Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sepanjang tahun ini telah mencegah lebih 800 keberangkatan ke luar negeri. Sebagian besar lantaran dugaan perdagangan manusia. Sebagian kecil di antaranya lantaran diduga terkait Foreign Terorisme Fighter (FTF) atau terorisme antarnegara. Ini karena negara tujuan yang hendak didatangi adalah Suriah atau negara lain yang tengah bermasalah dengan ISIS.
Selain mencegah warga negara Indonesia ke luar negeri, Imigrasi juga menangkal lebih 300 orang juga terkait kasus terorisme. Penangkalan itu dilakukan berdasarkan permintaan dari Kepolisian dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Sebagian besar yang ditangkal berasal dari negara Afganistan dan Filipina.
Sebelumnya BNPT menyebut ada ratusan eks kombatan yang kembali ke Indonesia. Mereka kembali dari berbagai negara yang tengah berkonflik. BNPT meminta pemerintah daerah membantu memonitor eks kombatan itu. Mereka dikuatirkan akan melakukan aksi tindak terorisme di negeri sendiri.
Kekuatiran atas kehadiran teroris antarnegara itu beralasan. Sebagian kombatan dari sejumlah daerah konflik lantas melanjutkan aksi di negara lain. Tengok misalnya sepak terjang gembong teror Doktor Azahari dan Noordin M Top, warga Malaysia yang merekrut dan melakukan sejumlah aksi di negeri ini. Atau di Marawi, Filipina, sejumlah warga asal Indonesia dan Malaysia disebut bergabung dengan kelompok bersenjata yang menguasai kota tersebut.
Itu sebab pemerintah daerah perlu sungguh-sungguh memperhatikan permintaan BNPT. Abai pada peringatan itu, sama saja memberi kesempatan tumbuhnya kelompok yang kelak dengan kekuatan senjata menguasai kota seperti yang terjadi di Filipina.