in

Bangunan Miliaran Rupiah Minim Pemanfaatan

Pembangunan sarana fisik menjamur di hampir semua wilayah kabupaten/kota di Sumbar. Semangatnya sama, mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Alih-alih berjalan memakai patokan peraturan, proyek fisik pemerintah banyak yang hadir sporadis atau spontan ketimbang terencana. Hal tersebut tercermin dari bangunan pemerintah yang tetap terbengkalai hingga kini. 

Hampir dua tahun usai dibangun, kantor DPRD Kabupaten Solok tidak juga ditempati. Akibatnya, gedung berlantai 2 yang berada persis di belakang kantor DPRD saat ini kian kusam dan merimba.

Pantauan Padang Ekspres, kemarin (26/11), seluruh sudut halaman gedung DPRD itu tampak merimba ditumbuhi rumput liar. Bahkan, rumput juga menjalari jenjang gedung yang sudah terlihat berlumut. Beberapa kotoran binatang seperti anjing juga tampak di sudut-sudut gedung megah tersebut.

Sebagian dinding atas gedung baru juga tampak terkelupas. Plafon atap gedung yang berkonstruksi seperti rumah gadang itu juga terlihat hancur. Kondisi ini jelas menggambarkan, jika gedung mewah yang berada di kompleks perkantoran Bupati di Kayu Aro ini dibiarkan dan tak diurus.

Data yang berhasil dihimpun Padang Ekspres mengungkapkan, jika pembangunan gedung DPRD Kabupaten Solok itu menelan biaya lebih dari Rp 5 miliar. Anggaran tersebut bersumber dari APBD Kota Solok Tahun 2012 silam, dan pengerjaan bangunan ini sendiri rampung pertengahan Tahun 2015 lalu.

Informasinya, gedung tersebut dibangun dari hasil tukar menukar tanah dan atau bangunan (Ruislag) atas 6 item aset Pemkab Solok yang berada di wilayah Kota Solok. Masing-masing aset itu, tanah dan bangunan eks kantor Dinas PU Kabupaten Solok di Jalan Ir Soekarno, Kelurahan Kampungjawa.

Kedua, tanah dan bangunan eks kantor Cabang Dinas Perindustrian Kabupaten Solok yang berada di sebelah Puskesmas Tanahgaram, Kelurahan VI Suku, Kecamatan Lubuksikarah. 

Ketiga, tanah dan bangunan eks Kantor Cabang Dinas Perkebunan Kabupaten Solok yang juga berada di Kelurahan VI Suku. Berikutnya tanah dan bangunan eks kantor Cabang Dinas Pendidikan Kabupaten dan Kota Solok yang berada di depan Puskesmas Tanahgaram. 

Kelima, tanah dan bangunan eks kantor Dinas Pertanian Kabupaten Solok yang berlokasi di depan Polres Solok Kota, Kelurahan Kampungjawa, Kecamatan Tanjungharapan.

Serta tanah dan bangunan eks kantor Cabang Dinas Perikanan Kabupaten dan Kota Solok beralamat di jalan Syech Kukut, Kelurahan Tanjungpaku, Kecamatan Tanjungharapan.

Kendati gedungnya sudah berdiri kokoh, namun sampai hari ini, pihak DPRD Kabupaten Solok tidak mau menempati gedung tersebut. Dengan alasan, belum adanya kepastian dan penyerahan gedung tersebut dari pihak Pemko Solok pada Pemkab Solok.

“Betul gedung untuk kami DPRD Kabupaten. Tapi, kalau tidak ada hitam di atas putih tentu belum bisa kami menempati. Kalau rusak nanti siapa yang bertanggung jawab,” kata Ketua DPRD Kabupaten Solok, Hardinalis Kobal.

Sebagai bentuk pengawasan, pihak DPRD sendiri telah menyurati Kepala Daerah semasa dijabat Bupati Solok Syamsu Rahim pada Tahun 2015 dengan mempertanyakan soal kejelasan atas pembangunan gedung tersebut. Namun, hingga masa jabatan Bupati SR habis, kejelasan tak kunjung diterima pihak DPRD.

“Saya juga nggak tau, katanya gedung ini dibangun dari hasil Ruislag. Tapi, sampai hari ini belum ada kejelasan,” kata Hardinalis. Menurutnya, sayang jika bangunan dibiarkan merimba tak terurus. Apalagi, tak tanggung besar uang Negara yang telah ‘dimakan’ bangunan megah tersebut.

Namun, selama tidak ada itikad baik dari Pemko Solok untuk menjelaskan dan menyerahkan bangunan itu, Ketua DPRD dan 34 orang anggota dewan lainnya tetap tidak akan menempati kantor baru tersebut.

“Sebelum ada kejelasan, DPRD tidak mau menerima. Itu gedung kan aset Pemko Solok, makanya Pemko Solok harus menjelaskan dulu pada kami soal bangunan itu,” katanya.

Begitu juga dengan pandangan anggota DPRD Kabupaten Solok lainnya, Hendri Dunat Dt Endah Bongsu. Dia beranggapan persoalan ini sudah menahun dan mesti segera dituntaskan. Apalagi, sampai hari ini kejelasan tentang kebenaran prosedur ruislag ini belum ada.

“Kalau tukar guling jelas bangunan dengan bangunan atau tanah dengan tanah. Nah, untuk pembangunan gedung ini 6 aset yang ditukarkan. Sedangkan gedung ini sudah memiliki fondasi yang dibangun oleh APBD Kabupaten Solok dan dilanjutkan oleh Pemko Solok berdasarkan nilai uang hasil dari 6 aset itu. Jadi, apa ruislag apa namanya,” kata Hendri.

Hendri dan kawan-kawan DPRD Kabupaten Solok lainnya meminta jaminan tertulis dari instansi yang berhak untuk menyatakan Ruislag ini benar prosedurnya. Sehingga tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.

Soal anggaran pembangunan gedung tersebut, semua anggota DPRD Kabupaten mengaku tidak mengetahui. “Kami tidak tau menahu soal besarnya, anggaran tahun berapa. Sebab kelanjutan gedung itu dibangun sepenuhnya oleh Kota Solok,” sebut Hendri Dunant.

Terkait persoalan belum ditempatinya gedung DPRD itu, Bupati Solok, Gusmal Dt Rajo Lelo mengatakan, jika saat ini Pemkab Solok masih menunggu hasil pemeriksaan BPK tentang kejelasan ruislag aset Pemkab dengan Kota Solok. “Kalau sudah hasilnya, baru kita tindaklanjuti,” sebut Gusmal singkat.

Tak hanya gedung DPRD Kabupaten Solok, di Kabupaten Limapuluh Kota sendiri sejumlah aset yang dibangun menggunakan dana APBD dan APBN belum termanfaatkan secara sempurna. Mulai dari aset daerah yang tidak bermanfaat, bangunan tempat istirahat, rumah makan dan lesehan yang representatif di Rest Area Uluaie, Kecamatan Harau.

“Aset daerah itu tidak hanya  milik Kabupaten Limapuluh  Kota, namun juga aset provinsi atau pusat yang keberadaannya di Limapuluh Kota. Satu lagi yang menjadi keprihatinan kita, soal aset daerah yang ada di rest area Uluaie sebelum Kelok 9,” ungkap mantan Wakil Bupati Limapuluh Kota, Asyirwan Yunus, Sabtu (26/11).

Mantan Wabup Limapuluh Kota periode 2010-2015 itu menyebutkan, pengalamannya selama masih menjabat wakil kepala daerah dulu menemukan persoalan aset yang cukup krusial pada bidang kesehatan dan pendididikan.

“Artinya banyak bangunan sekolah yang belum dikelola secara baik dan administratif. Begitu juga dengan bangunan bidang kesehatan seperti Poskesri dan semacamnya. Butuh kerja keras pemerintah kabupaten untuk mengelolanya ke depan,” sambung Asyirwan Yunus.

Kemudian sejumlah gedung pertemuan, mushala dan WC di kompleks Medan Nan Bapaneh, di Nagari Tarantang, Kecamatan Harau. Kemudian sejumlah bangunan yang dibangun menggunakan anggaran pemerintah pusat.

“Ini dibangun saat kepemimpinan Bupati Burhanuddin Putih yang diresmikan oleh Panglima ABRI saat itu, LB Moerdani,” sebut salah seorang tokoh masyarakat di Nagari Tarantang, Kecamatan Harau, Ajis Datuak Mangkuto Rajo, 65, kepada Padang Ekspres, Jumat (25/11).

Sayangnya saat terakhir dilihat keberadaanya oleh Padang Ekspres bersama Wakil Bupati Limapuluh Kota beberapa bulan lalu, kondisinya memprihatinkan. Jangankan air, tempat berwudhu hingga mushala tidak terawat.

Belum lagi sejumlah gedung yang terkesan tidak lagimendapat perhatian. Lantai rusak, atap bocor dan plafon yang mulai melapuk. Lain lagi bangunan gudang yang ada di belakang Polres Limapuluh Kota, Jorong Ketinggian agari Sarilamak, Kecamatan Harau. Gudang untuk menampung barang yang masuk pada komoditi resi gudang  tersebut, belum termanfaatkan.

“Kita akan segera memanfaatkan gudang yang dibangun untuk sistem resi gudang tersebut,” ungkap Kadis Koperasi dan UMKM Limapuluh Kota, Yunire Yunirman kepada Padang Ekspres sebelumnya. Hanya saja hingga kembali diperhatikan, Sabtu(26/11), belum terlihat pemanfaatannya.

Kemudian jembatan Bukiklimbuku yang dibangun sebatas tiang-tiang penyangga jembatan dikedua sisi aliran Batangsinama. Ketiga bangunan ini berada di Kecamatan Harau.

Jembatan yang sedianya dibangun untuk melintasi Batang Sinama itu, pertama kali dibangun tahun 2009 lalu. Hanya saja, pengerjaan sebatas membangun pondasi jembatan dan tidak lagi dilanjutkan hingga saat ini.

Tidak hanya itu, menurut sejumlah tokoh masyarakat Limapuluh Kota, aset kendaraan dinas dan aset tanah yang ada di Jorong Ketinggian, sepertinya belum termanfaatkan dan dikelola secara optimal.

Budi Febriandi, salah seorang tokoh masyarakat Limapuluh Kota melihat persoalan aset yang paling mendasar itu pengelolaannya  adalah aset bangunan yang ada di Kota Payakumbuh.

“Kemudian inventarisasi kendaraan dinas dan tanah di sekitar GOR Singa Harau yang sepertinya juga belum termanfaatkan secara optimal,” sebut mantan Wali Nagari Ibu Kabupaten Limapuluh Kota ini, kemarin.

Koordinator Forum Peduli Luak Limopuluah, Yudilfan Habib, penataaan dan pengelolaan aset belum maksimal. Sebab menurutnya ada sejumlah aset daerah yang dimanfaatkan oleh kalangan tertentu bukan untuk kepentingan daerah.

“Belum terkelola dengan baik dan banyak yang dikuasai pejabat dan mantan pejabat. Terutama lahan yang sudah dibeli oleh dana APBD. Begitu juga aset kendaraannya,” jawab Habib.

Sementara itu, Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Awalludin belum berhasil dikonfirmasi terkait asset daerah. Pesan singkat yang dikirimkan Padang Ekspres, belum mendapatkan balasan, hingga berita ini dikirim ke meja redaksi, Sabtu sore.

Di Padangpariaman sendiri, Bupati Padangpariaman, Ali Mukhni mengatakan, tidak ada aset Pemkab Padangpariaman berupa gedung yang tidak dipergunakan. Termasuk bangunan milik Pemkab Padangpariaman yang masih terletak di Kota Pariaman. Baik itu perkantoran ataupun failitas umum, seperti bangunan pasar. 

“Kalau bangunan milik Pemkab Padangpariaman di Kota Pariaman yang tidak terpakai lagi, sudah kami hibahkan kepada Pemerintah Kota Pariaman. “ ujarnya.

Kata Ali Mukhni, pengibahan bangunan milik Pemkab Padangpariaman tersebut dapat dilakukan pihaknya, apabila mendapat persetujuan DPRD Padangpariaman. Jadi dia tidak dapat memastikan, pemkab Padangpariaman mengibahkan kembali aset berupa bangunan kepada Pemko Pariaman di tahun 2017 mendatang.  

“Benar. Tidak seluruh aset berupa bangunan itu dihibahkan secara cuma-cuma. Pertimbangan pertimbangan untuk dampak baliknya ke kas daerah juga dibutuhkan,” ujarnya.

Kepala DPPKA Padangpariaman, Hanibal menambahkan kebanyakan aset berupa bangunan dan tanah milik Pemkab Padangpariaman memang masih berada di Kota Pariaman.

Saat ini, seluruh aset tersebut masih dipergunakan pihaknya dengan baik. “Dominan kantor dinas banyak di Kota Pariaman. Sebab sekarang kantor di sini sedang proses pembangunan. Jadi tidak mungkin hibahkan,” ujarnya. 

Terpisah, pengamat tata ruang dari Universitas Bung Hatta, Eko Alvarez menyebut, pada kondisi ini yang dirugikan adalah masyarakat selaku penikmat pelayanan publik. Tentunya yang salah dalam itu adalah pemerintah selaku perencana pembangunan. 

Katanya, kasus itu bisa terjadi karena banyak sebab, seperti kurang matangnya perencanaan yang dilakukan yang berimbas terhadap gedung pemerintahan tidak bisa dimanfaatkan. Selain itu bisa juga proses pembangunan yang dilakukan yang tidak sesuai aturan dan program yang telah dicanangkan.

“Jika gedung tidak selesai berarti perencanaan pembangunannya yang tidak baik,” ujarnya. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

QS: At Taubah ayat 10

Merespons Semangat Presiden Joko Widodo Genjot Sektor Pariwisata 3