in

Buka Peluang Revisi UU Ketenagakerjaan

Dari 103 Pekerja, hanya 27 Punya BPJS 

Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri mendapati sejumlah kejanggalan ketika meninjau pabrik kembang api milik PT Panca Buana Cahaya Sukses yang terbakar Kamis (26/10). Hanif menuturkan bahwa pabrik tersebut lebih mirip gudang. ”Kami lihat sarana prasarana keselamatan kerjanya kurang memadai,” ungkap dia usai mengunjungi pabrik tersebut kemarin sore (29/10).

Berdasar pengamatan Hanif, pabrik tersebut tidak memiliki jalur evakuasi sebagaimana mestinya.  Lebih dari itu, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 sama sekali tidak diperhatikan. Lantaran menyimpan, mengelola, dan memproduksi barang dari bahan baku berbahaya seharusnya K3 jadi perhatian penting. ”Karena masuk kategori berbahaya,” ujarnya.

Untuk itu, Hanif meminta seluruh jajaran pengawasan yang berada di bawah naungan Kementerian Ketenagakerjaan untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Disamping insiden kebakaran di Kosambi yang merenggut puluhan nyawa, dia mengakui masih banyak pengusaha dan perusahaan yang kurang taat terhadap standar K3. ”Banyak pengusaha masih mengabaikan pekerja. Mengabaikan keselamatan kerja,” sesalnya. 

Menteri asal Semarang itu berjanji, pihaknya terus berbenah. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bakal merevisi undang-undang (UU) ketenagakerjaan. ”Ada pikiran ke situ,” ungkap Hanif. Menurut dia, UU ketanagakerjaan saat ini terlalu lembek. ”Dari segi konten cukup baik. Cuma dari segi sanksi itu memang terlalu minimal,” terang dia. Selain itu, UU tersebut juga dia anggap sudah terlalu lama.

Namun demikian, Hanif belum merinci ide merevisi UU tersebut. Saat ini, instansinya concern membenahi permasalahan yang tampak. Belajar dari insiden di Kosambi, dia tidak ingin hal serupa kembali terulang. Untuk itu, dia tidak main-main dengan sanksi yang bakal diberikan kepada orang yang bertanggung jawab atas insiden tersebut. ”Menurut saya harus dikasih sanksi seberat-beratnya,” tegas dia.

Mantan anggota DPR RI itu pun berjanji bakal memperkuat pengawasan. Mulai dari tingkat pusat, provinsi, kota dan kabupaten, maupun tingkat kecamatan, kelurahan serta desa. ”Nanti saya mendorong para gurbernur, kepala daerah untuk memastikan pengawasan semakin baik,” terangnya. ”Kementerian Ketenagakerjaan yang menyiapkan sistemnya juga akan terus berkoordinasi,” tambah dia.

Masalah lain yang juga jadi sorotan Hanif dari insiden di Kosambi adalah banyak pekerja tidak terdaftar BPJS Ketenagakerjaan. ”Dari 103 pekerja, yang terdaftar BPJS (Ketenagakerjaam) hanya 27 orang,” bebernya. Itu jelas merupakan pelanggaran berat yang dilakukan perusahaan. Sebab, mereka tidak memenuhi hak yang mestinya diterima oleh pegawai.

Dampak pelanggaran tersebut cukup besar. Sebab, BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa turun tangan secara langsung untuk membantu 76 pegawai pabrik kempang api lainnya. Namun, pemerintah tidak lantas tinggal diam. Hanif menegaskan, perusahaan yang bakal menanggung kerugian para pegawai tersebut. ”Harus, mau tidak mau, suka nggak suka. Itu tanggung jawab kok,” tegasnya.

Bantuan dari perusahaan, sambung Hanif, mesti sesuai dengan ketentuaan. Juga sama dengan yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan. Yakni santunan Rp 170 juta sampai Rp 180 juta untuk korban meninggal, serta perawatan dan pemulihan sampai tuntas untuk korban luka. ”Harus mendapatkan perawatan dan pengobatan yang baik sampai sembuh. Kami pastikan untuk mengawal itu semua,” ujarnya.

Bukan Karena Kembang Api

Sementara itu, pihak kepolisian mengonfirmasi bahwa kebakaran pabrik kembang api PT PBCS diduga bukan semata karena bahan kembang api. Salah satu faktor tidak terkendalinya api diduga karena bahan mercon banting yang diproduksi perusahaan tersebut.

Jadi, perusahaan itu tidak hanya membuat kembang api. Namun, juga mercon banting yang biasa dikenal dengan nama Mr Kaget. Ukuran mercon itu memang kecil, tidak lebih besar dari pada kerikil. Penggunaannya cukup unik, dengan dibanting bisa terjadi letupan.  

Namun, bila jumlahnya begitu banyak, bisa jadi berbahaya dan memerlukan perlakuan khusus. Dikonfirmasi terkait hal tersebut, Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Raden Prabowo Argo Yuwono mengaku belum mengetahui adanya pembuatan mercon semacam itu di pabrik tersebut. ”Saya belum mendapat informasi itu,” jelasnya.

Apakah akan ditelusuri untuk mengetahui jenis mercon banting mini itu memiliki perizinan? Sebab, bisa jadi kebakaran yang dahsyat itu akibat bahan mercon banting. Argo menuturkan bahwa saat ini posisi kasus sudah sampai pada penetapan tersangka. ”Kemungkinan tidak ke arah sana kasusnya,” terangnya ketika dihubungi koran ini, kemarin.

Mantan Kabidhumas Polda Jawa Timur itu memastikan bahwa penyidik masih fokus untuk Pasal 359, kelalaian yang mengakibatkan kematian seseorang. ”Lagi pula bagaimana mengetahui ada produk lain, di pabrik itu lho tinggal kawat,” terangnya.

Sementara itu, Tim DVI Rumah Sakit Polri berhasil mengindentifikasi lima jenazah korban kebakaran, kemarin (29/10). Mereka adalah Asep Angga Gunawan, Aminah binti Ambeng, Maryati binti Da’i, Nilawati dan Unia. Identitas mereka berhasil diketahui melalui pengecekan gigi, DNA dan perhiasan yang dikenakan oleh korban.  

”Dengan ini, tinggal 38 kantong jenazah lagi yang belum teridentifikasi,” kata Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono, di rumah sakit Polri, kemarin (29/10).

Informasi tersebut telah diberikan kepada seluruh pihak keluarga yang bersangkutan. Seluruh jenazah tersebut pun telah diserahkan kepada pihak keluarganya masing-masing. Dirinya menjelaskan, semua kantong jenazah telah dibuka dan dilakukan pemeriksaan.

Penyidikan kasus terbakarnya pabrik kembang api terus dilakukan. Sampai saat ini pelaku bernama Subarna Ega Sanjaya, selaku tukang las, belum tertangkap. Argo menduga aktor penyebab kebakaran tersebut ikut pun tewas terbakar. Pasalnya dari 50 pihak keluarga korban yang melakukan pelapor, satu di antaranya mencari jenazah bernama Ega.

”Ya, ada keluarga yang mencari Ega. Tapi, kami belum bisa pastikan apakah jenazah itu merupakan jenazah Ega yang pelaku atau tidak. Kami masih menunggu hasil identifikasi jenazah lainnya,” ujarnya.

Kurangnya saksi menjadi salah satu penyebab penangkapan terhadap pelaku berjalan alot. Sebab, sampai saat masih banyaknya korban yang dirawat di rumah sakit. Sehingga, pemeriksaan pun belum bisa dilakukan. Pemeriksaan akan dilakukan mereka (saksi, red) sembuh.

Argo menjelaskan ketika itu Ega sedang membuat atap pabrik tersebut. Beberapa orang membantunya. Namun yang bertugas melakukan pengelasan hanyalah Ega seorang. Dan yang lainnya bertugas menyiapkan peralatan saja.

Sulit Identifikasi Jenazah 

Kepala Instalansi Forensik RS Polri Kombespol Edy Purnomo menambahkan, proses identifikasi jenazah korban kebakaran pabrik kembang api tidak bisa dilakukan secara singkat. Kondisi korban yang mengenaskan. Yaitu, 100 persen tubuh korban terbakar. Akibatnya, korban tak lagi bisa diketahui identitasnya hanya menggunakan kasat mata.

Untuk dapat identitas jenazah tersebut, pihaknya menggunakan identifikasi Interpol guideline primer. Yaitu sidik jari. Dalam hal ini sidik jari bisa melalui KTP, ijazah, atau SKCK milik korban.

”Jika cara itu belum berhasil pemeriksaan gigi dilakukan. Sebab, semua manusia mempunyai susunan gigi yang berbeda. Tapi dalam kasus ini gigi para korban lepas dan hilang. Itu terjadi karena efek ledakan. Dan jika itu terjadi, maka jenazah pun sulit teridentifikasi,” paparnya.

Namun pihaknya belum kehabisan akal. Sebab masih ada dua cara lain. Yaitu, pemeriksaan DNA dan medis. Edy menjelaskan, pemeriksaan tanda medis yang ada di tubuh korban. Seperti, tato atau perhiasan yang dikenakan korban. Ditambah lagi apakah korban pernah melakukan operasi atau tidak. Jika bekas itu masih ada, jenazah dengan mudah teridentifikasi.

Namun pada kenyataan hal tersebut tidak terjadi pada kebanyakan korban. Sebab, korban telah terbakar 100 persen. Sehingga, tanda–tanda medis yang berada di tubuh korban telah hilang. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Menakar Standar Keselamatan Kerja di Indonesia

TCC Dorong Roda Ekonomi Tanjungpinang