in

Bom Waktu Konflik Agraria

Karawang mencekam. Tiga desa di Kecamatan Teluk Jambe Barat ibarat kampung mati. Sunyi ditinggal penghuni.  Bertahap sejak pekan lalu keluarga petani meninggalkan Desa Wanakerta, Wanajaya dan Margamulya. Lebih 1000 orang berpencar ke pinggiran Karawang, masuk ke Purwokerto, sebagian lain ke Jakarta. Apa pasal?

Mulanya adalah protes petani terhadap pengerasan jalan yang dianggap merusak ladang mereka, pekan lalu. Protes berakhir bentrok, 12 petani jadi tersangka. Warga juga mengaku kerap mendapat teror dan intimidasi. Mereka diancam bakal dipenjarakan jika menolak uang ganti rugi penggusuran dari PT Pertiwi Lestari. Sebab itu warga melarikan diri.

PT Pertiwi Lestari mengklaim telah mengantongi Hak Guna Bangunan (HGB) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sejak 1998. Dengan itu perusahaan merasa berhak membangun di atas lahan seluas 797 hektar itu. Sementara versi petani, tanah eks partikelir warisan Belanda itu sudah mereka garap selama puluhan tahun. Apalagi, pada 2015 lalu, Kepala BPN saat itu, Ferry Mursyidan Baldan mengeluarkan surat agar perusahaan tidak menggarap kawasan tersebut. Pasalnya warga tengah mengajukan sertifikasi tanah mereka.

Sengketa tanah yang berujung konflik antara petani dan perusahaan bukan hal baru di Karawang. Kasus pengusiran paksa juga sempat terjadi pada 2014 lalu. Saat itu tujuh ribu polisi bersenjata  lengkap diturunkan untuk mengeksekusi lahan garapan petani. 1200 KK di tiga desa kehilangan rumah dan lahan garapan mereka.

Menengok catatan Kantor Staf Kepresidenan, ada 2600 kasus konflik agraria yang terjadi tahun ini menanti untuk segera diselesaikan. Konflik lahan yang menyebar di seantero negeri ini ibarat bom yang sewaktu waktu bisa saja meledak dan menimbulkan kerugian lebih besar. Tepat dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, kita mendesak agar ini bisa menjadi prioritas pemerintah. 

What do you think?

Written by virgo

Antasari Harap Tak Ada Lagi Kriminalisasi Ketua KPK

Papua & Politik Harga BBM