in

Berlayar dengan Kapal Pesiar Sekelas Hotel Bintang Lima -2

Tak Bisa Santai, 24 Jam Nielsen Harus Stand By

Kebesaran kapal pesiar Ovation of the Seas, selain dari tingginya mencapai 18 lantai, juga tampak dari panjangnya mencapai 348 meter dengan lebar 40 meter. Hebatnya, kapal raksasa itu dikendalikan dengan kemudi seukuran genggaman tangan yang berbentuk seperti mangkuk bakso.

Berbeda dengan dek penumpang yang ramai dan penuh ceria, suasana anjungan komando cenderung sepi dan tenang. Hanya kecipak air laut jauh di bawah kapal dan suara kemeresek radio komunikasi yang sekali-kali terdengar. 

Pada hari ketiga pelayaran rute Marina Bay Singapura–Penang Malaysia–Marina Bay, Rabu (5/4), para wartawan mendapat izin untuk masuk ke ruang khusus tersebut. Di tempat itu, Kapten Flemming Nielsen, komandan tertinggi kapal, menanti dengan senyum terkembang.

“Selamat pagi, semoga Anda menikmati perjalanan di atas kapal ini,” katanya menyapa para wartawan. Saat itu kapal melaju dengan kecepatan 30 knots. Bergerak ke arah selatan menuju Marina Bay. 

Masuk ke anjungan kemudi, mata akan dimanjakan dengan pemandangan horizon 180 derajat, dalam bingkai kaca-kaca besar yang jernih. Mirip ruang kemudi Starship Enterprise NCC-1701 dalam serial Star Trek.

Interior anjungan utama itu tak jauh berbeda dengan kabin penumpang. Lantainya dilapisi karpet lembut dengan beberapa tanaman hias di sudut-sudutnya.

Anjungan terbentang selebar 40 meter dengan tambahan 3 meter sayap anjungan (bridge wing) di kanan dan kiri kapal. Posisinya yang menjorok ke luar membuat anjungan sedikit lebar dari beam maksimum kapal.

Dari dek komando itu, perwira dan kru bisa melihat ke laut lepas dengan pandangan bebas hambatan 180 derajat. Bahkan, dari sayap anjungan, badan kapal bisa terlihat secara utuh mulai batas air (waterline) hingga dek teratas. Sayap anjungan “melayang” hampir 50 meter dari atas permukaan laut. 

Untuk memastikan kru bisa memosisikan kapal dengan tepat, lantai sayap anjungan dibuat dari kaca tebal yang transparan. “Dari sini kita bisa membidik posisi kapal dengan tepat saat berlabuh atau ketika keluar pelabuhan,” jelas Nielsen. Ombak di depan kapal pun tampak jelas di bawah sepatu Nielsen.

Kemudi utama kapal itu berada di sayap anjungan sebelah kiri (port side). Di sayap tersebut terdapat sebuah meja konsol yang berisi tiga alat kemudi utama kapal. Yakni, dua mangkuk pemutar Azipod serta tuas untuk mengaktifkan pendorong depan (bow thruster). “Kami tidak punya rudder (sirip kemudi),” tuturnya.

Peralatan kontrol kapal tersebut termasuk teknologi tercanggih abad ini. Azipod seberat hampir 200 ton yang tengah mengaduk air laut di bawah sana bisa diputar dengan dua buah panel segenggaman tangan. “Lihat di sini, dua-duanya sedang dalam keadaan lurus. Jadi, kita bergerak lurus ke depan,” kata Nielsen sambil menunjuk pengendali Azipod.

Azipod punya fungsi ganda, yakni kemudi sekaligus pendorong kapal. Bentuknya berupa baling-baling besar (propeller) yang dipasang di buritan di bawah batas air.

Tangkai perekat Azipod dengan badan kapal bisa berputar 360 derajat. Dengan begitu, Azipod bisa menghadap ke mana saja, membuat kapal mampu bermanuver dengan ekstrem.

Tidak cukup dorongan dari belakang. Empat buah bow thruster dengan masing-masing 4 ribu tenaga kuda dipasang di moncong kapal di bawah garis air. Alat itu bisa mendorong kapal ke kiri dan ke kanan.

Untuk kapal sebesar itu, kemampuan bermanuver dengan smooth sangatlah penting. Sebab, tidak semua pelabuhan di kota-kota destinasi wisata punya ruang yang cukup untuk lalu lintas kapal sebesar Ovation of the Seas. 

Tanpa juru mudi yang mumpuni serta akses jalur yang mencukupi, kapal mewah tersebut akan lecet di mana-mana. “Karena itulah kami tidak butuh kapal tunda,” jelas Nielsen.

Selain kemudi, panel konsol di sayap kiri anjungan memuat papan radar dan peta jalur yang akan dilewati kapal. Di situ bisa pula terlihat beberapa kapal yang posisinya berdekatan dengan Ovation. Dengan mengarahkan cursor dan sekali klik, akan muncul informasi tentang kapal tersebut. 

Panel tengah anjungan lebih kompleks dan besar. Berisi alat navigasi, radar, sistem kelistrikan, kontrol mesin, dan tangki bahan bakar. Pagi itu dua perwira duduk berjaga di meja konsol utama.

Di belakangnya, seorang mualim kepala (quartermaster) berdiri mengawasi. Cuaca sedang bagus dan lautan sedang tenang. Begitu pula air muka mereka.

Nielsen menjelaskan, setiap waktu anjungan komando harus dijaga minimal oleh dua perwira dan seorang quartermaster. Namun, dalam keadaan tertentu, jumlah personel akan ditambah. Bergantung situasi. “Kalau akan merapat atau meninggalkan pelabuhan, akan ada lebih banyak perwira,” katanya. 

Nielsen bertugas keliling kapal mengawasi kru dan operator anjungan. Sesekali memberikan komando. Ketika kapal melaju dengan tenang, dia bisa lebih santai. “Pagi biasanya saya pakai untuk joging di dek atas,” ucapnya. 

Nielsen sudah puluhan tahun mengarungi samudra. Sebelum memimpin anjungan komando Ovation, kapten kapal kelahiran Denmark pada 1954 itu menjadi komandan kapal kontainer. Kemudian, dia bergabung di Royal Carribean pada 2000. Royal Carribean adalah operator Ovation. 

Nielsen menyatakan tidak pernah merasa kesulitan meng-handle megasistem di Ovation. Meski demikian, menjadi kapten kapal pesiar bukan perkara enteng.

Pasalnya, dialah penanggung jawab atas keselamatan 4 ribu penumpang selama dalam pelayaran. Dia harus stand by 24 jam untuk mengendalikan laju kapal. Sewaktu-waktu dia mesti lari ke ruang kemudi bila kondisi mendadak memburuk. Tak ada waktu untuk bersantai. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Pernikahan Dini

Mobil Hancur, Korban Selamat