in

Belajar Pada Kasus Rempang dan Airbangis, PSN dan Pendekatan Humanis

Nevi Zuairina
Anggota FPKS DPR RI

PADA tahun 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Strategis Nasional.

Dengan adanya Perpres tersebut yang memakai metode percepatan pembangunan, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) segera melakukan pemetaan dan seleksi daftar proyek-proyek yang dianggap strategis dan memiliki urgensi tinggi serta memberikan fasilitas-fasilitas kemudahan pelaksanaan proyek.

Dan diharapkan dengan adanya fasilitas-fasilitas tersebut, proyek-proyek strategis dapat direalisasikan lebih cepat sehingga berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional secara merata.

Kini, berbagai proyek strategis nasional itu sudah dikerjakan dan bahkan sudah mendekati final. Namun disisi lain, juga terdapat beberapa proyek dimaksud yang mengalami hambatan, baik dalam hal pendanaan maupun dalam hal penyediaan lahan.

Khusus untuk hal terakhir, kita masih ingat bahwa telah terjadi penolakan dan resistensi yang sangat kuat di kalangan masyarakat dan menimbulkan penolakan sampai saat ini. Rencana pembangunan dan percepatan pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo tentu harus didukung dan disukseskan.

Saat mengucapkan sumpah menjadi Presiden RI pada tahun 2014, Presiden Jokowi tentu mengambil alih banyak sekali tugas-tugas pembangunan yang selama ini sudah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya. Dan juga melakukan penataan ulang pembangunan yang sesuai dengan visi dan misinya sebagai Presiden yang baru.

Pekan lalu, saat menggelar rapat dengar pendapat dengan jajaran Kementerian Investasi di Ruang Rapat Komisi VI DPR RI, saya menyampaikan beberapa pokok pikiran kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia untuk ditindaklanjuti dalam hal mengatasi peristiwa serupa terjadi di berabagai daerah lain, sebagai imbas resistensi dari proyek strategis nasional yang justru kontraproduktif dengan keadaan masyarakat.

Jelas kita prihatin dengan adanya peristiwa di Pulau Rempang tersebut. Begitu juga dengan peristiwa sebelumnya yang terjadi di Sumatera Barat dimana masyarakat di Airbangis, Kabupaten Pasaman Barat beberapa bulan lalu.

Tentu tidak seharusnya kedua peristiwa itu terjadi. Baik di Pulau Rempang yang menyita perhatian dan menjurus ke isu-isu SARA maupun yang terjadi di Pasaman Barat daerah kita sendiri.

Karenanya kepada Pemerintah melalui menteri Investasi/Kepala BKPM RI saya meminta agar segera dilakukan langkah-langkah yang persuasif dan mengedepankan pendekatan komunikatif agar kedua peristiwa tersebut tidak melebar kemana-mana dan menjadi Presiden buruk bagiu pembangunan nasional dimasa datang.

Dalam pandangan saya, Pemerintah semestinya mengambil langkah-langkah untuk memberikan solusi kepada masyarakat yang terdampak dengan melakukan dialog dan sosialisasi terarah.

Dan fokus pada masyarakat setempat agar setiap program pembangunan yang ditetapkan pemerintah dapat diterima masyarakat tanpa adanya penolakan namun disisi lain masyarakat juga tidak dirugikan.

Terkait soal Rempang, dimana dikemukakannya temuan dari Solidaritas Nasional untuk Rempang, yang menunjukkan adanya penolakan mayoritas masyarakat terhadap pembangunan pabrik kaca milik Xinyi Group di atas tanah adat seluas 2000 hektar, Pemerintah dan BP Batam akan melakukan peninjauan ulang terhadap isu ini dan mencari solusi yang sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.

Karenanya pada saat RDP tersebut digelar, saya mengimbau Pemerintah, BP Batam, dan aparat penegak hukum yang terkait untuk menekankan pendekatan yang lebih humanis kepada warga masyarakat. Kembali ke persoalan Proyek Strategis Nasional, tentu kita mendukung segala daya dan upaya pemerintah dalam rangka menyukseskan pelaksanaan proyek strategis tersebut.

Oleh karena itu, sebagai salah satu langkahnya adalah saya meminta pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk segera menginisiasi pembuatan mekanisme percepatan penyediaan infrastruktur dan penerbitan regulasi sebagai payung hukum yang mengaturnya.

Keberadaan Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Strategis Nasional memang sudah menjadi payung hukum yang cukup kuat namun demikian dalam pelaksanaan di lapangan pemerintah perlu dipandu dengan aturan yang lebih detail agar penerapannya dapat berjalan dengan baik dan sukses.

Kita harus mengakui bahwa infrastruktur di Indonesia ini masih tertinggal ternyata. Baik dari segi jumlah, maupun dari segi kualitas. Padahal untuk mendukung kemajuan perekonomian suatu negara, infrastruktur ini punya peranan yang sangat penting.

Sebab itu, keberadaan jalan yang memadai, pelabuhan yang mumpuni, hingga bandara baik perintis maupun bandara besar, maka kita akan kesulitan melakukan konektivitas dan melakukan distribusi barang dan jasa dari satu titik ke titik lainnya.

Oleh sebab itu, agar kemudian hari tidak lagi terjadi penolakan yang berujung pada bentrokkan antara kepentingan negara dalam hal menyukseskan proyek strategis nasional tersebut dengan masyarakat, maka perlu dilakukan sosialisasi dan duduk bersama mencari solusi terbaik bagi warga yang aset tanah dan bangunanya terkena dampak dari pembangunan dan proyek dimaksud.

Pemerintah dan semua pihak harus menghindari konflik konflik serupa ini dikemudian hari. Baik yang berskala kecil maupun dengan skala yang lebih besar. Potensi adanya konflik juga harus dipadamkan sejak awal agar tidak meluas dan menyentuh dimensi lain seperti hukum, sosial, politik dan ekonomi.

Dengan adanya kebijakan pemerintah terkait penguasaan dan penggunaan tanah serta pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang tertata dengan baik, maka hal yang tidak diinginkan itu akan bisa dihindari sedari awal.

Konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau haruslah menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dalam hal menata pembangunan dimasa datang. Konflik dan peristiwa Rempang merupakan gambaran betapa kita lalai dalam melakukan pendataan dan pemetaan kepentingan.

Lebih dari itu, konflik Rempang juga merupakan kegagalan komunikasi dan kurangnya pendekatan yang lebih humanis kepada warga agar mereka menerima langkah pembangunan menjejak di daerah mereka.

Pemerintah diharapkan mempunyai peran yang sangat penting dalam menyelesaikan konflik agraria. Adanya kebijakan agraria yang jelas atau berpihak pada masyarakat atau kelompok adat akan dapat menghindapi timbulnya konflik.

Metode diskusi langsung dan negosiasi merupakan salah satu cara untuk mencapai kesepakatan antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat lokal. Hal ini dapat membantu mengidentifikasi solusi yang dapat diterima oleh semua pemangku kepentingan. (Nevi Zuairina, Anggota FPKS DPR RI)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Tim Pemenangan Marlis Siapkan Strategi Elegan Menuju DPR RI

Lima anggota PENTAGON hengkang dari agensi