in

“Di Mana Pun Warga Negara Tinggal, KPU Wajib Melayani Hak Pemilih”

Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, tentang Uji Publik Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum

sejumlah kalangan masih mempertanyakan tentang mekanisme pemutakhiran data pemilih, baik di dalam maupun di luar negeri oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Untuk mengupas hal itu, Koran Jakarta berkesempatan mewawancarai anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, di Jakarta. Berikut petikan wawancaranya.

Apa sih pentingnya uji publik Rancangan PKPU tersebut?

Prinsipnya bagi KPU, selama orang tersebut warga negara Indonesia, di mana pun ia berada, KPU tetap harus melayani hak pilih warga negara. Memang untuk melayani pemilih di luar negeri itu lebih sulit karena sering kali pemilih ke luar negeri tidak semuanya secara sah. Nah, ketika kita memperkirakan jumlah pemilihnya dan tempat pemungutan suara (TPS)-nya berapa itu menjadi rumit, karena asumsi data awalnya dan kenyataanya suka berbeda.

Apakah daftar pemilih salah satu rujukan utama KPU untuk menentukan seseorang pemilih mempunyai hak pilih atau tidak?

Daftar Pemilih Tetap (DPT) tujuannya untuk mendata warga negara yang menggunakan hak pilih dan itu hanya sekali.

Bilamana pemilih pindah, apa masih memiliki hak pilih?

Hak pilih itu melekat pada diri seseorang dan menggunakan asas domisili. Jadi di mana dia tinggal, di situ ia memilih. Tetapi yang rumit itu di Pemilu 2019, akan ada lima surat suara yang wilayahnya berbeda. Nah, kalau pilpres itu kan di mana kita pindah, calonnya tetap sama. Tapi kalau untuk DPRD kab/kota pindah wilayah saja sudah berbeda surat suaranya.

KPU sudah menyosialisasikan hal tersebut kepada masyarakat?

Penting bagi KPU mensosialisasikan hal ini kepada masyarakat bahwa jika mereka menggunakan hak pilih di luar TPS yang seharusnya bisa jadi tidak menerima lima surat suara sekaligus. Bisa jadi tidak mendapat suara pilpres, atau suara pilpres dan DPR atau pilpres dan DPRD, tergantung tempat mereka pindah. Lalu, tugas KPU memberikan pelatihan yang cukup kepada petugas KPU dengan memberi identifikasi terhadap pemilih yang pindah.

Apakah KPU bisa menjamin suara pemilih tidak hilang, terutama pemilih pemula?

Kalau soal pemilih pemula, memang KPU sudah bekerja sama dengan Kemendagri. Jadi datadata kependudukan pemilih yang nanti berumur 17 tahun pada 2019 kan sudah masuk DPT. Meskipun mereka belum memiliki KTP, tetapi sepanjang mereka sudah masuk DPT, tetap bisa menggunakan hak pilihnya pada hari H.

Apakah memilih itu hak atau kewajiban?

Selama ini di Indonesia soal hak pilih ini, di Indonesia masih menggunakan prinsip memilih itu hak, sehingga tergantung pemilih itu sendiri mau menggunakan hak suaranya atau tidak.

Tetapi, KPU selalu mengimbau kepada masyarakat terutama pemilih pemula karena hak pilih itu sangat penting karena bagian dari eksistensi warga negara dengan ikut menentukan siapa yang akan menjadi pemimpinnya baik di daerah maupun nasional. 

rama agusta/AR-3

What do you think?

Written by Julliana Elora

Tinjau JSC, Wapres Optimis Selesai Tepat Waktu

Siap siap Ngakak jika Membaca 10 Tulisan Gokil di kaos Oblong berikut ini