in

Dana Desa dan Jaksa

Kejaksaan dan dana desa. Keduanya menggambarkan kerumitan dalam penanganan kasus korupsi di tanah air. Kejaksaan mewakili institusi penegak hukum yang masih saja bermain-main dengan penegakan hukum, khususnya korupsi. Sedangkan dana desa merupakan objek baru anggaran negara yang melebarkan pelaku korupsi hingga pemerintahan paling rendah: desa.

Itulah yang menjadi pelajaran dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Pamekasan. Pada OTT 2 Agustus lalu itu, KPK menangkap Bupati Ahmad Syafii dan Kepala Kejari Pamekasan Rudy Indra Prasetya. Mereka dijadikan tersangka suap dalam kasus penyelewengan penggunaan dana Desa Dasok sebesar Rp 250 juta. Kasus berawal dari dugaan penyelewengan pengelolaan dana desa oleh Kades Dasok Agus Mulyadi. Kejari mengumpulkan bukti dan keterangan. Karena takut masuk penjara, Agus melapor ke Inspektur Inspektorat Pamekasan Sutjipto. Akhirnya, dengan restu Bupati Ahmad Syafii, mereka menyuap Kajari Rudy Indra Prasetya.

Sejak bergulir pada 2015, dana desa diprediksi banyak pihak bakal menjadi objek baru bancakan korupsi di daerah. Korupsi selama ini menjerat para pejabat setingkat menteri, pimpinan lembaga tinggi negara, gubernur, hingga bupati. Dulu hanya satu dua kepala desa yang menjadi tersangka. Objek korupsinya paling-paling hanya penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) atau program prona.

Kini, setelah dua tahun bergulirnya dana desa, jumlah kepala desa yang menjadi tersangka mulai banyak. Data ICW membeberkan, hingga 9 Desember 2016, ada 122 kepala desa yang menjadi tersangka korupsi. Hingga pertengahan tahun ini, kepala desa yang menjadi tersangka korupsi sudah pasti akan makin banyak. Semua dipicu pengawasan lemah terhadap penyalahgunaan dana desa.

Ironisnya, itulah yang dimanfaatkan oknum kejaksaan. Mereka bukannya menyupervisi atau memandu penggunaan dana desa, tetapi malah memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Itulah yang patut disesalkan. Oknum tersebut seolah telah melakukan dua kesalahan besar: memainkan hukum dan memanfaatkan rendahnya literasi pengelolaan anggaran desa. Kini kita tunggu, adakah tindakan atas realitas tersebut? Atau justru dibiarkan begitu saja, hingga akan muncul lagi jaksa-jaksa atau aparat desa yang terjerat OTT lagi? Wallahu a’lam bis-sawab. (*)

LOGIN untuk mengomentari.

What do you think?

Written by virgo

Brankas 300 Kg Dibawa Kabur, Rp150 Juta Raib

Inflasi Tinggi, Daya Saing Rendah