in

Bijak Gunakan Antibiotik Cegah Munculnya Resistensi Bakteri

Las1Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan RI berbicara kepada wartawan di Hotel Grand Aston Medan Minggu (21/ 5). (Berita Sore/Hj Laswie Wakid )

MEDAN (Berita): Resistensi antimikroba (AMR) telah muncul sebagai salah satu tantangan dan menjadi isu kesehatan masyarakat yang semakin menyita pemangku kepentingan di seluruh dunia. Intinya penggunaan antibiotik yang bijak dan tepat dapat mengurangi khususnya komplikasi infeksi akibat bakteri multi resisten.

“Antibiotik tak boleh digunakan sembarangan, termasuk dokter tidak sembarangan memberikan resep antibiotik. Sebab antibiotik untuk bakteri, bukan virus,” kata dr Hari Paraton, Sp.OG (K), Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan RI kepada wartawan di Hotel Grand Aston Medan Minggu (21/ 5).

Dia berbicara dalam acara Journalist Class yang diselenggarakan Pfizer berupa PfizerPressCircle di Hotel Grand Aston Medan. Acara Roadshow “Pengendalian Resistensi Bakteri” itu mengangkat topik “Kendalikan Penggunaan Antibiotik untuk Mencegah Munculnya Resistensi Bakteri” dimotori EO dari Inke Maris. Di sana hadir Communications Manager PT Pfizer Indonesia Ninesiana Saragih serta Didi dan Dina dari Pfizer Cabang Medan.

Dokter Hari Paraton menyebut kini masalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan menyebabkan resisten bakteri menjadi pembicaraan, khususnya di ilmu kedokteran. Soalnya banyak yang seharusnya tak perlu pakai antibiotik, tapi diberi antibiotik. Akibatnya bakteri baik dalam tubuh musnah menjadi bakteri jahat.

Meski secara fisik tubuhnya sehat. Kalau sakit biasa seperti flu, batuk, demam, cacar air, gondok, diare, muntah dan diare tanpa darah, diamkan saja. “Tak perlu pakai antibiotik karena pengakit itu penyebabnya virus. Kalau virus, dibiarin saja, nanti sembuh sendiri,” katanya.

Sebaliknya menurut dr Hari, jika pengobatannya dipakai antibiotik justru akan membunuh bakteri baik di dalam tubuh dan yang muncul resisten bakteri. Sama juga dengan operasi yang tak perlu pakai antibiotik seperti operasi amandel, melahirkan, tonsilectomy, operasi kanker payudara, partus pervaginan, circumsisi (sunat), hernia, gondok leher dan cabut gigi. “Penggunaan antibiotik secara bebas di masyarakat yang tidak sesuai indikasi mengakibatkan meningkatnya resisten antibiotik secara signifikan,” tegas dr Hari.

Hari menyebut menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2014 terdapat 480.000 kasus baru multidrug tuberculosis (MDR-TB) di dunia, 700.000 kematian per tahun akibat bakteri resisten.

Selain itu, berdasarkan laporan the Review on Antimicrobial Resistance memperkirakan bahwa jika tidak ada tindakan global yang efektif, AMR akan membunuh 10 juta jiwa di seluruh dunia setiap tahunnya pada tahun 2050. Angka tersebut melebihi kematian akibat kanker yakni 8,2 juta jiwa per tahun dan bisa mengakibatkan total kerugian global mencapai 100 triliun dolar AS.

“Data ini menunjukkan bahwa resistensi antimikroba memang telah menjadi masalah yang harus segera diselesaikan dan perlu adanya peningkatan kesadaran di masyarakat mengenai resistensi antibiotik,” terangnya.

Menurut dia, penyebab banyaknya kasus resistensi antibiotik dipicu mudahnya masyarakat membeli antibiotik tanpa resep dokter di apotik, kios dan warung. Seharusnya antibiotik tidak dijual bebas dan harus berdasarkan resep dokter.

Ia menyebut antibiotik tidak memiliki peran penting pada dunia kedokteran karena telah menyembuhkan banyak kasus infeksi, namun intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik.

Hari menyebut berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62 persen antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik.

Pada penelitian, ditemukan rumah sakit di Indonesia memakai 30-80 persen antibiotik tidak berdasar pada indikasi. Penelitian WHO, tahun 2013 di enam rumah sakit pendidikan di Indonesia diidentifikasi bakteri penghasil Extended-Spectrum Beta-Lactamase) 40-50 persen resistensi terhadap golongan Cephalosporin generasi 3 dan 4.

Hari menyebut Kemenkes RI komit dalam mengendalikan AMR, salah satu upaya pemerintah antara lain, berfungsinya Komisi Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) yang dibentuk tahun 2014. Program pengendalian resistensi antimikroba diawali pada 144 RS rujukan nasional dan regional serta Puskesmas di 5 provinsi pilot project.

Communications Manager PT Pfizer Indonesia Ninesiana Saragih mengatakan Pfizer mendukung kampanye pengendalian penggunaan antibiotik untuk mencegah munculnya resistensi antimikroba, salah satunya dengan mengadakan kegiatan Pfizer Press Circle dengan topik resistensi antibiotik.

PPC menghadirkan pakar kesehatan yang mengajak jurnalis untuk berdiskusi mengenai pentingnya kesadaran mengenai resistensi dan kepatuhan penggunaan antibiotik yang tepat, sehingga masyarakat menjadi lebih teredukasi tentang penggunaan antibiotik yang terkendali dengan dosis yang tepat untuk mencegah munculnya resistensi antimikroba, serta tidak membeli atau mengonsumsi obat antibiotik tanpa resep dan anjuran dokter.

Ninesiana Saragih menambahkan Pfizer sebagai penyedia obat-obatan anti-infeksi dan antifungal (anti-jamur) terkemuka di industri farmasi dunia, tetap berkomitmen untuk terus mencari cara baru untuk meningkatkan portofolio obat anti-infeksi di seluruh dunia.

Secara global kami menawarkan akses ke lebih dari 80 obat anti-infeksi dan anti-jamur untuk pasien dan profesional kesehatan. Pfizer memahami betul bahaya Antimicrobial Resistance (AMR) terhadap kesehatan masyarakat dan telah melakukan langkah-langkah signifikan untuk menghadapi masalah tersebut.

Pada awal 2016, katanya, Pfizer menandatangani Deklarasi Pemberantasan AMR (Declaration on Combating AMR), sebuah gerakan berskala internasional yang telah ditandatangani oleh lebih dari 100 perusahaan dan 13 organisasi perdagangan yang mendukung kerja sama antara perusahaan dan instansi pemerintah untuk menangani masalah AMR.

Sebagai tindak lanjut Deklarasi tersebut, pada September 2016 lalu Pfizer bersama 13 perusahaan industri farmasi merilis Industry Roadmap to Combat Antimicrobial Resistance, sebuah rencana tindakan komprehensif yang terdiri dari 4 komitmen utama Pfizer untuk mengurangi peningkatan insiden resistensi antimikroba yang akan direalisasikan hingga tahun 2020.

Selain digelar di Medan pada 21 Mei 2017, rangkaian kegiatan roadshow edukasi ‘Pengendalian Penggunaan Antibiotik’ ini telah dilakukan di 2 kota besar yaitu Surabaya (11 Februari 2017) dan Yogyakarta (9 April 2017), serta akan diadakan kembali di kota besar lainnya. Di Indonesia, Pfizer didirkan tahun 1969 dan telah menjalankan operasional pabrik dan pemasaran sejak tahun 1971. (wie)

What do you think?

Written by virgo

Lelaki Tangguh Pembenci Tanjakan

Menristek Dikti Dan Gubsu Luncurkan Sipaten