in

Cara Allah Mendidik Nabi

Addabani Rabbi fa ahsana ta’dibi (Tuhanku telah mendidikku, maka Dia menjadikan pendidikanku yang terbaik). Demikian salah satu hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.

Nabi Muhammad SAW adalah hamba terbaik yang diutus Allah SWT di sepanjang sejarah kehidupan manusia hingga akhir masa. Itu keyakinan setiap muslim. Karena itu, ia menjadi teladan bagi umat manusia (QS. Al-Ahzab: 21). Kemampuannya menjadi teladan (uswatun hasanah) tidak terlepas dari pendidikan yang diterima, seperti penjelasan di atas, Allah-lah yang mendidiknya. Lalu, bagaimana cara Allah mendidik Nabi Muhammad SAW?

Setidaknya ada tiga cara Allah mendidik Nabi. Pertama, pendidikan by design. Pendidikan Nabi SAW sudah direncanakan dan didesain Allah SWT. Perhatikanlah silsilah Nabi Muhammad, ayahnya bernama Abdullah, berarti hamba Allah. Ibunya bernama Aminah, artinya dapat dipercaya. Lalu kakeknya, Abdul Muthalib memberi nama Muhammad, yang artinya orang terpuji.

Semua itu bukanlah suatu kebetulan. Allah telah memilih orangtua yang akan melahirkan manusia pilihan itu. Allah juga menakdirkan ayahnya wafat di saat Muhammad dalam kandungan. Muhammad disusukan oleh Halimah Sa’diyah, perempuan santun yang tinggal di sebuah desa dengan alam yang segar, bahasa Arab yang baku, serta suasana kekerabatan dan persaudaraan yang kuat. Masih usia anak-anak, bunda tercinta juga dipanggil Allah. Muhammad jadi yatim piatu. Meski yatim piatu, ia dididik di lingkungan yang baik sehingga mendukung pertumbuhan mental dan fisiknya.

Sepeninggal ibunya, ia pun diasuh oleh pamannya (Abu Thalib) hingga Muhammad menikah dengan Khadijah. Ketika Nabi SAW banyak mengalami intimidasi dari orang-orang musyrik Mekkah, sang paman dan istri tercinta meninggal dunia.

Ketika ditanya soal perjalanan hidupnya yang berpindah-pindah pengasuhan ini, Nabi Muhammad menjawab, “begitulah cara Allah mendidikku”, sehingga tak ada satu orang pun yang sangat berpengaruh dalam hidupku termasuk orangtuaku sendiri”. 

Ketergantungan Nabi SAW memang hanya pada Allah, bukan pada selain-Nya. Demikian tulisan KH Abdul Moqsith Ghazali, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU (www.nu.or.id).

Kedua, pendidikan berbasis prophetic atau kenabian. Di usia 40 tahun, Muhammad diangkat menjadi nabi. Nabi berasal dari kata naba’a artinya berita. Nabi adalah orang yang membawa pesan, berita, atau informasi dari Allah SWT. Penetapannya sebagai nabi menunjukkan bahwa Allah SWT mendidik Muhammad mengandung pendekatan profan atau bermuatan “kelangitan”.

Sebagai nabi, Allah mendidiknya dengan tuntunan wahyu melalui Malaikat Jibril. Perkataan dan perbuatannya mengandung ajaran mulia, karena didasari oleh wahyu, bukan hawa napsu (QS. An-Najm: 3-4). Dalam hadis lain ia berkata: inni la aqulu illa haqq (sesungguhnya aku tidak pernah mengucapkan kecuali kebenaran belaka).

Dengan status Nabi, Muhammad pun menjadi “Al Quran berjalan”. Sikap dan tindakannya sesuai Al Quran. Allah menegaskan dalam surat Qalam: 4; wa innaka la’ala khuluqin azhim (dan sesungguhya kamu [Muhammad] benar-benar berbudi pekerti yang agung). Ketika A’isyah ditanya tentang akhlak nabi, ia berkata: wa kana khuluquhul Quran (dan akhlak Nabi itu adalah Al Quran).

Ketiga, pendidikan dalam pemeliharaan dan pengawasan Allah. Meskipun Muhammad diangkat nabi, tetapi ia juga memiliki sisi hal yang manusiawi; bisa melakukan kesalahan. Namun jika ia salah, Allah langsung menegurnya.

Seperti penjelasan surat ‘Abasa, suatu ketika Ummi Maktum mendatanginya untuk menyampaikan hajatnya. Di saat yang sama Muhammad sedang melayani tamu dari kalangan Quraisy yang berkecukupan tetapi masih musyrik dan nabi menginginkan keislamannya, sehingga ia berpaling dari Ummi Maktum, lalu turunlah surat Abasa.

Muhammad pun segera memperbaiki diri. Dalam salah satu sabdanya: Setiap Bani Adam pernah bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat (HR. At-Tirmidzi).

Pengawasan Allah tidak saja dalam bentuk teguran atas kekhilafan Muhammad, tetapi juga memeliharanya dari perbuatan maksiat. Di saat remaja misalnya, Muhammad ingin melihat pesta yang dipenuhi oleh hiburan sarat maksiat. Tiba-tiba saja, ia letih dan mengantuk berat sehingga ia tertidur. Saat terbangun, hari sudah siang sehingga ia tidak melihat hiburan bermaksiat tersebut. Hal itu juga terjadi keesokan harinya. Demikian Allah menjaga nabi dari lingkungan buruk yang merusak pola pikir dan akhlaknya.

Mendidik Karakter Umat

Cara Allah mendidik nabi di atas tampaknya juga diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya. Dalam hal mempersiapkan generasi berkualitas, misalnya, Nabi mengajarkan agar seorang muslim menikahi perempuan karena faktor agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan itu harusi didesain, direncanakan dan diusahakan. Orangtua butuh bekal ilmu pengetahuan bagaimana cara mendidik anak-anaknya.

Dengan demikian, mendidik anak jangan hanya melalui pendekatan alamiah yang diwarisi secara turun temurun dari orangtuanya, tetapi juga dengan pendekatan ilmiah dan ilahiyah. Orangtua yang menginginkan anak-anak berkualitas harus memiliki ilmu sesuai dengan ajaran Islam dan temuan-temuan ilmiah. Nabi pun mengajarkan agar orangtua memberi nama yang baik, memilih lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak, sebagaimana yang telah dialaminya.

Nabi memerintahkan agar mengajarkan anak-anak kita dengan Al Quran, dan orangtua bertanggung jawab memelihara anak-anaknya dari api nereka, sehingga dibutuhkan pengawasan dan pemeliharaan yang ketat dan edukatif.

Oleh karena itu, kita perlu meneladaninya. Apalagi dalam konteks kekinian, banyak pihak yang khawatir terhadap nasib bangsa ini di masa mendatang karena generasi muda yang kurang mencerminkan peribadi yang bermoral. Bukankah orang bijak berkata “Tegak rumah karena sendi, runtuh sendi rumah binasa, sendi bangsa ialah budi, runtuh budi runtuhlah bangsa.”

Kini muncullah program pendidikan karakter dari pemerintah yang diterapkan di sekolah. Sayang, konsep yang ditawarkan belum menyentuh aspek terdalam dari esensi manusia. Peserta didik dilatih dan dibimbing untuk melakukan dan membiasakan perbuatan-perbuatan baik (habituasi), sementara aspek ruhaniahnya kurang tersentuh.

Jika melihat pendidikan nabi Muhammad SAW, ia dididik Allah melalui tuntunan wahyu. Wahyu Allah itu relevan dengan fitrah setiap manusia yang memang diformat Allah untuk menjadi hamba-Nya yang taat jika ingin hidup selamat.

Maka jika ingin mendidik karakter umat, perlu meneladani apa yang dialami dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, seperti tiga perspektif di atas. Umat harus dididik secara terencana. Pendidikan harus didesain secara profesional. Basis utama pendidikan adalah wahyu atau Al Quran. Dengan Al Quran keperibadian nabi terbentuk, sehingga memiliki akhlak yang agung. Karakter umat akan gemilang jika ruhaniahnya terdidik sesuai dengan tuntunan wahyu.

Untuk itu, umat Islam di negeri ini harus jujur. Jika ingin membentuk karakter umat, kembalikan pada dasar agama, yaitu Al Quran. Selagi kita masih berusaha “menginpor” paham dari luar tentang pendidikan akhlak sementara hal yang paling esensi dalam keyakinan kita, yaitu Al Quran, kita abaikan maka umat Islam di negeri ini akan tetap mengalami kegagalan dan keterbelakangan. Umat akan terus menjadi korban yang diadu domba dan jadi rebutan pihak asing untuk dimangsa dan diperbudak.

Selain itu, dengan mempedomani Al Quran sesungguhnya kita akan merasakan berada dalam pengawasan dan pemeliharaan Allah SWT. Jika hati bisa menghadirkan Allah dalam kehidupannya niscaya ia terhindar dari pebuatan maksiat.

Demikian juga pentingnya pengawasan dalam pendidikan dari orangtua, para guru, pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat. Untuk memelihara fitrah manusia agar tetap di jalurnya perlu pengawasan dan pendidikan dari orang-orang yang berkarakter dan jadi teladan. Jika ada yang salah, harus ditegur, dibina atau ditindak. Hukum harus tegak sehingga terwujud keadilan. Masyarakat yang adil akan menjadi lingkungan kondusif mendidik umat berkarakter.

Berguru pada cara Allah mendidik Nabi Muhammad SAW ini, diharapkan meningkatkan semangat kita meneruskan perjuangan Nabi dalam menegakkan ajaran Allah SWT yang menyebarkan rahmat di alam semesta. Selamat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1439 H. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by Julliana Elora

Pabrik Pil PCC Digerebek – Sehari Produksi 3 Juta-4 Juta Butir Pil

Mahasiswa Kloter Akhir Diberangkatkan