Data yang di rilis oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pada Desember 2019 di Paris, menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara. Survei ini merujuk dari kualitas dan mutu pendidikan yang menilai kemampuan pelajar di bidang membaca, sains, dan matematika.
Ini artinya pendidikan Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara berkembang lainnya. Padahal kualitas pendidikan merupakan salah satu acuan untuk menentukan keberhasilan suatu negara.
Ironinya, biaya tinggi yang telah dikeluarkan pemerintah tidak mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Sehingga Indonesia selalu menempati urutan ke bawah selama bertahun-tahun. Berdasarkan data di atas, telah terjadi kegagalan dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Banyak yang beranggapan bahwa faktor utama keberhasilan pendidikan itu berada di tangan guru. Sehingga ketika terjadi kegagalan dalam sistem pendidikan, guru selalu menjadi orang nomor satu yang disalahkan. Untuk itu marilah kita telaah satu persatu faktor penentu keberhasilan pendidikan di Indonesia.
Anggapan bahwa guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan, tidaklah 100% salah. Namun, guru bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan suatu pendidikan di suatu negara. Banyak faktor lain berperan penting dalam keberhasilan tersebut. Beberapa faktor penentu tersebut adalah:
1. Sistem Pendidikan
Selama beberapa dekade sistem pendidikan di Indonesia masih menggunakan sistem pendidikan konvensional. Seyogianya pendidikan bertujuan untuk menciptakan manusia yang memiliki kecakapan, keterampilan, dan bertanggung jawab terhadap dirinya, lingkungan, dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan ini maka peserta didik dibekali ilmu dan keterampilan di sekolah-sekolah dan universitas. Sehingga mereka diharapkan siap menghadapi tantangan industri 4.0. Pendidikan yang mereka dapatkan di sekolah seharusnya dapat menggali seluruh kompetensi yang ada pada setiap diri peserta didik demi menjawab tantang tersebut.
Namun, kenyataannya sistem pendidikan yang ada tidak dapat menjawab semua itu. Pendidikan yang ada, mengungkung kreativitas dan potensi peserta didik. Seperti contoh, sistem pendidikan Wajib Belajar 9 tahun, mengharuskan semua peserta didik menempuh pendidikan selama minimal 9 tahun secara sama, padahal setiap kompetensi masing-masing anak pastilah berbeda.
Sepintar apapun mereka tetap harus menempuh pendidikan selama 9 tahun, walaupun ada yang bisa menamatkan pendidikan di bawah 9 tahun. Namun, mereka tidak diberi kesempatan untuk itu.
Kemudian kurikulum yang diberikan selama ini selalu satu arah, artinya tidak memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menemukan potensi dan mengembangakan sesuai keinginannya. Peserta didik hanya menerima sekumpulan materi yang harus mereka pelajari dengan berbagai metode.
Padahal seperti diketahui, di dunia kerja setiap orang akan dinilai berdasarkan kemampuannya dalam menghasilkan inovasi dan kreativitas, kemampuannya dalam memecahkan masalah, serta bertanggung jawab dalam menentukan pilihan hidupnya. Ini baru sekelumit kesalahan yang ditemukan dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut. Pergantian kurikulum dalam beberapa dekade tidak mampu menjawab semua itu. Terkadang beberapa kurikulum seperti dipaksakan dalam implementasinya.
Lahirnya kurikulum merdeka belajar memberi angin segar dalam mewujudukan sistem pendidikan yang berorientasi pada murid dan kemerdekaan dalam menentukan tujuan, arah dan pengembangan potensi murid sesuai perkembangan zaman.
Melalui kurikulum merdeka belajar pemerintah melakukan beberapa terobosan seperti sekolah penggerak dan guru penggerak sebagai motor dari perubahan sistem pendidikan tersebut.
2. Kualitas Guru
Guru merupakan ujung tombak keberhasilah suatu pendidikan. Namun, secara praktiknya peran guru selama ini hanyalah sebagai fasilitator dari suatu kebijakan. Untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas tentu dibutuhkan tenaga pendidik yang juga memiliki kualitas mumpuni.
Saat ini di Indonesia banyak persoalan yang menyangkut tenaga pendidik yang tidak kunjung selesai. Hal ini tentu memengaruhi keberhasilan pendidikan tersebut. Beberapa persoalan menyangkut tenaga pendidik adalah, a) Kompetensi, berdasarkan Uji Kompetensi Guru ( UKG ) ditemukan rendahnya kompetensi guru di Indonesia.
Masih banyaknya guru yang memiliki ijazah SMA/ sederajat atau ijazah yang tidak linear merupakan salah satu penyebab rendahnya kompetensi guru. Seharusnya lembaga khusus peningkatan kompetensi guru lebih berperan aktif dalam melihat dan manjaring setiap kompetensi guru di berbagai daerah secara berkala.
Kemudian dilakukan berbagai pelatihan atau upgrade ilmu secara berkesinambungan dan menimbulkan daya saing dalam peningkatan kompetensi setiap guru. Hal ini tentu diiiringi oleh pengawasan dan tekat yang kuat dari berbagai pihak. sebagai akiabtnya tentu membutuhkan biaya dalam pelaksanaannya.
Lalu, b) Pemerataan, persoalan lain dalam dunia pendidikan adalah pemerataan tenaga pendidik yang belum merata di seluruh Indonesia. Masih banyak ditemui guru yang berkualitas ditempatkan di daerah perkotaan, sementara di daerah pedesaan atau tertinggal banyak terjadi kekurangan guru dan kualitasnya yang rendah.
Seharusanya secara berkala diadakan evaluasi tentang tenaga pendidik di setiap daerah. Sehingga terjadi pemerataan tenaga pendidik baik dari segi kompetensi maupun kuantitasnya.
3. Peran Serta Masyarakat
Hal ini juga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu pendidikan. Masyarakat berperan serta dalam memberikan masukan dan kontrol sosial kepada pemangku jabatan di bidang pendidikan. Kontrol sosial ini perlu dilakukan sebagai wujud akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik diperlukan untuk peningkatan mutu pendidikan.
Lingkungan masyarakat juga harus saling bersinergi dengan beberapa stakeholder di dunia pendidikan demi keberhasilan pendidikan di Indonesia. Demikianlah beberapa faktor penentu keberhasilan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Semoga di masa datang pendidikan di Indonesia dapat menjawab tantangan industri 4.0.(*)