Obat Ranitidin mengandung zat NDMA berlebih sehingga jika dikonsumsi jangka panjang bisa mengakibatkan penyakit kanker.
JAKARTA – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) meminta industri farmasi untuk menarik obat ranitidin. Langkah ini dilakukan menindaklanjuti penemuan zat N-Nitrosodimethylamine (NDMA) berlebih dalam obat tersebut yang jika dikonsumsi jangka panjang bisa mengakibatkan penyakit kanker.
“Saat ini dihentikan sementara distribusi dan peredarannya,” kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Penny Lukito, saat jumpa pers di kantornya, di Jakarta, Jumat (11/10).
Ranitidin adalah obat generik yang digunakan sebagai obat tukak lambung dan tukak usus. Terdapat 67 merek obat di Indonesia yang menggunakan ranitidin, baik dalam bentuk sediaan injeksi, sirup, dan tablet.
Obat dengan ranitidin di Indonesia tergolong obat keras sehingga hanya disediakan di apotek dan untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter. “Bagi masyarakat yang sudah menggunakan obat dengan ranitidin agar berkonsultasi dengan dokter supaya diberi obat pengganti,” katanya.
Untuk menindaklanjuti temuan kandungan zat NDMA di ranitidin, lanjut Penny, pihak BPOM akan melakukan uji laboratorium secara mendalam.
Terkait lama uji lab terhadap Ranitidin tercemar NDMA, Penny mengatakan tidak dapat memastikan waktu pastinya. Hanya saja produk ranitidin sudah secara berangsur ditarik dan beberapa pemegang merek sudah menarik secara sukarela.
“Tahap awal sediaan injeksi dan sirup mengandung ranitidin yang ditarik. Saat ini ada imbauan pelarangan BPOM atas segala bentuk tablet juga injeksi sirup semua dihentikan distribusi dan peredarannya,” katanya.
Studi global memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 nanogram/hari (acceptable daily intake).
Cemaran NDMA berpotensi memicu kanker (karsinogenik) jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.
US Food and Drug Administration (US FDA) dan European Medicine Agency (EMA) juga meninjau keamanan dari produk mengandung Ranitidin. US FDA dan EMA menyebut NDMA merupakan turunan zat Nitrosamin yang dapat terbentuk secara alami.
Atas dasar ambang batas itu, BPOM menjadikan dasar dalam mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia sehingga sejumlah produk mengandung ranitidin ditarik. “Ini kami dapat info dari US FDA dan EMA. Ini bentuk BPOM berjejaring secara internasional, BPOM ambil langkah pengamanan,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum III Pengurus Besar, Ikatan Doktor Indonesia (IDI), Prasetyo Widhi Buwono, menganjurkan masyarakat yang sering mengonsumsi obat ranitidin untuk sementara mengganti konsumsi obatnya. Menurutnya, obat yang lain ketersediannya sangat banyak dan bisa didapatkan di fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti klinik, puskesmas, dan rumah sakit.
Ada di Makanan
Sementara itu, Ketua Kajian Obat Pengurus Besar IDI, Rika Yuliwulandari, mengatakan zat cemaran NDMA pada obat mengandung ranitidin bisa terdapat dalam makanan. “Soal NDMA ini memang harus hati-hati, ada di air, susu dan ikan,” kata dia.
Dia menjelaskan, secara umum memang NDMA bisa ada di banyak materi, termasuk pada obat dengan ranitidin. Jika dalam prosesnya nanti ranitidin dapat disterilkan dari NDMA maka bisa jadi bahan tersebut dipakai lagi di dunia kesehatan.
Hanya saja, kata dia, hal itu harus dibuktikan secara uji laboratorium apakah ranitidin tidak karsinogenik atau zat yang memicu kanker akibat penggunaan dalam dosis tertentu dan dalam jangka waktu yang lama. ruf/E-3