Ribuan buruh berkumpul di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (21/8/2019) kemarin. Massa yang tergabung dalam Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) Ini tak hanya berasal dari Jakarta tapi juga Jawa Barat. Mereka menolak rencana revisi Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Aksi serupa juga berlangsung di Lampung dan Batam. Juga Bandung dan Bekasi pada Selasa (21/8/2019) lalu.
Desakan merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan mencuat sejak lama, pun resistensi atas rencana itu. Buruh dan pengusaha tak pernah satu suara. Pemerintah mengatakan saat ini revisi masih dalam tahap kajian, termasuk menyerap asprasi berbagai pihak.
Namun, pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri beberapa waktu lalu bikin buruh resah. Menteri Hanif mengatakan aturan ketenagakerjaan saat ini memberatkan dunia usaha dan iklim tenaga kerja di Indonesia. Dunia usaha menginginkan pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel. Pernyataan Menteri Hanif dinilai cenderung pro pengusaha dan tak memedulikan nasib buruh.
Situasi makin runyam sebab di media sosial beredar draft yang disebut-sebut sebagai revisi atas UU Ketenagakerjaan. Dalam naskah itu antara lain disebutkan revisi nantinya bakal menghapus hak cuti haid, uang penghargaan masa kerja dan fasilitas kesehatan, termasuk keputusan PHK yang tanpa melalui proses persidangan serta penambahan waktu kerja bagi buruh.
Meski draft yang dinilai membahayakan kesejahteraan buruh itu dibantah keasliannya oleh Hanif, buruh tetap was-was. Keinginan revisi UU yang dinilai sarat dengan kepentingan pengusaha itu dikhawatikan bakal memangkas kesejahteraan dan perlindungan buruh. Mulai dari keinginan hubungan kerja fleksibel, pelebaran pada jenis pekerjaan yang bisa di- outsourcing, dan lain sebagainya.
Dalam situasi begini, pemerintah mesti menjadi wasit yang adil. Titipan catatan dari sembilan orang pewakilan buruh yang diberikan kepada Kantor Staf Presiden dan perwakilan Kementerian Tenaga Kerja kemarin sore, wajib jadi pertimbangan untuk bisa berlaku imbang.