JAKARTA – Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta untuk menyiapkan program jelas dan terarah yang dapat mendongkrak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) naik kelas dan tumbuh seiring dengan berkembangnya perusahaan milik negara.
Menteri BUMN, Erick Thohir, dalam live Instagram di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan strategi pertama yang harus dilakukan adalah memprioritaskan produk-produk UMKM. BUMN memfasilitasi mereka dengan memberi ruang dan kesempatan memasarkan produknya.
Dia mencontohkan upaya Sarinah mengubah tampilannya menjadi pusat perdagangan produk UMKM. “Sarinah sebagai showcase produk unggulan ada yang namanya coaching dan trading, termasuk keberpihakan terhadap produk lokal,” kata Erick.
Selain itu, BUMN seperti PT Angkasa Pura, baik I dan II, diinstruksikan memberi ruang pelaku UMKM memasarkan produk kerajinannya di bandara.
Strategi kedua, papar Erick, dengan menginstruksikan 30 BUMN untuk mengalokasikan belanja modalnya (capital expenditure/capex) untuk program yang mendukung UMKM.
“Tiga puluh perusahaan yang kita pilih apakah capex bisa diprioritaskan untuk UMKM dengan nilai tender dua miliar hingga 14 miliar rupiah,” katanya.
Untuk skala capex tersebut, dia berharap hanya diikuti UMKM dan melarang perusahaan BUMN. Sebab, kebiasaan BUMN yang ikut semua tender sampai nilai proyeknya yang kecil, justru membunuh pengusaha di daerah.
Kategori Tender
Menanggapi imbauan Menteri BUMN itu, Ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Berly Martawardaya, mengatakan agar UMKM bisa terlibat dalam proyek BUMN maka perlu membuat kategori bidding atau penawaran. “Dengan kategori bidding, mereka tidak head to head (berhadapan) dengan BUMN atau perusahaan multinational corporation,” kata Berly.
Dengan keikutsertaan perusahaan menengah ke bawah dalam proyek dan pengadaan barang bervaluasi rendah maka ada learning curve atau nilai baru bagi mereka dalam portofolionya.
“Yang utama pengadaan, BUMN juga bisa memfasilitasi dengan training guna meningkatkan skill (keahlian) dan kualitas,” kata Berly.
Sementara itu, Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan langkah Menteri BUMN mendorong UMKM dinilai positif. Sebab itu, dia berharap bisa diterapkan dengan nyata oleh perusahaan milik negara.
“Diperlukan suatu pola terintegrasi sehingga secara sistematis mempunyai pola-pola kerja sama dan bukan hanya sebagai pembinaan yang sifatnya ad hoc atau membina satu dua UMKM saja,” kata Enny.
Dia mencontohkan, usaha yang berorientasi ekspor biasanya harus menyewa kontainer, sementara produk mereka kecil-kecil. Sebab itu, perlu kerja sama dengan maskapai dengan diberi tarif kargo khusus.
“Diperlukan kerja sama sistematik melalui MoU, bukan sekadar kasih bantuan modal setelah itu selesai. Bisnisnya harus difasilitasi agar berkelanjutan,” kata Enny.
Bantu Petani
Ekonom Indef lainnya, Abra PG Talatov, secara spesifik menanggapi perlunya perusahaan negara lebih optimal membantu sektor-sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti pertanian.
“Masih bergantungnya Indonesia pada impor produk pangan seperti beras, seharusnya BUMN membantu petani agar produktivitasnya meningkat,” kata Abra.
Di sisi hilir, jelas Abra, Bulog selama ini menjalankan fungsi untuk menampung hasil produksi dari petani, namun itu belum cukup optimal karena masih banyak tantangan di lapangan dalam penyerapannya.
Di sisi hulu, kata Abra, seharusnya PTPN banyak memainkan peran dalam membantu petani meningkatkan kapasitas produksi seperti dengan membantu pengadaan alat pertanian dan pendampingan peningkatan produk dari produk mentah menjadi produk setengah jadi atau produk jadi. n ers/yni/uyo/E-9