalam pernyataannya, UNICEF mengatakan malnutrisi yang terjadi pada anak-anak merupakan gejala dari kerugian di masa lalu dan penyebab kemiskinan di masa depan, sementara kekurangan zat besi merusak kemampuan anak untuk belajar dan meningkatkan risiko kematian wanita selama atau setelah melahirkan.
Berdasarkan data yang dipegang UNICEF, populasi anak di Indonesia saat ini berjumlah 24,4 juta anak di bawah lima tahun lalu, sementara Filipina memiliki 11 juta dan Malaysia 2,6 juta.
Menurut spesialis nutrisi UNICEF Asia, Mueni Mutunga, yang menelusuri tren malnutrisi pada balita di Asia Tenggara menyatakan hal ini terjadi karena keluarga telah menyingkirkan pola makan tradisional dengan makanan modern yang terjangkau, mudah diakses dan mudah disiapkan.
“Mi mudah dibuat dan harganya amat murah. Mie bisa disajikan secara cepat dan mudah menggantikan apa yang seharusnya menjadi makanan penyeimbang,” kata Mutunga.
Menurut Mutunga, sebungkus mi instan yang harganya hanya 23 sen AS per paket di Manila, amat rendah kandungan akan nutrisi penting dan zat gizi mikro seperti zat besi dan juga kekurangan protein serta memiliki kandungan lemak dan garam yang tinggi.
Sulit Disingkirkan
Meskipun Filipina, Indonesia, dan Malaysia semuanya dianggap sebagai negara berpenghasilan menengah berdasarkan ukuran Bank Dunia, puluhan juta rakyatnya masih berjuang untuk menghasilkan cukup uang untuk hidup.
“Kemiskinan adalah masalah utama,” kata T Jayabalan, seorang ahli kesehatan masyarakat di Malaysia sembari menambahkan bahwa rumah tangga tempat kedua orang tua bekerja selalu terburu-buru untuk segera mempersiapkan makanan.
“Rumah tangga berpendapatan rendah di Malaysia sangat bergantung pada mi siap saji, ubi jalar dan produk berbasis kedelai sebagai makanan utama mereka,” kata Jayabalan.
Menurut ahli, biskuit, minuman dan makanan cepat saji, juga menimbulkan masalah di negara-negara ini. “Menghilangkan mi instan dalam kehidupan sehari-hari orang-orang di Asia Tenggara kemungkinan akan memerlukan intervensi pemerintah,” pungkas mereka. ang/AFP/I-1