JAKARTA – Kepala Badan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi menyatakan tidak pernah mengusulkan untuk mengganti salam yang biasa diucapkan kaum Muslimin yakni Assalamualaikum dengan Salam Pancasila. Yang sebenarnya disampaikan adalah mengenai kesepakatan-kesepakatan nasional mengenai tanda dalam bentuk salam dalam pelayanan publik, dalam kaitan ini kesepakatannya adalah Salam Pancasila.
Klarifikasi dari lembaga BPIP ini termuat dalam pernyataan pers sebanyak dua halaman yang dikirimkan Direktorat Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan, yang ditandatanganai 21 Februari 2020 dan diterima Koran Jakarta, Jumat (21/2)
Dalam surat tersebut disebutkan, BPIP perlu melakukan klarifikasi karena saat ini ramai diperbincangkan publik, terutama di media sosial soal penggantian salam itu yang bersumber dari sebuah wawancara khusus Kepala BPIP dengan sebuah media online, 18 Februari lalu. Setelah wawancara dimuat, publik meramaikan melalui grup-grup Whatsapp dan dikesankan bahwa Kepala BPIP akan mengganti Assalamualaikum Wr Wb dengan Pancasila
Salam Pancasila sebagai salam kebangsaan diperkenalkan untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan serta menguatkan persatuan dan kesatuan yang terganggu karena menguatnya sikap intoleran.
Dikenalkan Megawati
Salam Pancasila pertama kali dikenalkan oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Dewan Pengarah BPIP di hadapan peserta Program Penguatan Pendidikan Pancasila di Istana Bogor tanggal 12 Agustus 2017.
Salam Pancasila dilakukan dengan mengangkat lima jari di atas pundak dengan lengan tegak lurus. Makna mengangkat kelima jari di atas pundak adalah sebagai simbol penghormatan seluruh elemen masyarakat terhadap lima sila Pancasila. Penghormatan dan pelaksanaan sila-sila mesti dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat.
Salam Pancasila diadopsi dari Salam Merdeka yang diperkenalkan Bung Karno melalui Maklumat Pemerintah 31 Agustus 1945 dan berlaku 1 September 1945. Maklumat Pemerintah 31 Agustus 1945 tersebut hingga kini belum pernah dicabut.
Salam Pancasila sangat sejalan dengan makna dari kata ‘salam’ itu sendiri. Kata “salam” memiliki arti sangat luas dan dalam, tidak hanya berarti keselamatan tetapi juga “perdamaian”. Salam berarti kedamaian yang dalam arti luas, berarti ‘kita bersaudara’, ‘kita dalam kedamaian’ yang sama sekali membuang jauh unsur-unsur kebencian atau penolakan atas segala apapun yang telah kita sepakati.
“Pada 1 September 1945,” kata Bung Karno, sebagaimana ditulis Cindy Adams dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, “aku menetapkan supaya setiap warga negara Republik memberi salam kepada orang lain dengan mengangkat tangan, membuka lebar kelima jarinya sebagai pencerminan lima dasar negara dan meneriakkan, merdeka!”. sur/AR-3