in

Bukit Panjomuran: Pemakaman Khusus Warga Tionghoa, Sudah Ada Sebelum Tahun 1900

PUNYA SEJARAH: Bukit Panjomuran dijadikan sebagai tempat pemakaman khusus masyarakat etnis Tionghoa di Payakumbuh.(IST)

Payakumbuh adalah kota heterogen. Proses asimilasi antara penduduk asli dan warga pendatang, termasuk masyarakat etnis Tionghoa, berlangsung secara terus menerus dan paripurna. Maka jangan heran, bila di Payakumbuh, tidak hanya muncul tokoh Tionghoa terkemuka seperti Yu Dafu (pahlawan nasional China) dan PK Ojong (tokoh pers nasional).

Tapi juga ada bukit yang dijadikan tempat pemakaman khusus warga Tionghoa.
BUKIT yang dijadikan sebagai tempat pemakaman khusus masyarakat etnis Tionghoa di Payakumbuh adalah Bukit Panjomuran. Bukit ini berada di Kelurahan Padangkarambia, Nagari Limbukan, Kecamatan Payakumbuh Selatan.

Letaknya hanya sekitar lima  kilometer dari pusat kota. Akses jalan ke Bukit Panjomuran, tidak hanya satu jalur dengan akses jalan ke Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Regional Sumbar di Taratak, Padangkarambia. Tapi juga satu ruas dengan akses jalan ke Jorong Tanjuangbungo dan Jorong Tanjuangsimantuang, Nagari Situjuah Gadang, Kabupaten Limapuluh Kota.

Minggu (22/1), bertepatan dengan Tahun Baru Imlek sebagai perayaan penting bagi masyarakat Tionghoa, Padang Ekspres singgah di Bukit Panjomuran yang oleh sebagian warga disebut juga sebagai Bukik Cino. Namun, masyarakat Tionghoa yang mengunjungi Bukit Panjomuran pada Hari Raya Imlek yang merupakan tahun baru ke-2574 Kongzii, dapat dihitung dengan jari.

Selama hampir satu jam Padang Ekspres berada di Bukit Panjomuran, hanya ada satu mobil peziarah yang berkunjung ke tempat itu. Rupanya, tradisi ziarah kubur bagi warga Tionghoa bukan dilakukan pada Hari Raya Imlek. Melainkan dilaksanakan pada Hari Cheng Beng. Dimana pada tahun 2023 ini, Hari Cheng Beng itu jatuh pada 5 April mendatang.

Dengan begitu, tidak mencengangkan bila pada Tahun Baru Imlek 2023 yang dalam astrologi China termasuk tahun Shio Kelinci Air, suasana di Bukit Panjomuran, seperti hari-hari biasanya saja. Tidak terlihat warga etnis Tionghoa yang datang untuk menyapu makam, membakar dupa, menerbangkan layang-layang, ataupun lentera kecil, seperti dalam Festival Qingming.

“Pada Hari Raya Imlek seperti sekarang, warga etnis Tionghoa jarang yang datang ke pemakaman keluarga mereka di Bukit Panjomuran. Biasanya, mereka baru datang ke Bukit Panjomuran pada Hari Cheng Beng,” kata Si Man dan Iwan, dua penduduk lokal yang melintas di Bukit Panjomuran.

Meski warga etnis Tionghoa yang datang ke Bukit Panjomuran pada Tahun Baru Imlek 2023 dapat dihitung jari. Namun, Padang Ekspres memperoleh literasi di tempat itu, bahwa Bukit Panjomuran sudah dijadikan sebagai pemakaman khusus warga Etnis Tionghoa, sejak sebelum tahun 1900.

Warga Tionghoa yang dikebumikan di Bukit Panjomuran, umumnya merupakan anggota dari Kongsie Heng Beng Tong dan Kongsie Hok Tek Tong. Sekarang, kedua kongsi atau perkumpulan ini lebih dikenal sebagai HBT atau Himpunan Bersatu Teguh dan HTT atau Himpunan Tjinta Teman.

Di Bukit Panjomuran, terdapat ratusan bahkan mungkin juga ribuan makam anggota HBTdan HTT. Sebelum sampai ke makam-makam tersebut, warga Tionghoa yang datang ke Bukit Panjomuran akan transit atau berhenti dulu di sebuah bangunan berbentuk los yang dinamai sebagai Los Tjan Boen Seng.

Adapun Los Tjan Boeng Seng ini punya sejarahnya sendiri. Awalnya, los ini cuma berbentuk bangunan rumah singgah. Lalu, pada tahun 1981, dua tokoh Tionghoa Payakumbuh yang bersahabat baik, yakni Tan Hock Tjiong dan Tjan Boen Seng, merenovasi rumah singgah tersebut dan menamakannya sebagai los.

Los ini ternyata punya banyak fungsi bagi warga Tionghoa. Selain sebagai tempat transit atau berhenti sebelum mereka berziarah atau saat menghadiri pemakaman, juga digunakan sebagai tempat sembahyang pada Hari Cheng Beng. Karena fungsinya yang besar itu pula, maka pada tahun 1999, los ini direnovasi kembali.

Proses renovasi los di Bukit Panjomuran pada tahun 1999 tersebut, digagas Pengurus Himpunan Sosial dan Ziarah Pemakaman. Himpunan ini merupakan  gabungan masyarakat Tionghoa Payakumbuh yang beranggotakan HBT dan HTT, yang saat itu diketuai oleh Thalib dan F Hauwanto Budiman.

Belasan tahun setelah direnovasi, los ini kembali mengalami kerusakan dan sering digenangi air, akibat rendahnya lantai los dari jalanan. Maka pada akhir 2015 silam, tokoh masyarakat Tionghoa Payakumbuh bernama Tan Hock Tjiong selaku Tuako HBT, menyampaikan niatnya untuk membangun dan membiayai sepenuhnya bangunan los tersebut.

Alhasil, pada 16 Januari 2016,  berdasarkan hasil koordinasi antara lintas perkumpulan HBT dan HTT di Payakumbuh, dilakukan pembongkaran bangunan los lama dan dimulai pembangunan los baru. Proses pembangunan los baru ini diserahkan Tan Hock Tjiong selaku Tuako Kehormatan HBT kepada Tuako Sho Yong Tjuan, dan pelaksanaanya kepada hiati Gho Han Fei.

Pembangunan los yang dinamakan sebagai Los Tjan Boen Seng ini, diawasai bersama bersama pengurus HBT dan HTT Payakumbuh. Sedangkan peresmiannya dilakukan pada |Hari Cheng Beng 5 April 2016. Gubernur Sumbar kala itu, Profesor DR H Irwan Prayitno dan Tuako Kehormatan HBT Tjan Hock Tjiong, ikut menandatangani prasasti peresmian Los Tjan Boen Seng ini.

Sayang, saat Padang Ekspres datang ke Bukit Panjomuran pada Tahun Baru Imlek 2023, los Tjan Boen Seng terlihat lengang. Hanya wangi pandan dan melati yang tercium dari tempat peristirahatan terakhir warga Tionghoa tersebut. (***)

What do you think?

Written by Julliana Elora

Lagi-lagi Sampah Menumpuk di Pantai Padang

Hadiri Silatnas Ke 3, Ribuan Perangkat Desa Pati Berangkat Jakarta